Ingatkan Krisis Iklim, Walhi Desak Pemprov Jatim Rumuskan Kebijakan Konkret Atasi Bencana Banjir

Ingatkan Krisis Iklim, Walhi Desak Pemprov Jatim Rumuskan Kebijakan Konkret Atasi Bencana Banjir

Terkini | surabaya.inews.id | Kamis, 2 Januari 2025 - 14:50
share

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur (Jatim) menyoroti krisis iklim yang dampaknya dirasakan langsung di berbagai wilayah di Jatim. Salah satunya bencana banjir yang terjadi beberapa minggu terarkhir di musim penghujan ini.

Data Walhi Jatim menyebut, di Malang, banjir merendam 254 rumah warga, dengan rincian: 47 rumah di Kelurahan Jodipan, 10 rumah di Kelurahan Kedungkandang, 37 rumah di Kelurahan Lesanpuro, dan 160 rumah di Kelurahan Madyopuro. Di Surabaya, banjir terjadi di hampir 20 titik, termasuk kawasan vital seperti Jalan Ahmad Yani. Sementara di Sidoarjo, banjir melanda hampir 10 titik, seperti Waru, Taman, dan Bungurasih.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), banjir terjadi akibat awan Cumulonimbus (CB) yang menghasilkan curah hujan tinggi. Kondisi ini diperparah oleh fenomena atmosfer seperti gelombang Kelvin dan Rossby.

Direktur Walhi Jatim, Wahyu Eka Styawan mengatakan, banjir merupakan salah satu bentuk bahaya hidrometeorologi yang menunjukkan meningkatnya kerentanan suatu wilayah. Hal ini akibat perubahan iklim dan kerusakan ruang resapan air.

Fenomena ini, kata dia, bukan hanya persoalan alam. Namun, erat kaitannya dengan tata ruang yang buruk, alih fungsi kawasan hijau, minimnya ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai resapan air, serta masalah teknis seperti pendangkalan sungai dan betonisasi jalur air. "Dampak banjir ini harus dilihat dalam konteks yang lebih luas," katanya, Kamis (2/1/2025).

Menurutnya, kerusakan di wilayah hulu seperti Malang Raya akibat alih fungsi lahan, perubahan tata ruang di wilayah tengah untuk pertanian, industri, dan pertambangan. Semuanya berdampak langsung ke wilayah hilir seperti Surabaya. "Banjir tidak bisa dilihat sebagai persoalan lokal, tetapi menjadi tanggung jawab Pemprov Jatim," ujarnya.

 

Untuk itu, lanjutnya, Walhi Jatim mendesak Pemprov Jatim merumuskan kebijakan menyeluruh yang menanggapi persoalan banjir dengan pendekatan berbasis tata ruang dan perubahan iklim. Pemerintah kota/kabupaten juga harus memprioritaskan penanganan banjir. "Baik jangka pendek maupun panjang, melalui penyusunan roadmap yang berfokus pada pemulihan ruang resapan air dan perlindungan kawasan tangkapan air," katanya.

Walhi Jatim juga mendesak Pemkot Surabaya segera merumuskan kebijakan konkret untuk mengatasi dampak krisis iklim, termasuk banjir yang kerap terjadi. Pemkot Malang juga harus membuat kebijakan yang jelas untuk menangani krisis iklim sebagai penyebab banjir.

Pemerintah juga harus memastikan adanya ruang partisipasi publik dan transparansi informasi dalam proses perumusan kebijakan, agar kebijakan yang dibuat tidak asal-asalan. "Kami akan mengajukan gugatan kebijakan kepada pemangku kepentingan jika dalam 6 bulan ke depan tidak ada langkah konkret untuk menangani bencana akibat krisis iklim dan buruknya tata ruang," tandasnya.

Sementara itu, Pj Gubernur Jatim Adhy Karyono menyampaikan, Pemprov Jatim telah membuat keposkoan siaga bencana hidrometeorologi, apel siaga dan gelar peralatan serta pengecekan Early Warning System (EWS), serta dukungan logistik dan peralatan yang diserahkan kabupaten/ kota.

"Penanganan hidrometeorologi basah (banjir) di Jatim, InsyaAllah siap dengan sistem kesiapsiagaan baik sarana prasarana, peralatan, personel, therapy, logistik bahkan bantuan anggaran BTT (Belanja Tidak Terduga) kita juga sudah siap,” tegasnya.

Sementara untuk penanganan bencana banjir yang terjadi di sejumlah wilayah saat ini, Adhy menyampaikan bahwa sudah mengambil fokus utama untuk evakuasi warga terdampak, utamanya kelompok rentan. “Kemudian melakukan manajemen pengungsian baik dari Dinas Sosial, BNPB, BPBD, dan instansi terkait guna penanganan mitigasi bencana khususnya banjir,” terangnya.

Mitigasi bencana di Jatim, dikelompokkan menjadi delapan klaster. Yakni Metropolitan, Madura, Ijen, Probomajang, Malang Raya, Wilis Selatan, Wilis Utara dan Labanegoro. Serta ada pengelempokan Daerah Aliran Sungai (DAS) diantaranya Wilayah Sungai Bengawan Solo, WS Brantas, WS Madura-Bawean, WS Welirang Rejoso yang mengakibatkan banjir di beberapa wilayah.

“Wilayah sungai menjadi salah satu penyebab banjir selain karena faktor curah hujan tinggi. Nyatanya, kondisi sungai dan aliran anak sungai mengakibatkan banjir yang terjadi di Mojokerto, Jombang dan Ponorogo,” tandasnya. 

Topik Menarik