Paguyuban Warkop Surabaya Tuntut Pemerintah Batalkan Aturan Rokok Baru, Siap Gelar Aksi Massal

Paguyuban Warkop Surabaya Tuntut Pemerintah Batalkan Aturan Rokok Baru, Siap Gelar Aksi Massal

Terkini | surabaya.inews.id | Sabtu, 28 September 2024 - 07:20
share

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Paguyuban Pemilik Warung Kopi (Warkop) Surabaya menyatakan penolakan keras terhadap penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024 dan rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terkait Pengaturan Industri Hasil Tembakau (IHT). Melalui petisi yang disampaikan, mereka menuntut agar beberapa pasal dihapus, terutama yang melarang penjualan rokok secara eceran dan penjualan dalam radius 200 meter dari institusi pendidikan serta pengaturan kemasan polos rokok.

"Kami sangat khawatir dengan aturan ini. Perlahan-lahan aturan ini akan mematikan bisnis kami. Larangan penjualan rokok eceran sangat memberatkan, belum lagi ada aturan jarak minimal dengan sekolah. Kami pun tidak akan menjual rokok ke anak-anak di bawah umur,” ungkap Hussein Gozali, Ketua Paguyuban Warkop Surabaya, yang akrab disapa Cak Chong, dalam diskusi di Surabaya, Jumat (27/9/2024).

Cak Chong membeberkan fakta bahwa hampir separuh pendapatan warkop berasal dari penjualan rokok dan kopi. Ia menjelaskan, menjual rokok dalam kemasan hanya memberi keuntungan tipis, Rp1.000 hingga Rp2.000 per bungkus. Namun, saat dijual eceran, keuntungan bisa mencapai Rp5.000 per bungkus.

“Sekitar 80 pelanggan warkop lebih memilih membeli rokok secara eceran. Jika aturan ini diberlakukan, bukan hanya kami yang dirugikan, tetapi juga para pelanggan,” ujarnya. 

Cak Chong mendesak pemerintah untuk lebih bijaksana dalam membuat kebijakan dan mempertimbangkan dampak nyata di lapangan. "Kami sangat berharap pemerintah mendengar aspirasi kami. Kami juga butuh advokasi dari pakar UMKM untuk mendampingi kami menghadapi aturan yang bisa mematikan usaha kecil seperti kami," tegasnya.

 

Selain masalah penjualan eceran, Cak Chong juga mengkritisi kebijakan kemasan polos rokok. Menurutnya, hal ini berpotensi menyulitkan pedagang kecil untuk membedakan rokok legal dan ilegal. "Jika tidak sengaja menjual rokok ilegal, kami bisa kena razia. Ini merugikan kami yang sudah susah payah mencari rezeki," keluhnya.

Ia menegaskan, kebijakan ini seolah menutup mata terhadap kesejahteraan pedagang kecil dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. "Jika petisi ini tidak digubris, kami siap melakukan aksi besar-besaran bersama pedagang kecil di seluruh Indonesia, terutama Jawa Timur," ancamnya.

Anggota DPRD Kota Surabaya, Imam Syafi'i, turut mendukung perjuangan para pemilik warkop. Menurutnya, dalam proses pembuatan regulasi, pemerintah seharusnya melibatkan pihak-pihak yang terdampak. 

"Bukan hanya pengusaha rokok, tetapi juga warkop dan toko kelontong. Harus ada dialog terbuka sebelum aturan diberlakukan," ujar Imam.

Ia juga memperingatkan bahwa jika aturan ini tetap diterapkan, ada risiko kehilangan pendapatan negara yang signifikan. Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) yang selama ini menopang pendapatan daerah bisa turun drastis. 

"Ini akan berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan tentu daerah akan kehilangan banyak pemasukan," tambahnya.

Data dari Indef menyebutkan bahwa penerapan PP 28/2024 berpotensi mengurangi pendapatan negara hingga Rp308 triliun, atau sekitar 1,5 dari PDB. Selain itu, kebijakan ini bisa mengancam 2,3 juta tenaga kerja di sektor IHT, yang mayoritas berada di Jawa Timur.

Pakar komunikasi dari Universitas Airlangga, Suko Widodo, juga ikut angkat bicara. Ia mempertanyakan kenapa rokok selalu menjadi sasaran utama regulasi kesehatan. 

"Harusnya gula juga dilarang kalau begitu. Kenapa rokok saja yang dipersoalkan?" katanya setengah bercanda.

Suko menekankan bahwa aturan ini harus ditinjau kembali karena menyangkut kehidupan banyak orang, terutama di Jawa Timur yang terkenal sebagai penghasil tembakau. "Jawa Timur punya tradisi nongkrong di warkop. Kalau penjualan rokok eceran dilarang, saya khawatir ini akan merusak budaya cangkrukan kita," pungkasnya.

Dengan petisi yang sudah dilayangkan dan dukungan dari berbagai pihak, para pemilik warkop berharap pemerintah bisa segera meninjau ulang kebijakan ini sebelum mereka mengambil langkah aksi yang lebih besar.

Topik Menarik