Kisah Amel Janda Muda Asal Soreang Korban TPPO yang Dipaksa Jadi PSK di Babel
SOREANG, iNewsSukabumi.id- Kisah Amelia Gustiani (26) seorang janda asal Soreang, Kabupaten Bandung yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) akhirnya berhasil diselamatkan dan dipulangkan pada 18 Desember 2024 menjadi perhatian berbagai pihak.
Amelia yang memiliki tiga anak ini awal terjerat dalam jaringan perdagangan manusia setelah mengira bahwa dirinya akan bekerja sebagai pelayan restoran di Bangka Belitung dengan gaji yang menggiurkan. Namun sesampainya disana dirinya malah diminta untuk menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK).
Amel sapaan akrabnya menceritakan awal mula kejadian tragis yang menimpanya. Pada saat itu ia mencari pekerjaan melalui media sosial, tepatnya di Facebook.
“Saya awalnya cari loker di Facebook, terus ada yang nawarin kerja di Cafe dan Restoran. Saya mikirnya Cafe makanan, dan diiming-imingi bisa kasbon di awal, jadi saya tergiur,” ungkap Amelia saat ditemui pada Rabu (24/12/2024).
Dalam tawaran itu, dia dijanjikan gaji Rp 4 juta per bulan dan uang muka Rp1 juta oleh terduga pelaku bernama Govin dan Risa.
Pada 1 Desember 2024, Amelia dijemput dari Bandung menuju Kepulauan Bangka Belitung. Namun dirinya transit dulu di Cianjur setelah dijemput oleh seseorang bernama R, yang mengenalkan dirinya sebagai agen perekrutan dan memberikan uang muka sebesar Rp 1 juta.
"Baru di kasih kasbonanan Rp 1 juta uangnya di transfer ke Ibu saya, karena memang butuh, jadi saya nggak pegang uang sama sekali waktu berangkat," katanya.
Dirinya juga akhirnya berangkat ke Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 2 Desember 2024. Namun, begitu tiba di lokasi, segalanya berubah dan Amel merasa merasa ada yang tidak beres.
"Jadi pas sampe itu bukan cafe atau restouran tapi tempat Bar. Terus semuanya jadi bon. Gaji yang dijanjikan Rp 3 juta per bulan ternyata malah disuruh jual botol minuman, kita dapat Rp 10.000 per botol. Saya juga tanya-tanya kok bisa begini," ceritanya.
Meskipun tidak sesuai dengan perjanjian awal. Amel pun terpaksa menjual botol bir itu lantaran membutuhkan uang.
Dirinya juga hanya memberitahukan kepada keluarganya akan bekerja menjadi ART di Jakarta bukan pekerjaan yang terjadi pada saat itu.
"Keluarga saya tidak tahu dan saya butuh uang, jadi saya coba jalani saja,” tambahnya.
Selama dua minggu menjalani. Di sana, ia mulai merasa semakin tertekan. Selain bekerja menjual alkohol, Amelia dipaksa untuk menemani pria minum keras dan bahkan diberikan tawaran untuk bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).
“Rata-rata temen-temen saya di sana open BO, tapi saya enggak mau. Saya dikunci di luar, dan kalau teman saya dapet pelanggan, mereka pakai tempat saya,” jelasnya.
Amelia juga dipaksa untuk mengonsumsi alkohol hingga pingsan, meskipun awalnya tidak ada kewajiban tersebut.
“Padahal perjanjian awal enggak harus minum, cuma nemenin tamu nyanyi, tapi malah disuruh kuat minum. Saya enggak biasa, sampai muntah dan pingsan,” katanya.
Selama dua minggu itu dirinya pun hanya menghasilkan uang sebesar Rp 130 ribu dari hasil menjual botol. Bahkan untuk makan awalnya akan diberikan namun akhirnya menjadi tanggungannya.
"Karena saya enggak mau, jadi selama 2 minggu kerja di sana itu cuma dapet 3 tamu, total nya 13 botol, jadi dapet Rp 130 ribu. Kalau mau pulang harus ganti rugi 3 kali lipat, ongkos itu sama kasbon jadi Rp 9 juta terus kaya alat kecantikan itu awalnya ditanggung ternyata juga jadi hutang. Saya juga pengen pulang karena tertekan," ungkapnya.
Selain itu, selama disana dirinya juga dikurung di dalam mes lantaran menolak untuk menjadi PSK. Tak hanya itu, dirinya juga sering mengalami perundungan layaknya seorang ART.
“Saya nggak boleh kemana-mana, cuma di sekitaran mes aja, kalau malam dikunci di kamar. Di sana juga saya sering di bully, kayak kalau ada yang baru diperlakukan kayak pembantu, suruh nyuci piring, suruh mijitin, jadi saya terintimidasi juga di sana,” imbuhnya.
Upaya Amel Pulang Dari TPPO
Setelah dua minggu bekerja dan merasa sangat tertipu, Amel pun akhirnya mulai mencoba mencari cara untuk melapor.
Dirinya pun berupaya untuk mengirim pesan ke pihak kepolisian sambil bersembunyi lantaran banyaknya CCTV di tempat dia bekerja.
“Saya coba lapor lewat Instagram ke Polres Bangka Belitung, terus kemudian menghubungi Polrestabes Bandung dan alhamdulilah ada petugas dari Polresta Bandung yang bales dan minta kasih lokasi secara diam-diam," katanya.
“Petugas datang menyamar, saya sempat ragu apakah itu polisi atau bukan. Tapi setelah dijelaskan, saya merasa lega,” lanjut Amel.
Setelah mendapatkan bantuan, akhirnya Amel pun dijemput dan yang menanggung biaya kepulangan dari Kapolresta Bandung, Kombes Pol Kusworo Wibowo.
Amel pun akhirnya tiba di Bandung pada 18 Desember 2024.
Amelia, yang sebelumnya bekerja di sebuah pabrik moci dengan gaji Rp 1 juta, kini menyesali keputusannya.
“Jangan terlalu percaya dengan loker yang ada di media sosial, apalagi yang menjanjikan gaji besar. Itu harus dicurigai. Saya juga nyesel karena tidak lebih hati-hati,” ungkapnya.
Sementara itu, Kapolresta Bandung, Kombes Pol Kusworo Wibowo, mengapresiasi upaya aparat kepolisian dalam menyelamatkan korban.
“Kami akan terus bekerja keras untuk melindungi warga dari kejahatan perdagangan orang. Jangan ragu untuk melapor jika Anda merasa menjadi korban,” tegas Kusworo.
Menurutnya, pihaknya menerima laporan tersebut, pada 16 Desember 2024 dan langsung bergerak cepat untuk menjemput Amel.
“Polresta Bandung pun bergerak cepat untuk menangani kasus ini. Berkat langkah sigap aparat, korban berhasil dipulangkan ke rumahnya pada 18 Desember 2024,” tandas Kusworo.