Aliansi Pemuda dan Aktivis Papua Serahkan Surat Tuntutan ke KPU dan Bawaslu Papua Barat Daya

Aliansi Pemuda dan Aktivis Papua Serahkan Surat Tuntutan ke KPU dan Bawaslu Papua Barat Daya

Terkini | sorongraya.inews.id | Rabu, 9 Oktober 2024 - 19:16
share

 


SORONG, iNewsSorong.id – Aliansi Selamatkan Tanah, Hutan, dan Manusia Papua yang terdiri dari aktivis HAM, lingkungan, mahasiswa, serta pemuda adat Papua mendatangi kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Papua Barat Daya. Tujuan kedatangan mereka adalah untuk menyerahkan surat tuntutan yang berisi pertanyaan bagi para kandidat gubernur dan wakil gubernur terkait komitmen mereka terhadap perlindungan hutan Papua dan hak-hak masyarakat adat.

Pertanyaan tersebut diharapkan dapat digunakan dalam debat kandidat para calon gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya beberapa waktu mendatang. 

Yohana Awom-Ulimpa, salah satu aktivis lingkungan dari kelompok ini, menekankan pentingnya hutan bagi masyarakat adat Papua, khususnya suku Moi di Kabupaten Sorong. "Hutan dan tanah adat adalah sumber kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya bagi kami. Kami, sebagai perempuan adat, memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan wilayah adat dan memastikan generasi mendatang masih bisa menggantungkan hidup pada hutan yang lestari," ujar Yohana.

Ia menyoroti masalah investasi kelapa sawit yang terus merambah wilayah adat di Sorong, serta dampaknya yang merusak ekosistem hutan dan mengancam hak-hak masyarakat adat. Menurutnya, sebagai perempuan adat, penting untuk berbicara tentang hak-hak mereka dan mempertahankan budaya serta lingkungan yang menjadi identitas suku Moi.

Fiktor Klafiyu, koordinator aliansi, menyatakan bahwa masyarakat adat harus memilih pemimpin yang berkomitmen melindungi lingkungan dan hak-hak tradisional, bukan hanya mendukung pembangunan yang merusak keberlanjutan alam. "Kita perlu pemimpin yang peduli pada kelestarian hutan Papua dan memperhatikan dampak perubahan iklim," tegas Fiktor. Ia juga mengkritik kebijakan pemerintah daerah yang dinilai semakin memperburuk krisis iklim dengan mendukung aktivitas ekstraktif seperti penebangan hutan dan pertambangan.

Dalam surat tuntutan yang mereka serahkan, Aliansi Selamatkan Tanah, Hutan, dan Manusia Papua menyerukan agar calon pemimpin daerah mengedepankan kebijakan ekonomi hijau yang berfokus pada pembangunan sumber daya manusia. Mereka menolak izin untuk perusahaan-perusahaan yang merampas tanah adat dan memperburuk krisis lingkungan di Papua Barat Daya.

Desi Sentuf, anggota Komunitas Atap Papua, menyebut pemilihan kepala daerah pada 27 November 2024 sebagai momen penting bagi masyarakat adat untuk memilih pemimpin yang benar-benar memperjuangkan hak-hak mereka. "Di era Otonomi Khusus Papua, pemimpin harus berkomitmen melindungi masyarakat adat dan memastikan pelestarian hutan yang diwariskan turun-temurun," ungkapnya.

Soraya Do, perempuan adat dari suku Moi, turut menyampaikan kekhawatirannya atas berbagai proyek besar yang mengancam keberlangsungan tanah adat, termasuk industri nikel di Raja Ampat dan proyek Kawasan Ekonomi Khusus di Sorong. Ia memperingatkan masyarakat adat agar waspada terhadap janji-janji politik yang hanya memanfaatkan identitas mereka tanpa memberikan perlindungan nyata.

Aliansi ini berharap KPU dan Bawaslu Papua Barat Daya akan merespons surat yang mereka serahkan dan memastikan calon gubernur dan wakil gubernur menunjukkan komitmen nyata dalam melindungi hak-hak masyarakat adat serta menjaga kelestarian lingkungan hidup di Papua.

Topik Menarik