Pakar Hukum UMS Nilai Vonis untuk Harvey Moeis Tidak Cerminkan Keadilan
SOLO, iNewsSleman.id – Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Hanifah Febriani, S.H., LL.M menyoroti penjatuhan pidana kasus korupsi yang menjadi perhatian publik. Dia menilai hukuman 6 tahun 6 bulan untuk terdakwa kasus korupsi PT Timah Harvey Moeis terlalu ringan dibandingkan dampak dan kontribusi signifikan dari tindakan pelaku.
"Jika dibandingkan dengan kasus-kasus korupsi besar lainnya seperti Akil Mochtar yang divonis seumur hidup atau Setya Novanto yang dihukum 15 tahun, hukuman ini terasa sangat ringan," ujar Hanifah, Senin (6/1/2025).
Hanifah menjelaskan, penjatuhan pidana adalah ranah independensi hakim. Namun, keputusan tidak boleh dibuat secara asal. Hakim harus melihat kualifikasi dan kontribusi perbuatan terdakwa.
“Dalam kasus ini, ancaman minimal hukuman adalah 4 tahun, sementara maksimal 20 tahun. Pilihan majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman yang mendekati minimal sangat disayangkan," ucapnya.
Menurut Hanifah, terdakwa memiliki kontribusi signifikan dalam menghubungkan PT Timah dengan perusahaan kecil yang mengelola proyek. Hal ini menunjukkan keterlibatan aktif yang seharusnya menjadi pertimbangan berat dalam penjatuhan hukuman.
Selain itu, Hanifah juga menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat dalam mengawal kasus ini. Tekanan publik yang muncul di media sosial sangat membantu penegak hukum lebih berhati-hati dan transparan dalam mengambil keputusan.
Dia mendorong masyarakat terus menyuarakan kritik terhadap putusan yang dianggap tidak adil. Mengenai alasan keringanan hukuman untuk terdakwa yang sering kali bersifat personal, seperti terdakwa bersikap sopan atau memiliki keluarga, Hanifah menegaskan bahwa aspek non-yuridis memang biasa menjadi pertimbangan.
Namun, ia mengingatkan bahwa fokus seharusnya lebih ditekankan pada aspek yuridis dan hal-hal yang memberatkan terdakwa. Dia juga menekankan pentingnya penanganan kasus ini hingga putusan akhir yang adil, baik terhadap individu terdakwa maupun korporasi terkait.
"Harapan saya, proses banding dan kasasi nanti dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat," ucap Hanifah.
Saat ini, jaksa telah mengajukan upaya banding atas putusan tersebut. Tahapan berikutnya akan ditentukan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung yang memiliki wewenang untuk memperberat atau memperingan hukuman. Dengan perhatian publik yang besar, kasus ini menjadi ujian bagi integritas penegak hukum dalam memberantas korupsi di Indonesia.