Jika Israel Serang Teheran, Iran Ancam Perang Berskala Besar Akan Terwujud

Jika Israel Serang Teheran, Iran Ancam Perang Berskala Besar Akan Terwujud

Global | sindonews | Senin, 6 Januari 2025 - 18:10
share

Israel berisiko memicu perang berskala besar jika melancarkan serangan militer lagi ke Teheran. Ancaman itu diungkapkan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan kepada media China.

Dia juga menekankan komitmen negaranya terhadap upaya diplomatik dan kesiapan untuk menanggapi agresi.

Konflik bayangan yang sudah berlangsung lama antara Israel dan Iran telah meningkat menjadi beberapa konfrontasi militer langsung selama setahun terakhir, yang berpotensi lepas kendali kecuali diplomasi menang, kata Araghchi dalam wawancara Desember dengan CCTV China, yang disiarkan pada Sabtu.

"Kami sepenuhnya siap menghadapi kemungkinan serangan lebih lanjut oleh Israel," kata Araghchi. "Saya berharap Israel menahan diri untuk tidak mengambil tindakan sembrono seperti itu, karena dapat menyebabkan perang berskala besar."

"Kami percaya bahwa akal sehat pada akhirnya akan menang dan mencegah tindakan yang dapat menimbulkan konsekuensi serius," imbuhnya, seraya menekankan komitmen Iran untuk terlibat dengan sekutu regional dan internasional, termasuk Tiongkok, guna meredakan ketegangan dan mengejar perdamaian.

Pasukan Houthi yang bersekutu dengan Teheran telah meluncurkan beberapa rudal balistik ke Israel tengah dalam beberapa minggu terakhir, dan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah mengebom Yaman.

Baku tembak langsung terbaru terjadi pada bulan Oktober, ketika Israel melakukan serangan udara skala besar yang menargetkan radar dan sistem pertahanan udara Iran, sebagai balasan atas serangan rudal balistik terhadap Israel.

Serangan Iran itu sendiri merupakan respons terhadap pembunuhan tokoh-tokoh penting yang bersekutu dengan Teheran, termasuk pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, dan Hassan Nasrallah dari Hizbullah di Beirut.

Pada bulan April, kedua belah pihak saling tembak setelah serangan udara Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus, Suriah, yang dilaporkan mengakibatkan tewasnya dua jenderal Iran dan beberapa perwira Korps Garda Revolusi Islam (IRGC). Sebagai balasan, Iran meluncurkan lebih dari 300 pesawat nirawak dan rudal dalam serangan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel.

Perkembangan terkini di Timur Tengah, termasuk jatuhnya Presiden Suriah Bashar al-Assad dan melemahnya Hizbullah secara substansial, telah mengubah keseimbangan strategis kawasan tersebut secara signifikan. Pejabat Israel dan AS dilaporkan menganggap Teheran semakin rentan, yang memicu diskusi tentang potensi tindakan militer pendahuluan.

Angkatan Udara Israel dilaporkan meningkatkan kesiapan operasionalnya pada bulan Desember, memanfaatkan netralisasi pertahanan udara Suriah untuk memfasilitasi akses tanpa hambatan ke wilayah udara Iran. Pejabat pertahanan Israel percaya bahwa kondisi saat ini menghadirkan peluang strategis untuk serangan potensial.

Bulan lalu, Presiden AS Joe Biden dilaporkan mengadakan pertemuan tingkat tinggi untuk membahas kemungkinan aksi militer terhadap Iran, di tengah kekhawatiran bahwa Teheran mungkin mempercepat pengembangan senjata nuklirnya karena posisi regionalnya yang melemah.

Iran secara konsisten membantah mengejar senjata nuklir, dengan menyatakan bahwa program nuklirnya ditujukan semata-mata untuk tujuan damai.

Dalam wawancara terpisah yang diterbitkan pada hari Kamis, Araghchi menegaskan kembali sikap Teheran terhadap energi nuklir damai, menekankan bahwa negosiasi tetap mungkin dilakukan jika Iran diperlakukan dengan "rasa hormat."

"Semakin mereka menjatuhkan sanksi dan tekanan pada Iran, semakin Iran akan menunjukkan perlawanan," kata Araghchi, memperingatkan bahwa paksaan tidak akan efektif. Dia secara khusus merujuk pada kebijakan 'tekanan maksimum' yang digunakan oleh AS selama masa jabatan pertama Presiden terpilih Donald Trump.

Topik Menarik