Tokoh-tokoh Tabiin yang Melakukan Ijtihad sebelum Mazhab-Mazhab
Al-Syaykh Ali al-Khafifi mengatakan ijtihad yang terjadi di zaman Tabi'in adalah ijtihad mutlak. "Yaitu ijtihad yang dilakukan tanpa ikatan pendapat seorang mujtahid yang terlebih dahulu, dan yang secara langsung diarahkan membahas, meneliti dan memahami yang benar," ujarnya.
Menurutnya, ikatan hanya terjadi jika ditemukan sebuah pendapat seorang Sahabat Nabi, yang diduga bersandar kepada Sunnah yang karena beberapa sebab Sunnah itu tidak muncul sebelumnya, kemudian pada zaman Tabi'in itu, lebih-lebih zaman Tabi'in al-Tabi'in, suasana lebih mengizinkan untuk muncul.
Dalam kitab "Al-Ijtihad fi 'Ashr al-Tabi'in wa Tabi'i 'l-Tabi'in", al-Khafifi menyebut misalnya, perubahan situasi politik, dengan perpindahan kekuasaan dari kaum Umawi ke kaum 'Abbasi , telah membawa perubahan penting dalam sikap keagamaan.
Meskipun sesungguhnya kaum 'Abbasi akhirnya banyak meneruskan wawasan hukum keagamaan kaum Umawi sebagai pendukung Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah, kaum 'Abbasi lebih banyak dan lebih tulus perhatian mereka kepada masalah-masalah keagamaan dari pada kaum Umawi.
Sikap berpegang kepada syari'ah ini bagi kaum Abbasi berarti pengukuhan legitimasi politik dan kekuasaan mereka (dibandingkan dengan kedudukan kaum Umawi, dan dihadapkan kepada oposisi kaum Syi'ah dan Khawarij). Tapi di samping itu, sikap tersebut menciptakan suasana yang lebih mendukung bagi perkembangan kajian agama, dan ini pada urutannya memberi peluang lebih baik pada para sarjana untuk menyatakan pendapatnya, termasuk menuturkan riwayat danHadis.
Usaha secara resmi pembakuan Sunnah (yang kemudian menjadi sejajar dengan Hadis) telah mulai tumbuh sejak zaman Umar ibn Abdul Aziz menjelang akhir kekuasaan Umawi.
Sejak itu usaha ini memperoleh dorongan baru, dan merangsang tumbuhnya berbagai aliran pemikiran keagamaan, baik yang bersangkutan dengan bidang politik, teologi dan hukum, maupun yang lain.
Semua kegiatan itu juga terpengaruh kenyataan sosial-politik, berupa semakin beragamnya latar belakang etnis, kultural dan geografis anggota masyarakat Islam, disebabkan banyaknya orang-orang bukan Arab (Syiria, Mesir, Persi, dan sebagainya) yang masuk Islam.
Tokoh-Tokoh
Pada zaman itu kita menyaksikan tampilnya tokoh-tokoh kesarjanaan dengan bidang kajian ilmu yang lebih terspesialisasi, khususnya, bidang kajian hukum Islam atau fiqih. Merekalah para pendahulu imam-imam mazhab, bahkan guru-guru para calon imam mazhab itu.
Cendekiawan Islam Prof Nurcholish Madjid dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" bab "Sejarah Awal Penyusunan dan Pembakuan Hukum Islam" mengatakan suatu hal yang amat penting diperhatikan ialah adanya kaitan suatu aliran pikiran (yakni, mazhab, school of thought) dengan tempat.
Dia menyebut adanya dua aliran pokok: Irak dan Hijaz. Namun di antara keduanya, kata Cak Nur, dan dalam diri masing-masing aliran besar itu, terdapat nuansa yang cukup berarti, dan cukup penting diperhatikan.
Nuansa-nuansa itu tercermin dalam ketokohan sarjana atau 'ulama' yang mendominasi suasana intelektual suatu tempat, seperti dituturkan al-Syaykh Muhammad al-Hudlari Beg dalam kitabnya Tarikh al-Tasyri' al-Islami.
Di Madinah tampil cukup banyak sarjana, antara lain:
1. Sa'id ibn al Musayyib al-Makhzumi. Lahir dua tahun kekhalifahan Umar, dan sempat belajar dari para pembesar Sahabat Nabi. Banyak meriwayatkan Hadis yang bersambung dengan Abu Hurayrah. Al-Hasan al-Bashri banyak berkonsultasi dengannya. Wafat pada 94 H.
2. Urwah ibn al-Zubayr ibn al-'Awwam. Lahir di masa kekhalifahan Utsman. Banyak belajar dari bibinya, Aisyah, istri Nabi SAW, wafat pada 94 H.
3. Abu Bakr ibn 'Abd-al-Rahman ibn al-Harits ibn Hisyam al-Makhzumi. Lahir di masa kekhalifahan Umar. Terkenal sangat saleh sehingga digelari "pendeta Quraysy" (rahib Quraysy). Wafat pada 94 H.
4. Ali ibn al-Husayn ibn Ali ibn Abi Thalib al-Hasyimi. Dia adalah imam keempat kaum Syi'ah Imamiyyah, dan dikenal dengan Zayn al-'Abidin. Ia belajar dari ayahnya dan dari pamannya, al-Hasan ibn 'Ali, 'Aisyah, ibn 'Abbas, dan lain-lain. Ia terkenal sangat 'alim (terpelajar), tapi tidak banyak meriwayatkan Hadits. Wafat pada 94 H.
5. Ubayd-Allah ibn 'Abd-Allah ibn 'Utbah ibn Mas'ud. Belajar dari 'Aisyah, Abu Hurayrah, Ibn 'Abbas, dan lain-lain. Selain kepemimpinannya dalam fiqh dan Hadits, ia juga terkenal sebagai penyair, dia adalah guru Khalifah Umar ibn 'Abd al-'Aziz. Wafat pada 98 H.
6. Salim ibn 'Abd-Allah ibn 'Umar. Belajar dari ayahnya sendiri, juga dari A'isyah, Abd Hurayrah, Sa'id ibn al-Musyyaib, dan lain-lain. Wafat pada 106 H.
7. Sulayman ibn Yasar, klien Maymunah (istri Nabi SAW). Belajar dari patronnya sendiri, dan dari A'isyah, Abu Hurairah, Ibn Abbas, Zayd ibn Tsabit, dan sebagainya. Wafat pada 107 H.
8. Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakr. Mendapat pendidikan dari A'isyah (bibinya sendiri), Ibn Abbas, Ibn 'Umar, dan sebagainya. Wafat pada 106 H.
9. Nafi', klien 'Abd-Allah ibn 'Umar. Belajar dari patronnya sendiri, dan dari A'isyah, Abu Hurairah, dan lainnya. Diutus oleh Umar ibn 'Abd-al-Aziz ke Mesir, mengajar Sunnah. Berasal dari Daylam (daerah Iran). Wafat pada 117 H.
10.Muhammad ibn Muslim, yang terkenal dengan Ibn Syihab al-Zuhri. Lahir 50 H., dan belajar dari 'Abd-Allah ibn Umar, Annas ibn Malik, Sa'id ibn al-Musayyaib, dan sebagainya. Mendapat perintah dari 'Umar ibn 'Abd-al-Aziz untuk mencatat Sunnah penduduk Madinah sebagai rintisan resmi pertama pembukuan Hadits.
11. Abu Ja'far ibn Muhammad ibn 'Ali ibn al-Husain, yang dikenal dengan sebutan al-Baqir. Dia adalah imam kelima kaum Syi'ah. Belajar dari ayahandanya sendiri, juga dari Jabir dan 'Abd-Allah Ibn 'Umar, dan sebagainya. Dikenal sebagai "Kepala Bani Hasyim" di zamannya. Wafat pada 114 H.
Sedangkan di Makkah beberapa sarjana yang terkenal adalah:
1. Abd-Allah ibn, 'Abbas ibn 'Abd-Muthalib. Lahir dua tahun sebelum Hijrah, dan pernah dibacakan do'a oleh Nabi agar mempunyai pemahaman mendalam (tafaqquh) dalam agama. Beliau diajar tentang ta'wil. Dianggap Bapak Ilmu tafsir al-Qur'an. Belajar banyak dari Umar, Ali dan Ubay ibn Ka'b. Wafat di Thaif pada 68 H.
2. Mujahid ibn Jabr, Klien Bani Makhzum. Belajar dari Sa'd, A'isyah, Abu Hurayrah, Ibn 'Abbas, dan lain-lain. Wafat pada 103 H.
3. Ikrimah, klien Ibn 'Abbas. Belajar dari Ibn 'Abbas, A'isyah, Abu Hurairah, dll. Pernah menyatakan ia sependapat dengan kaum Khawarij. Wafat pada 107 H.
4. Atha ibn Rabbah. Belajar dari 'A'isyah, Abu Hurayrah, Ibn Abbas, dan sebagainya. Disebutkan berkulit hitam kelam, yang fasih dan luas pengetahuan. Sangat banyak mendapat pujian dari para 'ulama' yang lain, termasuk mereka yang hidup sezaman. Wafat pada 114 H.
Lalu, dari kalangan warga Kufah yang tampil antara lain ialah:
1. Alqamah ibn Qays al-Nakha'i. Lahir di masa Nabi masih hidup, dan belajar dari 'Umar, 'Utsman, Ibn Mas'ud, 'Ali, dan lainnya. Murid terkemuka Ibn Mas'ud. Wafat pada 62 H.
2.Masruq ibn al-Ajda' al-Hamdani. Belajar dari Umar, Ali, Ibn Mas'ud, dan sebagainya. Wafat pada 63 H.
3.Al-Aswab ibn Yazid al-Nakha'i, dan (4) Ibrahim ibn Yazid al-Nakha'i. Keduanya bersaudara, dan sama-sama tampil sebagai sarjana terkemuka. Kedua-duanya wafat pada 95 H.
5.'Amir ibn Syarahil al-Sya'bi. Lahir 17 H. Sarjana Tabi'in yang paling terkemuka. Guru utama Imam Abu Hanifah. Belajar dari 'Ali, Abu Hurayrah, Ibn 'Abbas, 'A'isyah, Ibn 'Umar, dan sebagainya. Cukup menarik bahwa al-Sya'bi tidak suka kepada metode qiyas (analogi) yang menjadi ciri Ahl al-Ra'y yang dikembangkan muridnya, Abu Hanifah.
Kemudian dari Basrah, tampil tokoh-tokoh, antara lain:
1.Anas ibn Malik al-Anshari. Seorang khadam, karena ia Sahabat Nabi sejak Hijrah sampai wafat. Karena penampilannya sebagai sarjana dan peranannya dalam mendidik para Tabi'in maka ia termasukkan dalam daftar ini. Selain belajar dari Nabi juga banyak belajar dari Abu Bakr, 'Umar, 'Utsman, Ubbay, dll. Wafat pada 90 H.
2. Abu al-'Aliyah Rafi' ibn Mahran al-Riyahi. Belajar dari Umar, Ibn Mas'ud, 'Ali dan 'A'isyah. Wafat pada 90 H.
3. Al-Hasan ibn Abi al-Hasan Yassar, klien Zayd ibn Tsabit. Dibesarkan di Madinah dan menghafal al-Qur'an di zaman Utsman. Seorang pejuang yang terkenal berani, di samping seorang sarjana terkemuka. Wafat pada 110 H.
4. Abu al-Syaitsa', Jabir ibn Zayd, kawan Ibn 'Abbas. Banyak belajar dari kawannya sendiri itu. Wafat pada 93 H.
5. Muhammad ibn Sirin, klien Anas ibn Malik. Belajar dari patronnya, kemudian dari Abu Hurayrah, Ibn 'Abbas dan Ibn Umar. Wafat pada 110 H.
6.Qatadah ibn Da'aman al-Dusi. Selain ahli hukum Islam, ia juga ahli bahasa, sejarah dan geneologi (al-nasab). Wafat pada 118 H.
Dari daerah Syam (Syria) beberapa tokoh ahli hukum tampil, seperti 'Abd-al-rahman ibn Gahnim al-Asy'ari, Abu Idris al-Khulani, Qabishah ibn Dzu'ayb, Makhul ibn Abi Muslim, Raja ibn Hayah al-Kindi, dan lain-lain.
Namun yang paling penting dari para sarjana Syam itu ialah Khalifah 'Umar ibn Abd-al-'Aziz, terkenal sebagai 'Umar II dan banyak dipandang sebagai yang kelima dari al-Khulafa' al-Rasyidin. Dialah yang mengukuhkan tarbi, (mengakui empat Khalifah pertama: Abu Bakr, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali) dan mensponsori secara resmi (kenegaraan) usaha penulisan Sunnah atau Hadis. Dia wafat pada 101 H.
Mesir saat itu belum menjadi tandingan tempat-tempat yang tersebut di atas. Kota Kairo belum ada (baru didirikan oleh Dinasti Fathimiyah kelak, bersama Masjid-Universitas al-Azharnya), dan ibukota Mesir ialah Fusthath yang perkembangannya tidak terlalu pesat seperti lain-lain.
Walaupun begitu telah tampil pula di kalangan Mesir beberapa sarjana terkemuka, seperti 'Abd-Allah ibn al-'Ash (wafat pada 65 H.), 'Abd-al-Khayr ibn 'Abd-allah al-Yazani (wafat pada 90 H.), Yazid ibn Abi Habib yang disebut-sebut sebagai pelopor ilmu pengetahuan di Mesir dan ahli masalah halal dan haram (wafat pada 128 H.).
Di Jazirah Arabia sebelah selatan, yaitu Yaman, juga banyak muncul sarjana-sarjana dengan pengaruh yang jauh keluar dari batasan daerahnya sendiri. Mereka itu, antara lain, Thawus ibn Kaysan al-Jundi (wafat pada 106 H.) yang belajar dari Zaid ibn Tsabit, 'A'isyah, Abu Hurairah, dan lainnya.
Kemudian Wahb ibn Munabbin al-Shan'ani, yang belajar dari Ibn 'Umar, Ibn 'Abbas, Jabir, dan lainnya. Wafat pada 114 H. Selanjutnya ialah Yahya ibn Abi Katsir yang menurut sementara 'ulama' yang lain seperti Syu'bah dianggap lebih ahli tentang Hadis daripada al-Zuhri tersebut.
Para tokoh ahli hukum itu dan kegiatan ilmiah serta pengajarannya telah mendorong tumbuhnya para spesialis hukum angkatan berikutnya, seperti al-Awza'i, Sufyan al-Tsauri, al-Layts ibn Sa'd, dan lainnya.
Mereka ini, pada gilirannya, telah melapangkan jalan bagi tampilnya para imam mazhab yang sampai saat ini pengaruhnya masih amat kukuh seperti Abu Hanifah, Malik, al-Syafi'i, dan Ahmad ibn Hanbal.