Denny JA Rumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI
Denny JA, seorang pemikir lintas disiplin, merumuskanThe Six Golden Principles of Spirituality in the Era of AIsebagai panduan menghadapi perubahan yang dipicu oleh teknologi dan kecerdasan buatan (AI). Prinsip-prinsip ini bukan hanya tentang hubungan manusia dengan teknologi, tetapi juga tentang pencarian makna hidup yang universal di tengah kemajuan zaman.
Denny menyoroti perkembangan di Silicon Valley, pusat inovasi digital, yang menunjukkan ironi besar. Di tengah revolusi algoritma dan data, perusahaan seperti Google justru mendorong karyawan mereka untuk mempraktikkan mindfulness dan meditasi—sebuah cara untuk berhenti sejenak di tengah hiruk-pikuk teknologi.
"Spiritualitas, kini bertransformasi menjadi keterampilan hidup. Ini bukan lagi eksklusif milik agama tertentu, tetapi menjadi jembatan antara kebutuhan batiniah dan tuntutan duniawi," ujarnya, Sabtu (21/12/2024).
Ada enam prinsip spiritualitas yang dirumuskan oleh Denny JA, hasil dari studi mendalamnya selama 30 tahun dalam bidang psikologi positif, neuroscience, dan tradisi agama.
Pertama, spirit mengutamakan persamaan manusia, ketimbang perbedaannya. Prinsip pertama menekankan bahwa persamaan antar homo sapiens lebih mendalam dan hakiki dibandingkan perbedaan yang timbul akibat agama atau keyakinan.
Agama-agama besar muncul belakangan dalam sejarah manusia, sementara spiritualitas telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Era ini mengajarkan bahwa inti dari semua keyakinan adalah sama: mencari makna, merawat kehidupan, dan menjawab misteri eksistensi.
Kedua, warisan agama sebagai kekayaan kultural milik bersama. Denny menegaskan bahwa lebih dari 4.200 agama dan kepercayaan yang ada di dunia bukan hanya milik para penganutnya, tetapi juga merupakan warisan budaya umat manusia.
Setiap agama menyimpan pesan cinta, belas kasih, dan kebijaksanaan yang bersifat universal. Dalam era ini, hidup spiritual adalah upaya untuk menyaring esensi ajaran-ajaran tersebut agar dapat dinikmati oleh siapa saja, tanpa sekat dogma atau batas identitas.
"Universalisasi pesan agama ini bukan berarti menghapus perbedaan, tetapi merayakan keberagaman sebagai kekayaan bersama," katanya.
Ketiga, kebahagiaan dan makna melalui riset ilmu pengetahuan. Era ini adalah masa ketika kebahagiaan dan makna hidup tidak lagi hanya menjadi domain filsafat atau agama, tetapi juga sains.
Melalui riset positive psychology dan neuroscience, manusia kini memiliki peta untuk mencapai kebahagiaan. Denny JA merumuskan formula 3P + 2S: Personal Relationship, Positivity, Passion, Small Winning, dan Spirituality sebagai kunci menuju hidup bermakna.
“Semua manusia, tanpa memandang agama atau ideologi, memiliki potensi untuk bahagia,” tutur Denny JA.
Kebahagiaan, menurutnya, bukan puncak, tetapi perjalanan. Ini adalah warisan kolektif yang dapat diakses oleh siapa saja yang mau hidup secara sadar.
Keempat, pertarungan menafsirkan agama yang sesuai hak asasi manusia. Denny menyebutkan bahwa tafsir agama kini dapat dieksplorasi lebih dalam berkat bantuan AI.
AI menawarkan kemungkinan untuk menggali tafsir agama yang menghormati hak asasi manusia dan membawa kebahagiaan. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa kebijaksanaan manusia tetap diperlukan dalam menafsirkan ajaran agama untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik bagi semua.
“Pilihan tetap ada di tangan kita. Tafsir yang benar adalah yang membuat dunia menjadi rumah yang lebih baik bagi semua,” tegasnya.
Kelima, pemberdayaan spiritual individu, berkurangnya otoritas ulama, pendeta dan biksu. Era AI memberikan kebebasan lebih bagi individu untuk menemukan jalan spiritual mereka sendiri.
Dengan AI yang memungkinkan eksplorasi lintas teks dan sejarah agama, manusia kini memiliki alat untuk memutuskan paham dan nilai spiritual yang relevan dengan hidup mereka. Ulama, pendeta, biksu, dan guru tetap berharga sebagai penjaga hikmah, tetapi otoritas mereka tidak lagi absolut.
“Era ini memanggil kita untuk menjadi pemimpin spiritual bagi diri sendiri, dengan kebebasan yang juga menciptakan tanggung jawab baru,” terang Denny JA.
Keenam, perayaan hari raya aneka agama secara sosial dan lintas iman. Hari raya agama-agama lebih dari sekadar ritual keagamaan, mereka adalah momen untuk merayakan kehidupan, cinta, dan makna bersama. Melalui Esoterika Forum Spiritualitas yang didirikan Denny JA, tradisi baru pun dimulai: merayakan hari raya lintas iman secara sosial.
"Masing-masing dari kita tidak perlu mengikuti ritus agama yang tidak kita yakini, tetapi kita dapat hadir sebagai sahabat, berbagi kebahagiaan dalam momen-momen suci itu,” jelas Denny JA.
Tradisi ini mencerminkan harapan akan dunia yang lebih damai, di mana keberagaman adalah kekayaan yang layak dirayakan bersama.
Teknologi AI membuka dimensi baru dalam eksplorasi spiritual. Aplikasi seperti Insight Timer menawarkan meditasi berbasis data, sementara Muse menggunakan sensor otak untuk membantu meditasi yang lebih efektif.
Denny JA menegaskan bahwa AI bukan hanya alat, tetapi teman perjalanan batin yang mengingatkan kita bahwa spiritualitas tetap abadi meski di dunia yang semakin terhubung oleh algoritma.
Dengan merumuskan The Six Golden Principles of Spirituality in the Era of AI, Denny JA mengajak kita untuk hidup dengan harmoni, memahami keberagaman, dan berbagi makna di tengah kemajuan teknologi. "Spiritualitas adalah tali tak kasat mata yang menyatukan hati manusia," pungkasnya.