UMR Indonesia Terendah ke-5 di Asia Tenggara, tapi PPN Paling Tinggi
Indonesia kini berada di urutan ke-5 terendah dalam hal Upah Minimum Regional (UMR) di kawasan Asia Tenggara, sebuah posisi yang mencerminkan rendahnya standar upah di negara ini dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Berbanding terbalik, Indonesia mencatatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tergolong tinggi di kawasan ini sebesar 11 dan direncanakan naik tahun depan menjadi 12.
Tertinggal Dibandingkan Negara Tetangga
Meskipun Indonesia memiliki ekonomi terbesar di Asia Tenggara, tingkat upah di negara ini masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Berdasarkan data terbaru, Indonesia berada di urutan ke-5 terendah untuk UMR di kawasan Asia Tenggara.
Negara-negara yang memiliki upah lebih tinggi termasuk Singapura memiliki UMR lebih dari USD1.000 per bulan atau sekitar Rp15 juta, sementara di Indonesia, meski bervariasi antar provinsi masih berada pada kisaran yang jauh lebih rendah, dengan rata-rata Rp2-Rp5 juta.
Fenomena ini memperlihatkan ketimpangan dalam distribusi kesejahteraan di Indonesia, yang semakin memperburuk tantangan kemiskinan dan ketidaksetaraan sosial. Banyak pekerja Indonesia, terutama di sektor informal masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka meski negara mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif.
Beban Pajak yang Berat bagi Konsumen
Selain masalah UMR, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam hal pajak. Sejak diberlakukan pada 1 April 2022, PPN sebesar 11 di Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Sebagai perbandingan, negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand masih menerapkan tarif PPN yang lebih rendah sekitar 6-7.
Meskipun rencana kebijakan PPN 12 bertujuan meningkatkan penerimaan negara dan membiayai pembangunan, banyak pihak mengkhawatirkan dampaknya terhadap daya beli masyarakat, terutama kalangan berpenghasilan rendah. Peningkatan tarif PPN berpotensi menambah beban konsumen yang sudah terbebani dengan inflasi yang tinggi dan ketidakpastian ekonomi global.
Pemerintah Indonesia, dalam menghadapi kedua tantangan ini, harus menyeimbangkan antara kebutuhan untuk meningkatkan penerimaan negara dan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Kenaikan PPN, misalnya, meski diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap anggaran negara, juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat, khususnya mereka yang berada di bawah garis kemiskinan.
Di sisi lain, rendahnya UMR menjadi isu sensitif di tengah upaya pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Banyak kalangan pekerja dan serikat buruh menuntut adanya penyesuaian upah yang lebih adil, terutama untuk mengimbangi inflasi dan biaya hidup yang semakin berat.
Sejumlah ekonom berharap, agar kebijakan-kebijakan seperti penyesuaian UMR dan evaluasi terhadap kebijakan PPN bisa dilakukan dengan pendekatan yang lebih berpihak pada kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kualitas hidup pekerja dan daya beli konsumen menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan ekonomi Indonesia yang lebih stabil dan adil.
Dengan tantangan yang ada, Indonesia perlu mencari jalan tengah antara peningkatan pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat, agar dapat meraih pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di masa depan.