Tragedi Sampang Diharapkan Jadi Alarm Bagi Demokrasi Elektoral
Ketua Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie menilai pengeroyokan terhadap salah satu pendukung calon Bupati Sampang di Madura menjadi alarm bagi demokrasi elektoral yang dilaksanakan serentak tahun ini. Dia berpendapat, demokrasi itu butuh infrastruktur yang bernama budaya.
Dia menambahkan, jika budaya politik kontestasi belum matang, maka demokrasi elektoral bisa menjadi bumerang, seperti di Sampang ini. "Budaya politik dan demokrasi tidak pernah diurus negara. Rakyat hanya dirampok suaranya setiap lima tahun sekali untuk kepentingan kekuasaan," ujar Gugun dalam keterangannya, Senin (18/11/2024) malam.
Gugun menyoroti negara dan partai politik yang tidak pernah menanam akar demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai budaya kita. "Kita semua sibuk ngurus demokrasi prosedural, ngurus kotak suara, ngurus pencoblosan, ngurus TPS, tapi lupa nilai-nilai filosofi dan budaya demokrasi yang adiluhung sudah disingkirkan," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa itulah resiko mahal dari pemilihan kepala daerah langsung di tengah tidak matangnya infrastruktur budaya politik. "Kelihatannya demokratis, ada kompetisi, ada kontestasi, tapi di dalamnya penuh transaksi kotor, jual beli suara, intimidasi dan kekerasan, bahkan menggadaikan daulat rakyat untuk oligarki dan dinasti lokal," terangnya.
Ia berharap semoga tidak ada tragedi Sampang di tempat lain. Sampang adalah cermin kita semua, Sampang bukan orang lain, Sampang adalah bagian dari kita semua.
"Marilah kita semua bergandengan tangan, partai politik, negara dan rakyat, merefleksikan tragedi Sampang agar demokrasi kita tidak hanya hingar bingar seperti pasar, tapi kehilangan filosofi dan nilai-nilai budaya dan kemanusiaan," pungkasnya.