Intip Bagaimana Implementasi Responsible Financing yang Dilakukan BNI
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) memiliki posisi yang memadai untuk menerbitkan obligasi ramah lingkungan atau green bonds. Hal ini sejalan dengan kerangka yang kuat, transparan dan selaras sesuai dengan empat komponen inti Prinsip-prinsip green bonds 2021.
Head of Research MNC Sekuritas, Victoria Venny mengatakan, inisiatif dari BBNI dalam melakukan pembiayaan ini sejalan dengan arah perubahan tren global yang mana memang sudah banyak fund-fund mengarah pada ESG-investment.
"Langkah ini juga sebagai upaya management dalam mendukung keberlanjutan dan menciptakan dampak positif terhadap lingkungan & society. Tentu saja dengan adanya green bond ini, diharapkan dapat meningkatkan citra perusahaan di mata public & stakeholder," ujarnya saat dihubungi, Rabu (13/11/2024).
Dia menambahkan, seiring dengan kesadaran global akan isu lingkungan, saat ini banyak investor mencari alternatif pembiayaan yang memang berdampak positif terhadap lingkungan, yang tentu saja tidak hanya memberikan return yang menarik. Di tahun 2023 saja, lanjutnya, emisi surat utang green bond sudah mencapai lebih dari Rp 13 triliun. Berarti ada permintaan yang tinggi juga dari market terhadap produk ini.
“Selain itu, menurut survei ADB di 2022, sebagian besar investor institusi lokal Indonesia menunjukkan ketertarikan terhadap green bonds. Mereka willing to invest USD10 juta - USD50 juta. Sektor yang paling diminati untuk green bond adalah energi terbarukan, diikuti oleh efisiensi energi dan transportasi bersih,” jelasnya.
Dengan pembiayaan berbasis ekonomi hijau ini, investor tentu saja menjadi tertarik khususnya untuk berinvestasi di saham BBNI. Apalagi, tidak banyak emiten yang menawarkan pembiayaan serupa.
“Menurut saya, investor khususnya foreign yang sudah lebih 'aware' dengan green-investment tentu tertarik, karena tidak banyak emiten yang menawarkan pembiayaan hijau. Menurut laporan 3Q24, BBNI sudah mencatatkan green financing growth +26 CAGR dari FY20 sampai Sep-24,” tegasnya.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh BNI, hasil dari penerbitan green bonds ini akan digunakan secara eksklusif untuk pembiayaan aset yang terkait langsung dengan proyek hijau yang tentunya memenuhi syarat. Setidaknya ada 10 proyek yang dibiayai oleh BNI melalui green bonds tersebut, misalnya energi baru terbarukan, efisiensi energi, sumber daya alam berkelanjutan.
Kemudian konservasi perairan dan keanekaragaman hayati. Dilanjutkan dengan transportasi berkelanjutan, proyek adaptasi perubahan iklim, pengolahan air limbah, pertanian berkelanjutan dan green building.
Selanjutnya, Green Bonds yang diterbitkan oleh BNI melarang pembiayaan untuk 10 sektor antara lain proyek yang dilarang oleh pemerintah, penebangan liar, kerja pasak yang mencakup eksploitasi anak, proyek yang melanggar hak komunitas lokal dan menghancurkan situs sejarah.
Proyek lainnya adalah proyek obat-obatan terlarang dan senjata, Judi dan pencucian uang, proyek milik penyelenggara negara dan terakhir adalah perdagangan satwa yang dilindungi.
Secara khusus, BNI juga memiliki aturan untuk pembiayaan kredit sektor pertanian dalam hal ini kelapa sawit. Antara lain mewajibkan bagi kreditur untuk menunjukkan keselarasan dengan kebijakan nol deforestasi. Yaitu, sejauh mana proses pengurangan luas hutan secara cepat dan besar-besaran. Kemudian, kreditur juga harus memenuhi ijin usaha yang bersifat wajib yaitu Izin Usaha Perkebunan (IUP), Izin Usaha Budidaya (IUP-B), Pendaftaran Usaha Perkebunan (IUP-P), Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP).
“Kami mewajibkan debitur baru kelapa sawit memiliki RSPO dan ISPO, dan meminta nasabah untuk mencapai sertifikasi RSPO penuh dalam jangka waktu tertentu untuk memperluas cakupannya pasar sasaran. Untuk segmen Menengah, persyaratan ISPO diterapkan sebagai perjanjian afirmatif yang pemenuhannya akan dipantau secara berkala oleh RM dan menjadi subjek untuk audit internal berkala,” demikian yang disampaikan oleh BNI dalam laporannya.
Hingga kuartal ketiga 2024, sebesar 80,2 persen pembiayaan BNI untuk untuk perkebunan kelapa sawit, kemudian sebesar 18 untuk kilang dan pabrik kelapa sawit selanjutnya untuk sisa yang 1,6 untuk penjualan dan pembelian di sektor kelapa sawit.
BNI juga memiliki kebijakan untuk pembiayaan kredit di sektor batu bara. "Panduan pembiayaan batubara ini berlaku untuk pertambangan batubara dan pertambangan usaha penunjang (pedagang dan supplier alat berat)," demikian dijelaskan dalam laporan yang sama.
Adapun ketentuan pembiayaan kredit untuk perusahaan batu bara ini antara lain pembiayaan pada penambangan batubara hanya diperuntukkan bagi Top Tie yang mengedepankan praktik ESG yang baik. Kemudian Persyaratan hukum yang harus dimiliki oleh usaha debitur yang mencakup Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Selanjutnya debitur paling sedikit memiliki Peringkat Kinerja Lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Terakhir adalah debitur setuju untuk mematuhi perjanjian pinjaman klausul bahwa mereka akan mematuhi semua yang berlaku peraturan lingkungan hidup dan diperlukan dokumentasi. Kegagalan untuk memenuhinya akan berdampak kelangsungan pinjaman.
Berdasarkan data pada periode yang sama, pembiayaan sektor batu bara ini paling besar yaitu 76,6 untuk penambangan batu bara. Kemudian 19,2 untuk peralatan, dan sisa yang 4,1 dan 0,04 masing-masing untuk perdagangan dan briket batu bara.