Jahm ibn Shafwan, Penganut Paham Jabariyah yang Gunakan Unsur Yunani

Jahm ibn Shafwan, Penganut Paham Jabariyah yang Gunakan Unsur Yunani

Terkini | sindonews | Sabtu, 21 September 2024 - 08:42
share

Ilmu Kalam adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam. Tiga lainnya ialah disiplin-disiplin keilmuan Fiqih, Tasawuf, dan Falsafah.

Nurcholish Madjid atau Cak Nur dalam buku berjudul "Islam Doktrin dan Peradaban" (Paramadina, 1992) menjelaskan ilmu ini dipengaruhi antara lain unsur-unsur Yunani dan Kristen.

Menurutnya, yang pertama kali benar-benar menggunakan unsur-unsur Yunani dalam penalaran keagamaan ialah seseorang bernama Jahm ibn Shafwan. Ini menarik sebab ia justru penganut paham Jabariyyah, yaitu pandangan bahwa manusia tidak berdaya sedikit pun juga berhadapan dengan kehendak dan ketentuan Tuhan.

Cak Nur menjelaskan Jahm mendapatkan bahan untuk penalaran Jabariyyah-nya dari Aristotelianisme, yaitu bagian dari paham Aristoteles yang mengatakan bahwa Tuhan adalah suatu kekuatan yang serupa dengan kekuatan alam, yang hanya mengenal keadaan-keadaan umum (universal) tanpa mengenal keadaan-keadaan khusus (partikular).

Baca juga: Ketika Ilmu Kalam Tak Lagi Menjadi Monopoli Kaum Muktazilah

Maka Tuhan tidak mungkin memberi pahala dan dosa, dan segala sesuatu yang terjadi, termasuk pada manusia, adalah seperti perjalanan hukum alam.

Hukum alam seperti itu tidak mengenal pribadi (impersonal) dan bersifat pasti, jadi tak terlawan oleh manusia. Aristoteles mengingkari adanya Tuhan yang berpribadi personal God.

Baginya Tuhan adalah kekuatan maha dasyat namun tak berkesadaran kecuali mengenai hal-hal universal. Maka mengikuti Aristoteles itu Jahm dan para pengikutpya sampai kepada sikap mengingkari adanya sifat bagi Tuhan, seperti sifat-sifat kasib, pengampun, santun, maha tinggi, pemurah, dan seterusnya.

Bagi mereka, adanya sifat-sifat itu membuat Tuhan menjadi ganda, jadi bertentangan dengan konsep Tauhid yang mereka akui sebagai hendak mereka tegakkan.

Golongan yang mengingkari adanya sifat-sifat Tuhan itu dikenal sebagai al-Nufat ("pengingkar" [sifat-sifat Tuhan]) atau al-Mu'aththilah ("pembebas" [Tuhan dari sifat-sifat]).

Baca juga: Ilmu Kalam, Tumbuh Bertitik Tolak dari Fitnah Besar: Terbunuhnya Utsman

Kaum Mu'tazilah menolak paham Jabiriyyah-nya kaum Jahmi. Kaum Mu'tazilah justru menjadi pembela paham Qadariyyah seperti halnya kaum Khawarij.

Maka kaum Mu'tazilah disebut sebagai "titisan" doktrinal (namun tanpa gerakan politik) kaum Khawarij. Tetapi kaum Mu'tazilah banyak mengambil alih sikap kaum Jahmi yang mengingkari sifat-sifat Tuhan itu.

Lebih penting lagi, kaum Mu'tazilah meminjam metologi kaum Jahmi, yaitu penalaran rasional, meskipun dengan berbagai premis yang berbeda, bahkan berlawanan (seperti premis kebebasan dan kemampuan manusia).

Baca juga: Awal Mula Munculnya Ilmu Kalam dan Tasawuf: Berikut Ini Tokoh-Tokohnya

Topik Menarik