Cuti Melahirkan 6 Bulan Disahkan, Perindo: Implementasinya Jangan Setengah-setengah

Cuti Melahirkan 6 Bulan Disahkan, Perindo: Implementasinya Jangan Setengah-setengah

Nasional | sindonews | Kamis, 4 Juli 2024 - 21:55
share

Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2024 yang mengatur tentang cuti melahirkan hingga maksimal 6 bulan baru-baru ini resmi disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini direspons oleh Ketua DPP Bidang Sosial dan Kebencanaan Partai Perindo, Sri Gusni Febriasari.

Dijelaskan dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf a, ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti paling singkat adalah 3 bulan bila mengandung dan melahirkan anak.

Kemudian paling lama mendapat 3 bulan tambahan apabila terdapat kondisi khusus yang terjadi pada ibu atau anak yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Pengesahan UU ini mendapat dukungan dari berbagai pihak. Namun, sayangnya, UU terkait penambahan cuti hamil menjadi 6 bulan ini masih banyak menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat.

Baca juga: Asyik! Cuti Melahirkan Jadi 6 Bulan, Suami Dapat Libur 3 Hari

Menurut Sri Gusni, UU tersebut merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah untuk bisa mengakomodir terpenuhinya hak-hak ibu dan anak.

Namun, ia menilai, UU ini terkesan masih setengah-tengah keberpihakannya terhadap hak perempuan. Pasalnya, jika menilik lebih jauh, UU tersebut terkesan jadi membebankan pengasuhan anak yang baru lahir ke ibunya saja.

"Yang jelas kita tetap mendukung, ini mungkin jadi salah satu komitmen pemerintah untuk benar-benar bisa mengakomodir atau bisa mengakomodasi terpenuhinya hak-hak ibu dan anak," ujar Sri, saat dihubungiSINDOnews, Kamis (4/7/2024) malam.

“Tapi yang jadi pertanyaan kita, ini undang-undangnya benar-benar mau melindungi apa cuma kaya oh yaudah setengah-setengah aja, jangan sampai undang-undang ini jadi seolah-olah pengasuhan itu tuh jadi bebannya hanya seorang perempuan aja,” sambungnya.

Pasalnya, Sri mengatakan, UU tersebut masih terlalu fokus terhadap pemberian cuti melahirkan kepada perempuan. Padahal, di masa-masa kehamilan hingga melahirkan, perempuan juga butuh figur seorang suami untuk membantunya mengasuh sang anak.

Meski dalam UU disebutkan, suami akan mendapatkan waktu yang cukup untuk mendampingi sang istri, namun di sana tidak disebutkan secara spesifik berapa lama waktu yang dimaksud.

“Jadi ini kaya malah semakin memperlihatkan kepada kita bahwa hari ini kondisi kita memang terkait pengasuhan anak itu lebih diberatkan kepada seorang perempuan aja,” ungkap Sri.

“Padahal harapan kita, ketika ada undang-undang ini ya kita mau nih negara punya paradigma bahwa pengasuhan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab seorang ibu tapi juga tanggung jawab kedua pasangan, baik ibu maupun ayahnya," tegasnya lagi.

Sri juga menyebut mengapa UU Nomor 4 Tahun 2024 ini masih terkesan setengah-tengah. Pasalnya, tidak disebutkan secara gamblang dan tegas juga terkait sanksi yang diberikan kepada instansi atau perusahaan jika tidak menjalankan amanat UU tersebut.

“Dan yang ketiga, kenapa kita mempertanyakan ini kebijakan yang setengah-setengah. Karena menurut saya atau kami sebagai kader Perindo, ya kita melihat ya undang-undang ini juga enggak ada sanksi yang jelas nih," tuturnya.

"Misalkan institusi atau perusahaan memang tidak mengaplikasikan amanat dari undang-undang ini. Kita enggak tahu nih pengawasannya seperti apa, terus juga pemberian sangsinya seperti apa, itu belum tersebut di dalam undang-undang yang baru saja disahkan sama Bapak Presiden,” terangnya lagi.

Topik Menarik