<i>Quarter Life Crisis</i> Itu Normal atau Tidak Sih?

Quarter Life Crisis Itu Normal atau Tidak Sih?

Terkini | okezone | Jum'at, 24 Januari 2025 - 19:28
share

JAKARTA - “Mbaaaak, aku binguuuuung” kata seorang perempuan yang tiba-tiba duduk di depan saya sambil menghela nafas panjang. Sebelum saya bertanya ada apa gerangan, dia sudah melanjutkan perkataannya “aku kok merasa stuck ya di pekerjaanku? Apa yang salah? Apa aku harusnya bekerja di bidang lain aja? Tapi memang kalau di tempat lain, seenak ini teman-temannya? Apa aku sekolah lagi aja ya, mbak?”. 

Baru saja saya mau membuka mulut untuk menjawab, dia nyerocos lagi “Mana aku ditanyain terus tentang pacar ... mama sama papa sih ga nanya, tapi keluarga besar tuh yang nanya-nanya. Punya sih, mbak... tapi aku belum mau ngenalin juga. Belum yakin soalnya”. Lalu dia terdiam sejenak dan menatap saya dengan mata memelas. “Mbak, ini saya normal ga sih? Kok seumur-umur ga pernah sebingung ini ya?”

Perempuan ini berusia 28 tahun, lulus s1 dengan predikat cum laude. Saya tahu dia pandai dan pekerja keras. Saat kuliah dia juga aktif berorganisasi dan punya banyak teman. Setiap bertemu, dia selalu terlihat ceria dan bersemangat. Nah, baru kali saya lihat dia seresah ini.

Menanggapi hal ini, saya tahu kalau dia sedang mengalami quarter life crisis yaitu perasaan tidak menentu mengenai hidupnya yang biasa terjadi di usia 20-an hingga 30-an tahun. Biasanya orang-orang yang sedang mengalami quarter life crisis ini merasa cemas akan masa depannya, tidak yakin akan keputusan yang diambil, merasa terjebak dengan tanggung jawab akan peran yang dijalani (sebagai pekerja, anak, pasangan, bagian dari komunitas), merasa tidak termotivasi dan lelah padahal orang lain melihatnya memiliki prestasi. Intinya adalah mempertanyakan hidupnya dan ini membuatnya bingung.

Di usia 20 tahun, seseorang masuk ke dalam tahapan dewasa muda (ada juga pakar yang mengatakan sebagai masa emerging adult). Tentu saja tuntutan sebagai orang dewasa akan berbeda dengan tuntutan sebagai seorang remaja. Sebagai orang dewasa, maka tanggung jawab mulai diemban di semua aspek. 

Salah satu tugas perkembangan dewasa muda adalah mengembangkan diri (sense of self) sebagai individu yang mandiri dan bergantung pada diri sendiri. Menurut Teori Psikososial, seseorang di tahapan dewasa muda juga diharapkan membangun relasi yang intim dengan teman dan pasangan romantis. 

Apabila berhasil, ia dikatakan berada di spektrum intimacy. Sedangkan apabila tidak berhasil, maka ia akan merasa sendirian, terisolasi (isolation). Jadi, di usia 20-30 ini biasanya merupakan masa eksplorasi akan dirinya yang berhubungan dengan kemandirian, tanggung jawab dan relasi intim. Diharapkan pada pertengahan 30an, seseorang sudah punya komitmen akan karir, pasangan dan (mungkin) anak.

 


 
1. Bagaimana cara menghadapi quarter life crisis ini?


Belajarlah terus dalam mengambil keputusan, berani ambil keputusan. Pertimbangkan apa dampak positif dan dampak negatif dari keputusan itu. Bisa juga memikirkan apa alternatif keputusan yang mungkin lebih tepat. Ingat, tidak ada keputusan yang sempurna. Kita akan terus belajar sehingga dapat mengambil keputusan yang semakin baik dari waktu ke waktu.

Buatlah tujuan dalam hidup. Tentukan tujuan jangka panjang dan bagilah dalam tujuan-tujuan jangka pendek. Tujuan ini sebaiknya jelas dan terukur.

Aturlah waktu dengan baik. Jangan lupa untuk menyeimbangkan antara bekerja, berolahraga, berelasi dengan orang lain, mengembangkan diri, dan lain-lain.

Sering berdiskusi dengan orang lain untuk menambah pengetahuan dan keterampilan. Selain itu, perlu juga mendengarkan pengalaman orang lain. Kita selalu bisa belajar dari pengalaman orang lain.


2.  Kenali diri lebih dalam. Pikirkan dan tulis beberapa hal di bawah ini:


o   Hal-hal apa yang diinginkan. Bisa di bidang pekerjaan, pertemanan, percintaan, atau hidup secara umum.


o   Kekuatanmu dan juga kelemahanmu. Kalau masih bingung, kamu bisa tanya kepada orang yang dekat denganmu.


o   Hal-hal apa yang bisa memicu emosi negatifmu (marah, sedih, cemas, takut) dan emosi positifmu (bahagia, bangga)

3. Minimalisir membandingkan diri dengan orang lain (terutama yang ditampilkan orang lain di media sosialnya)

Kemudian, setelah perempuan yang duduk di depan saya terdiam cukup lama dan tetap menatap saya, barulah saya tersenyum kepadanya dan berkata “Jangan khawatir, yang kamu rasakan saat ini adalah normal dan valid. Dan kamu akan melaluinya dengan baik”

Ditulis oleh: 
Luh Surini Yulia Savitri, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Topik Menarik