Profil 2 Hakim MK Dissenting Opinion soal Hapus Presidential Threshold, Salah Satunya Ipar Jokowi
JAKARTA - Anwar Usman dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dua Hakim Konstitusi yang melayangkan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam putusan perkara Nomor 62/PUU-XXI/2023 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Salah satunya diketahui adalah ipar dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
"Terhadap putusan terdapat dua hakim yang berpendapat berbeda yaitu Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh," kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo yang bertindak selaku pimpinan sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis 2 Januari 2025.
Suhartoyo pun menganggap perbedaan pendapat itu dianggap dibacakan. Adapun pokok dissenting opinion itu, kata Surhartoyo, para pemohon dinilai tak memiliki kedudukan hukum.
"Bahwa dissenting dimaksud, dianggap diucapkan. Namun pada pokoknya, dua hakim tersebut berpendapat bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing, sehingga statusnya Mahkamah tidak melanjutkan pemeriksaan pada pokok permohonan," ujar Suhartoyo.
Siapa dua hakim memilih dissenting opinion itu? berikut profilnya:
1. Anwar Usman
Anwar Usman merupakan salah satu Hakim Konstitusi yang kontroversial. Ipar Jokowi sekaligus paman dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka itu sebelumnya sempat berpolemik dalam putusan syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Polemik mencuat lantaran dirinya dianggap memuluskan Gibran maju sebagai Cawapres dalam Pilpres 2024. Anwar Usman pun dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Dalam sidang MKMK yang diketuai Jimly Asshiddiqie menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Anwar Usman dari kursi Ketua MK.
Anwar Usman sempat mengajukan banding mengenai pencopotan posisinya sekaligus mengenai pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK, namun akhirnya ia mencabut gugatan tersebut.
Melansir dari laman resmi MK, pria kelahiran 31 Desember 1956 dibesarkan di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat. Pada pernikahan pertamanya, Anwar menikahi Hj. Suhada yang merupakan seorang bidan. Setelah istri pertamanya meninggal, Anwar menikahi adik kandung Jokowi, Idayati, pada 2022.
Anwar mengawali kariernya sebagai seorang guru honorer pada 1975 sebelum akhirnya menjadi hakim konstitusi. Anwar mengenyam pendidikan dan lulus dari SDN 03 Sila, Bima pada 1969 hingga terpaksa meninggalkan desa dan orangtuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) selama 6 tahun hingga 1975.
Lulus dari PGAN pada 1975, atas restu Ayahanda (Alm.) Usman A. Rahim beserta Ibunda Hj. St. Ramlah, Anwar merantau ke Jakarta dan menjadi guru honorer di SD Kalibaru. Selama menjadi guru, Anwar melanjutkan pendidikan jenjang S1 di Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan lulus pada 1984.
Selama menjadi mahasiswa, Anwar aktif dalam kegiatan teater di bawah asuhan Ismail Soebarjo dan pernah menjadi anggota Sanggar Aksara. Bahkan, sempat diajak untuk beradu akting dalam sebuah film yang dibintangi oleh Nungki Kusumastuti, Frans Tumbuan dan Rini S. Bono besutan sutradara ternama Ismail Soebarjo pada 1980. Film yang berjudul “Perempuan dalam Pasungan” itu menjadi Film Terbaik dan mendapat Piala Citra.
Namun, setelah film itu meledak, ayahnya marah dengan pria yang meraih gelar Doktor pada Universitas Gadjah Mada itu. Lantaran, Anwar sejatinya merantau untuk kuliah bukan main film.
Setelah mendapat gelar Sarjana Hukum pada 1984, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim dan lulus hingga diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan negeri Bogor pada 1985. Hingga kini, menjadi hakim konstitusi.
Berbagai jabatan pernah diembannya, seperti di Mahkamah Agung, menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003 yang kemudian berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006.
Lalu pada 2005, ayah dari Kurniati Anwar, Kahiril Anwar dan Sheila Anwar ini menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian. Sekarang, Anwar Usman menjadi hakim konstitusi.
2. Daniel Yusmic Pancastaki
Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dipilih Jokowi untuk menggantikan I Dewa Gede Palguna yang telah menyelesaikan masa tugasnya pada 7 Januari 2020. Daniel menjadi putra pertama Nusa Tenggara Timur yang menjabat sebagai hakim konstitusi sejak MK berdiri.
Daniel Yusmic lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 15 Desember 1964, sebagaimana dilansir dari laman resmi MK, Ia merupakan putra ke-5 dari tujuh bersaudara dari pasangan Esau Foekh dan Yohana Foekh-Mozes.
Saat Daniel menamatkan Sekolah Dasar (SD) GMIT 2 di Kabupaten Kefamenanu, ia mendapat nilai pas-pasan. Idealisme sang ayah yang mengharuskan setiap anaknya memperoleh nilai yang bagus, membuat Daniel harus mengulang kembali kelas VI SD Inpres Oetete II Kupang.
Daniel pun mengulang kembali kelas VI SD bersama dengan adiknya. Sehingga Daniel memiliki dua ijazah SD.
Meski dibesarkan dari keluarga pendidik tidak serta-merta membuatnya bercita-cita sebagai pendidik. Ia justru memiliki cita-cita sebagai hakim. Keinginannya itu ternyata tak direstui sang ayah yang ingin anaknya meneruskan pekerjaan sebagai pendidik.
Saat ayahnya menjadi penilik sekolah di Pulau Rote (saat ini kabupaten Rote-Ndao), ia terinspirasi mengambil fakultas hukum dari saudara yang menjadi pokrol bambu (seorang pengacara praktik yang tidak memiliki izin resmi), yang biasa beracara di Pengadilan Negeri Rote.
Kecintaannya terhadap dunia hukum mulai tumbuh dan terus mengejar mimpinya. Setelah lulus dari SMA Negeri 1 Kupang, ia mendaftar mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) pada 1985, dengan pilihan pertama di Fakultas Hukum Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang dan pilihan kedua juga di Fakultas Hukum Udayana Bali.
Daniel pun diterima di Fakultas Hukum Undana. Ia awalnya mengambil jurusan hukum perdata, kemudian pindah ke jurusan hukum tata negara.
Semasa kuliah, Daniel terbilang aktif dalam berorganisasi dan tercatat aktif dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kupang sejak terdaftar menjadi mahasiswa pada 1985. Daniel juga tercatat pernah menjadi Ketua Dewan Ambalan Pramuka Gugus Depan 03/04 RRI Kupang (1989-1990), Sekretaris Filateli Cabang Kupang, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Ia juga pernah pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua DPD Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) DKI Jakarta, Ketua Partisipasi Kristen Indonesia (PARKINDO) Cabang Jakarta Pusat. Wakil Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN DKI Jakarta, Ketua Umum Badan Pengurus Perwakilan GMIT (Gereja Masehi Injili Timor) di Jakarta 2013 – 2017, Ketua Bidang Hubungan Kerjasama Asosiasi Pengajar Mata Kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (APHAMK) DKI Jakarta, Pengurus Nasional Perkumpulan Senior (PNPS GMKI) dan Sekretaris Umum Badan Kerja Sama (BKS) PGI-GMKI 2014 – 2019.
Daniel juga terlibat aktif di beberapa lembaga, antara lain Sekretaris II Yayasan Kesehatan PGI Cikini, serta Pengurus Harian Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di Indonesia. Wakil Sekjend 1 Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Pusat. Pengawas pada Yayasan Komunikasi Indonesia (YKI) dan Ketua Lembaga Pelayanan dan Bantuan Hukum (LPBH) YKI. Anggota Dewan Pembina Yayasan Komunikasi Bina Kasih (YKBK). Pengurus Yayasan Bina Darma di Salatiga.
Anggota Komisi Hukum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Sekretaris Advokasi Gereja Protestan di Indonesia (GPI) serta konsultas hukum di GPIB Paulus. Namun, Daniel mengajukan permohonan pengundura diri sejak tanggal dilantik untuk menjaga independensi dan ketidakberpihakan.
Saat awal lulus dari Undana pada 1990, Daniel sempat mengikuti tes wartawan professional pada 1991 di Yogyakarta, namun tidak lolos. Kemudian, merantau ke Jakarta hingga akhirnya diterima menjadi karyawan di PT Data Search Indonesia.
Ayah dari Refindie Micatie Esanie Foekh, Franklyn Putera Natal Foekh, dan Abram Figust Olimpiano Foekh itu sebelumnya juga pernah menjadi dosen honorer di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia dan dosen tetap di Fakultas Hukum Unika Atma Jaya dengan jabatan fungsional sebagai Asisten Ahli. Selama menjadi dosen di Unika Atma Jaya, ia pernah dipercaya sebagai Wakil Dekan Fakultas Hukum.