MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, Titi Anggraini: Kemenangan Rakyat Indonesia!
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan perkara nomor 62/PUU-XXI/2024, yang menguji Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 soal ambang batas persyaratan peserta pemilihan presiden (Pilpres), pada Kamis (2/1/2024). MK menegaskan kalau Pasal 222 bertentangan dengan UUD 1945.
Perkara nomor 62 yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia dan lainnya itu ternyata bukanlah satu-satunya Pemohon yang mempersoalkan Pasal 222. Salah satu pemohon yakni pakar Kepemiluan, Titi Anggraini juga mempersoalkan pasal itu dengan mengajukan gugatan yang teregister dengan nomor perkara 101/PUU-XXI/2023.
"Ini kemenangan rakyat Indonesia, 36 permohonan menandakan bahwa ambang batas pencalonan Presiden memang bermasalah bertentangan dengan moralitas politik kita, rasionalitas konstitusi dan juga mengandung ketidakadilan yang intolerable," kata Titi di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
"Kami bersyukur, kami ikut senang dan bagi kami ini harus dirayakan oleh semua rakyat Indonesia dan ini menjadi kabar gembira di awal tahun," sambungnya.
Adapun dalam persidangan hari ini, gugatan yang diajukan oleh Titi dan dua pemohon lain menjadi kehilangan objek, karena MK telah mengabulkan perkara Nomor 62. Sebab, seluruh pemohon sama-sama menguji Pasal 222.
"Jadi, 3 permohonan lain, termasuk permohonan kami itu menjadi kehilangan objek meskipun semangatnya sama, tapi kami meyakini bahwa pada dasarnya Mahkamah Konstitusi sudah kembali kepada esensi undang-undang dasar bahwa memang ambang batas pencalonan Presiden adalah inkonstitusional," ujarnya.
Adapun, dengan dikabulkan gugatan ini menandakan jika pada 2029 seluruh peserta politik peserta Pemilu bisa mengajukan Calon Presiden dan Wakil Presiden tampak harus berpatokan dengan ambang batas. Dia pun berharap partai politik bisa berbenah untuk menyiapkan kader-kader terbaiknya untuk Pilpres 2029.
"Jadi, ini luar biasa ya, 2029 Pilpres kita akan lebih inklusif, masyarakat akan lebih punya banyak pilihan, mudah-mudahan polarisasi tidak akan terjadi karena ruang untuk kontestasi sudah dibuka lebar oleh Mahkamah Konstitusi," pungkasnya.
Sekadar informasi, Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Namun, karena gugatan itu dikabulkan, MK menyatakan Pasal 222 bertentangan dengan UUD 1945. "Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang.