DPR Tindaklanjuti Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden

DPR Tindaklanjuti Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden

Nasional | okezone | Kamis, 2 Januari 2025 - 17:10
share

JAKARTA - Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas atau presidential threshold pencalonan presiden. Ia pun menyatakan, DPR RI dan Pemerintah akan menindaklanjuti putusan MK.

"Kami menghormati menghargai putusan MK yang menghapus persentase presidential threshold sebagaimana dalam ketentuan uu saat ini," kata Rifqi kepada wartawan, Kamis (2/1/2025).

Rifqi menyampaikan, DPR RI bersama Pemerintah akan menindaklanjuti putusan MK dengan membentuk norma baru di UU Pemilu.

"Selanjutnya, tentu Pemerintah dan DPR akan menindaklanjutnya dalam pembentukan norma baru di UU terkait dengan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden," ucap Rifqi.

Dengan adanya putusan itu, ia menilai, hal ini menunjukan babak baru bagi demokrasi konstitusional Indonesia. Apalagi, kata dia, setiap partai politik (Parpol) berpeluang mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Apapun itu MK keputusannya adalah final and binding karena itu kita menghormati dan kita berkewajiban untuk menindaklanjutinya," tandasnya.

Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan nomor 62/PUU-XXI/2023 soal persyaratan ambang batas calon peserta Pilpres. Putusan dilaksanakan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis 2 Januari 2025.

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo.

 

Adapun norma yang diujikan oleh para pemohon adalah Pasal 222 UU 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, yang menyatakan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Namun, karena gugatan itu dikabulkan, MK menyatakan Pasal 222 bertentangan dengan UUD 1945. "Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," sambungnya.

"Memerintahkan Pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," sambungnya.

Diketahui, perkara nomor 62PUU-XXI/2023, diajukan oleh Enika Maya Oktavia. Dalam petitumnya, Pemohon menyatakan Pasal 222 UU nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, melanggar batas open legal policy dan bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon juga menyatakan presidential threshold pada Pasal 222 bertentangan dengan moralitas demokrasi.

Topik Menarik