Rencana Kenaikan PPN, Slank Peringatkan Pemerintah soal Hal Ini
JAKARTA - Slank turut memberikan pandangan mereka terkait rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025. Sebagai pelaku industri kreatif, mereka mengakui bahwa kebijakan ini berpotensi memengaruhi berbagai sektor, termasuk industri musik.
Vokalis Slank, Akhadi Wira Satriaji atau Kaka, mengaku belum memiliki pendapat mendalam mengenai rencana tersebut. Meski begitu, ia menyadari bahwa kenaikan PPN dapat memengaruhi sejumlah aspek, termasuk penjualan vinyl album terbaru Slank yang berjudul Joged.
"Kenaikannya dari 11 ke 12 persen, ya belum tahu sih dampaknya gimana. Tapi biasanya kalau satu hal naik, hal lain ikut terpengaruh juga," ujar Kaka saat ditemui di Jalan Potlot, Kalibata, Jakarta Selatan.
Berbeda dengan Kaka, drummer Slank, Bimbim, lebih lugas menyampaikan pandangannya. Ia berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam menentukan barang-barang yang dikenai pajak tinggi, terutama terkait barang yang dianggap mewah.
"Kalau bisa sih ya nggak usah bayar pajak kali, haha. Tapi pemerintah harus tahu, mana yang memang barang mewah dan mana yang tools. Vinyl, itu kan alat buat kami," kata Bimbim sambil tertawa.
Bimbim, yang kini berusia 58 tahun, juga menyoroti dampak kenaikan PPN terhadap masyarakat kecil. Menurutnya, kebijakan ini harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dari berbagai kalangan agar tidak memberatkan.
"Misalnya gitar dianggap barang mewah, itu sama aja kayak cangkul untuk petani. Atau kalau HP dibilang barang mewah, nanti Ojol (ojek online) bingung mau kerja pakai apa. Jadi pemerintah harus bijak menentukan mana yang naik pajaknya dan mana yang bukan barang mewah," tegasnya.
Slank berharap kebijakan ini dirancang dengan mempertimbangkan dampaknya bagi seluruh lapisan masyarakat, sehingga tidak menambah beban ekonomi bagi mereka yang berada di sektor kreatif maupun masyarakat umum.