Vonis Bebas Ryan Dinilai Bisa Jadi Acuan Sidang Kasus Timah
JAKARTA – Pengadilan Tipikor Pangkalpinang memutuskan untuk membebaskan Ryan Susanto alias Afung dari tuduhan tindak pidana korupsi dalam kasus pertambangan di kawasan hutan lindung Kabupaten Bangka, Bangka Belitung. Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Dewi, pada Senin (2/12/2024).
Ryan sebelumnya dituduh terlibat dalam kegiatan pertambangan yang melanggar hukum. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ryan berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke - 1 KUHPidana dalam Surat Dakwaan Primair Penuntut Umum.
Namun, hakim menyatakan bahwa Ryan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan. "Terdakwa Ryan Susanto alias Afung anak dari Sun Jaw tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair dan subsidair," kata Hakim Ketua Dewi saat membacakan amar putusan.
Sementara itu, Penasihat hukum terdakwa, Budiono, menyatakan bahwa putusan ini menunjukkan keadilan hukum masih terjaga. Majelis hakim menilai perkara ini lebih tepat ditangani sebagai kasus pidana lingkungan hidup, bukan tindak pidana korupsi.
"Putusan pengadilan hari ini itu terjadi perbedaan pendapat di 3 Majelis Hakim itu. 2 menyatakan bahwa ini bukan ranah Tipikor, 1 Majelis Hakim menyatakan ini ranah Tipikor, jadi ada perbedaan pendapat di antara 3 Majelis Hakim tadi," ujar Budiono dalam keterangannya, dikutip.
Budiono menekankan bahwa kasus Ryan mirip dengan perkara Harvey Moeis, yang sebelumnya juga dituduh terkait kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan senilai Rp271 triliun. Menurutnya, putusan ini bisa menjadi yurisprudensi, yaitu acuan hukum bagi hakim dalam memutuskan perkara serupa di masa depan.
"Sepanjang Hakimnya sependapat, karena ini bisa dijadikan Yurisprudensi. Perkara ini persis sama," kata Budiono.
12 Perwira Jebolan Kopassus dari Kolonel hingga Letjen TNI Dapat Penugasan Baru dari Panglima TNI
Kerusakan lingkungan yang disebutkan dalam kasus ini, menurut JPU, mencapai Rp59,279 miliar akibat aktivitas tambang di kawasan hutan lindung Pantai Bubus, Desa Bantam, Kecamatan Belinyu. Namun, majelis hakim menilai kerugian tersebut belum memiliki perhitungan konkret sesuai dengan UU Tipikor.
Budiono juga mengkritik langkah JPU yang dinilai memaksakan kasus ini masuk ke ranah korupsi. "Salah tempat dan memang kesannya ini dipaksakan oleh JPU. Padahal, sebenarnya enggak mungkin JPU tidak tahu bahwa perkara ini bukan ranah Tipikor, tapi ranahnya lingkungan hidup atau KLHK yang lebih dominan lebih pas untuk menangani perkara ini. Tapi mungkin mereka mau uji coba, yang jelas seperti yang disampaikan Majelis Hakim tadi, bahwa sebenarnya enggak mungkin kalau JPU tidak paham dalam persoalan ini," ujar Budiono.
Budiono berargumen bahwa tidak adil membebankan seluruh dampak kerusakan lingkungan kepada orang yang terakhir melakukan aktivitas pertambangan. Mengingat aktivitas tambang di wilayah tersebut sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
"Perkara ini kan sudah 10 tahun kemarin terjadi kerusakan lingkungan. Nah, Ryan Susanto adalah orang yang terakhir, banyak orang yang sebelum-sebelumnya. Janya saja hari ini Ryan Susanto yang jadi terdakwah, hitungan kerusakan itu dibebankan semuanya ke Ryan Susanto ini yang enggak adil hitungan itu," katanya.
Budiono menyoroti bahwa kasus Ryan lebih berat dibandingkan Harvey Moeis, karena lokasi tambang Ryan berada di kawasan hutan lindung, sedangkan tambang Harvey berada di area berizin usaha pertambangan (IUP). Meski demikian, menurut Budiono, putusan ini tetap dapat dijadikan pedoman untuk kasus serupa di masa depan.
"Ini (Ryan) kan di kawasan Hutan Lindung, kalau yang (Harvey) itu kan di dalam IUP. Tapi ini bisa dijadikan Yurisprudensi menurut pendapat saya, karena persoalannya sama. Bisa dijadikan yurisprudensi atas putusan Majelis Hakim hari ini," katanya.
Hakim juga mempertimbangkan bahwa masyarakat Bangka Belitung masih sangat bergantung pada sektor pertambangan timah untuk kehidupan sehari-hari. Putusan ini menegaskan pentingnya mengkaji setiap kasus berdasarkan konteks hukum yang tepat, baik itu ranah tindak pidana korupsi atau lingkungan hidup.
"Kalaupun disalahkan, tidak bisa dimasukkan ke Tindak Pidana Korupsi, harusnya di kerusakan lingkungan UU Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena yang lebih pas di situ," ujarnya.