Bersiap Hadapi Perang, Hacker China Telah Susupi Jaringan TI Penting AS
WASHINGTON – Pejabat tinggi keamanan Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa peretas (hacker) China telah menempatkan diri di jaringan teknologi informasi (TI) infrastruktur penting AS Negeri Paman Sam, dan bersiap menghadapi potensi perang dengan AS.
Menurut Morgan Adamski, direktur eksekutif Komando Siber AS, operasi siber yang terkait dengan China ini ditujukan untuk mendapatkan keuntungan jika terjadi konflik besar antara kedua negara.
Para pejabat AS telah memberi peringatan tentang para peretas terkait dengan China sejak awal tahun ini. Mereka mengatakan bahwa bahwa aktivitas para peretas termasuk mendapatkan akses ke jaringan utama untuk memungkinkan gangguan potensial seperti memanipulasi sistem pemanas, ventilasi, dan pendingin udara di ruang server, atau mengganggu kontrol energi dan air yang penting.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Mengukuhkan Prabu Dewanto Sebagai Kepala Perwakilan BI Lhokseumawe
Adamski berbicara kepada para peneliti di konferensi keamanan Cyberwarcon di Arlington, Virginia. Pada Kamis, (21/11/2024) Senator AS Mark Warner mengatakan kepada Washington Post bahwa dugaan peretasan yang terkait dengan China pada perusahaan telekomunikasi AS adalah peretasan telekomunikasi terburuk dalam sejarah AS.
Menurut laporan FBI baru-baru ini, operasi spionase siber itu, yang dijuluki "Salt Typhoon," telah mencakup data rekaman panggilan yang dicuri, komunikasi pejabat tinggi dari kedua kampanye presiden utama AS yang dikompromikan sebelum pemilihan 5 November, dan informasi telekomunikasi yang terkait dengan permintaan penegakan hukum AS, demikian dilansir Reuters.
FBI dan Badan Keamanan Siber dan Keamanan Infrastruktur menyediakan bantuan teknis dan informasi kepada target potensial, kata biro tersebut.
Adamski mengatakan pada Jumat, (22/11/2024) bahwa pemerintah AS telah "melaksanakan aktivitas yang disinkronkan secara global, baik yang bersifat ofensif maupun defensif, yang difokuskan pada penghancuran dan gangguan operasi siber RRC di seluruh dunia."
Contoh publik termasuk mengungkap operasi, sanksi, dakwaan, tindakan penegakan hukum, dan nasihat keamanan siber, dengan masukan dari berbagai negara, kata Adamski.
Beijing secara rutin membantah operasi siber yang menargetkan entitas AS. Kedutaan Besar China di Washington tidak segera menanggapi permintaan komentar.