Kisah Petarung Muda Jerico Moi Jelang Tampil di GAMMA World MMA Championships 2024: Ingin Wujudkan Mimpi sang Ayah yang Gagal
JAKARTA - Sebanyak 12 atlet junior MMA Indonesia tengah menjalani Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) PB Pertacami (Persatuan Tarung Campuran Indonesia) dalam menatap GAMMA World MMA Championships 2024. Jerico Moi yang merupakan salah satu dari 12 atlet, memiliki kisah menarik untuk diulas.
Petarung kelahiran Sorong, Papua itu tidak pernah tahu bahwa dia adalah anak seorang mantan atlet hingga usia 15, ketika dia mulai bermimpi untuk menjadi atlet. Jerico bercerita bahwa dirinya sudah sejak lama menunjukkan ketertarikannya dengan olahraga bela diri. Dia telah mengenal karate, kickboxing, sampai muaythai, di usianya yang baru menginjak 13 tahun.
Meski begitu, keinginannya untuk menekuni bela diri tidak digubris sama sekali oleh sang ayah. Berkali-kali Jerico meminta ayahnya untuk diikutsertakan dalam latihan bela diri. Akan tetapi, sang ayah masih bergeming. Setelah dua tahun penuh dengan bujukan dan rayuan, pada akhirnya restu dari sang ayah pun turun. Jerico akhirnya mulai latihan kickboxing saat berusia 15 tahun.
“Dulu saya lihat orang-orang pada ikut bela diri karate, kick boxing, muaythai. Jadi saya lihat, (lalu) saya bilang kepada orang tua saya, 'Pak, saya mau ikut bela diri,' saya bilang. Cuma belum ada respons-belum ada respons, akhirnya orang tua buka masa lalu orang tua saya, bapak saya, bahwa bapak saya dulu itu atlet,” cerita Jerico dalam keterangan yang diterima MNC Portal Indonesia, Rabu (6/11/2024).
Selama dia menjalani masa kecil dan praremaja; dan sepanjang kebersamaan keluarganya, Jerico mengaku tidak pernah tahu bahwa dulunya sang ayah adalah seorang atlet. Sang ayah, kemungkinan besar juga ingin menutup rapat-rapat kisah tersebut, namun pada akhirnya bagian kecil dari hidup ayahnya itu akhirnya diungkapkan, sebagai langkah untuk mengawali perjalanan karir sang anak.
“Dulu bapak cerita kepada saya kalau dia gagal mencapai cita-citanya, yaitu sebagai tentara, TNI, karena kurangnya prestasi atau bakat yang dia punya, walaupun dia itu seorang atlet. Tapi dulu katanya atlet itu tidak berharga di Indonesia ini, tidak ada harga dirinya karena sudah dianggap biasa seperti itu, tidak bisa membanggakan nama indonesia,” ungkap Jerico.
Dulunya, ayah Jerico merupakan seorang atlet kickboxing. Ayah Jerico menggeluti kickboxing, salah satunya adalah untuk bertahan dari kerasnya kehidupan di Simalungun. Tak banyak yang Jerico tahu soal kiprah sang ayah di atas ring. Yang dia tahu jelas, sang ayah kerap diremehkan.
Beberapa dekade lalu, profesi atlet memang kerap dianggap sebelah mata di Indonesia. Jangankan atlet yang belum mengangkat piala atau menggigit medali, atlet yang memiliki prestasi di kancah internasional pun belum tentu terjamin masa depannya. Ayah Jerico sendiri sampai gagal untuk bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) karena minimnya prestasi.
“Dulu bapak cerita, karena tidak adanya perkembangan dari bela diri ini, dulu dia, korban sih, lebih ke korban, kalau dia dibilang atlet itu tidak ada gunanya, atlet itu tidak ada manfaatnya, faedahnya, tidak menghasilkan duit. Mungkin itulah kata-kata teman bapak saya, atau orang tua dari orang tua saya, dan dia (ayah Jerico) tetap menantang penuh bahwa bela diri itu tidak sereceh itu,” tutur dia.