Ketika Samudra Mengajarku Jadi Pelaut dan Penjaga Kehidupan

Ketika Samudra Mengajarku Jadi Pelaut dan Penjaga Kehidupan

Terkini | okezone | Kamis, 31 Oktober 2024 - 17:07
share

SEMARANG – Sebagian orang menganggap laut adalah bentangan luas tak berujung yang memisahkan daratan. Bagi Renato Ido, lautan merupakan tempat menjalankan dua peran penting sebagai mualim 2 untuk memandu kapal melintasi samudra dan dokter darurat yang menjaga kesehatan kru.

Di usianya yang masih terbilang muda, 31 tahun, Renato telah mengabdikan hidupnya di atas kapal berukuran sangat besar milik PT Pertamina (Persero) yaitu Pertamina Gas 1 (PG-1). Pria asal Tuban Jawa Timur itu berbagi pengalaman yang tak hanya soal navigasi, tetapi juga tanggung jawab kemanusiaan.

Perjalanan hidup Renato di dunia maritim berawal dari mimpi sederhana di kota kelahirannya. Ia memilih menempuh pendidikan di Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang pada 2011, dan selama dua tahun pertama ia fokus pada teori dan praktik di kampus. Pada 2013, Renato berlayar sebagai kadet di kapal Pertamina, mengarungi lautan selama 13 bulan.

"Sejak jadi kadet, saya sudah belajar banyak tentang sistem dan manajemen kapal Pertamina. Jadi, setelah lulus, saya tidak ragu untuk kembali bekerja di perusahaan ini," kenangnya dengan semangat, dalam wawancara eksklusif melalui sambungan telepon dengan Okezone, saat kapalnya bersandar di Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (21/10/2024).

Renato lulus dari Pendidikan Pelaut pada tahun 2016, dan kembali bergabung dengan Pertamina. Tugasnya membawa kapal muatan minyak mentah hingga akhirnya berlabuh ke kapal gas membuatnya lebih mengenal dunia pelayaran.

"Saya sudah banyak mencoba berbagai jenis kapal. Saat lulus pertama kali, saya ditugaskan sebagai perwira di kapal crude oil selama kurang lebih tujuh bulan atau satu kontrak. Setelah itu, saya pindah ke kapal gas dan bertahan sampai sekarang," ungkapnya.

Karier Renato dimulai sebagai junior officer, atau yang biasa disebut mualim 4, setelah lulus pendidikan pelaut. "Saya awalnya menjadi mualim 4 di empat kapal. Setelah itu, saya naik menjadi mualim 3 dan bertugas di dua kapal. Kini, saya sudah menjadi mualim 2 di tiga kapal selama hampir dua tahun," kata Renato.

Bagi Renato, bekerja di kapal gas memiliki tantangan tersendiri, namun justru memberikan rasa nyaman karena standar keselamatan yang lebih ketat dibandingkan kapal jenis lain. Ia pun menyadari bahwa banyak orang awam yang menganggap kapal gas berbahaya.

"Kalau saya sendiri, saya lebih nyaman di kapal gas karena sistem manajemennya lebih safety. Standar keselamatan di kapal gas menurut saya jauh lebih tinggi, jadi saya merasa lebih tenang," jelasnya.

"Mungkin orang awam melihat kapal gas itu berbahaya. Tapi bagi kami, para pelaut yang sudah terbiasa di kapal gas, semakin tinggi standar keselamatan, semakin baik dan aman," ujar Renato.

Ia juga menekankan bahwa safety culture (budaya keselamatan) dan safety behaviour (perilaku keselamatan) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian para awak kapal gas. Renato menjelaskan, dalam setiap tugas di kapal gas, mitigasi risiko harus selalu dilakukan.

"Setiap hari, keselamatan adalah prioritas. Seperti saat ada tamu atau pengunjung yang naik ke kapal, mereka langsung mendapat safety induction (pelatihan keselamatan kerja). Ini kami lakukan ketika kapal sandar di Tanjung Sekong, Cilegon, pada Senin 23 September 2024 lalu. Pengunjung diajarkan apa saja yang tidak boleh dilakukan di area dek kapal, semuanya sudah menjadi budaya di kapal gas. Semakin tinggi standar keselamatannya, semakin hati-hati kami bekerja," tambahnya.

Topik Menarik