Dukung Kebijakan Ketahanan Pangan dan Energi Prabowo, AKAR Ajukan 5 Saran Ini

Dukung Kebijakan Ketahanan Pangan dan Energi Prabowo, AKAR Ajukan 5 Saran Ini

Nasional | sindonews | Senin, 20 Januari 2025 - 14:57
share

Pemerintah berencana menyulap seluas 20 juta hektare (ha) hutan menjadi lahan untuk cadangan pangan, energi, dan air. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni usai rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (30/12/2024) lalu.

Menurutnya, rencana itu guna memanfaatkan lahan hutan cadangan sebagai sumber ketahanan pangan, energi, dan air.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif AKAR Global Inisiatif, Erwin Basrin khawatir jika 20 juta hektare hutan akan memicu deforestasi dan kerusakan lingkungan jika dilakukan di kawasan hutan primer atau kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi.

“Hal ini akan mempercepat hilangnya hutan Indonesia yang sudah dalam kondisi kritis. Deforestasi ini akan memperburuk perubahan iklim, merusak ekosistem, dan mengancam spesies endemik. Pembukaan lahan dalam skala besar, jika tidak disertai pengelolaan yang hati-hati, dapat menyebabkan erosi, degradasi tanah, pencemaran air, dan gangguan siklus hidrologi. Ini pertimbangan dari segi ekologis yang ujungnya akan menyebabkan bencana ekologis,” tegas Erwin Basrin kepada wartawan, Senin (20/11/2025).

Meski demikian, jika kebijakan penyiapan 20 juta hektare hutan untuk cadangan pangan, air, dan energi akan tetap dilaksanakan, Direktur Eksekutif AKAR menyarankan agar tetap memperhatikan beberapa kondisi.

“Pemerintah harus memprioritaskan pemanfaatan lahan terdegradasi atau lahan tidak produktif daripada membuka hutan primer atau kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi. Lahan terdegradasi yang sudah tidak lagi berfungsi optimal dapat dipulihkan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan atau energi tanpa memperburuk deforestasi,” saran Erwin.

Selanjutnya, Erwin berharap pemerintah memperhatikan perlindungan terhadap hak masyarakat adat dan lokal harus menjadi prioritas utama. Sebelum membuka lahan, pemerintah perlu melakukan pemetaan wilayah adat dan pengakuan hukum terhadap hak-hak mereka.

Keterlibatan aktif masyarakat adat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan ini harus diwujudkan untuk mencegah konflik sosial dan pelanggaran hak asasi manusia.

“Pemerintah juga dapat menerapkan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan dalam kebijakan ini. Hal ini mencakup pemanfaatan sumber daya hutan dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem, melindungi habitat satwa liar, serta memastikan regenerasi hutan. Kebijakan ini harus didukung dengan regulasi yang ketat untuk mencegah eksploitasi berlebihan oleh pihak tertentu," harap Erwin lagi.

Selain itu, dirinya menyarankan agar pengawasan dan transparansi dalam pelaksanaan kebijakan harus diperkuat. Pemerintah perlu melibatkan pemantauan independen, baik dari LSM lingkungan, akademisi, maupun masyarakat sipil. Data terkait pembukaan lahan, alokasi penggunaan, dan dampaknya harus dapat diakses secara terbuka.

“Ini juga penting, pemerintah harus memastikan adanya kompensasi ekologis untuk setiap lahan yang dibuka. Salah satu caranya adalah dengan menanam kembali atau merehabilitasi kawasan hutan di wilayah lain yang telah rusak untuk menjaga keseimbangan karbon dan fungsi ekosistem,” papar Erwin.

Topik Menarik