Terima Uang Judol, PT AJP Ditetapkan Jadi Tersangka Korporasi
JAKARTA - PT AJP selaku pengelola Hotel Aruss Semarang ditetapkan sebagai tersangka korporasi, dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tindak pidana asal perjudian online.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf menjelaskan bahwa PT AJP telah berdiri sejak 2007 dan bergerak di bidang properti. Namun, kata Helfi, dalam periode 2020 hingga 2022, pihaknya menerima laporan bahwa terdapat transaksi mencurigakan yang masuk ke PT AJP.
"Perusahaan ini awalnya memang properti berjalan, dan tempus 2020 sampai dengan 2022, itu ada aliran masuk dana yang mencurigakan dan ini terdeteksi oleh PPATK sehingga memberikan informasi kepada kita dan kita langsung melakukan proses penyelidikan," kata Helfi dalam konferensi pers di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (17/1/2025).
Kemudian berdasarkan penyidikan, diketahui bahwa PT AJP menggunakan uang dari FH selaku komisaris perusahaan tersebut, untuk membangun dan mengelola Hotel Aruss Semarang.
"Kita lakukan upaya paksa, diantaranya yaitu penyitaan terhadap aset tersebut dan kita lakukan penetapan tersangka terhadap FH yang tadi kami sampaikan maupun korporasi," katanya.
PT AJP, kata Helfi, menampung seluruh dana judol dari rekening FH untuk membangun hotel tersebut, dan semua keuntungan dikembalikan ke PT tersebut, serta dinikmati oleh FH.
"Untuk mengaburkan asal-usul uang yang diterima oleh PT AJP sehingga dikelola oleh PT AJP, dibangunkan hotel, kemudian hasil operasional hotel tersebut juga dinikmati oleh FH," katanya.
"Untuk sumber rekening yang masuk ke PT AJP selain dari FH juga dari rekening penampung, ada beberapa transaksi yang masuk langsung dari rekening penampung," sambungnya.
Adapun PT AJP dikenakan pasal 6 Jo pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau pasal 303 KUHP selaku korporasi dengan ancaman hukuman pidana denda paling banyak Rp100 miliar.