Pembatasan Uang Kartal Perlu Dibarengi dengan Penguatan PPATK
Pembatasan uang kartal dianggap belum maksimal dalam mencegah suap tanpa adanya penguatan terhadap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sebab, saat ini berkembang keuangan digital.
Ketua IM57+ Praswad Nugraha menilai PPATK perlu ditingkatkan kewenangannya untuk bisa melakukan penyidikan. “Jika tidak ada penguatan lembaga PPATK, pembatasan peredaran uang kartal tidak akan efektif mencegah korupsi,” ujar Praswad melalui keterangan tertulisnya dikutip Jumat (1/11/2024).
"Karena selain uang tunai, media lain termasuk crypto dan valuta asing juga bisa dijadikan alat bayar yang efektif dan sulit terdeteksi," sambungnya.
Baca juga: Buntut Temuan Duit Zarof Ricar Hampir Rp1 Triliun, KPK Desak DPR Sahkan RUU Pembatasan Uang Kartal
Diketahui sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Uang Kartal. Hal itu buntut dari penemuan uang tunai hampir Rp1 triliun yang diduga terkait suap di kediaman eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar.
Uang itu dibiarkan dalam bentuk tunai guna mengakali kewajiban penyelenggara negara dalam melaporkan harta kekayaan mereka. Akan hal itu, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto meminta DPR segera mengesahkan RUU Pembatasan Uang Kartal.
"Selain RUU Perampasan Aset, kita juga mendorong terkait rencana undang-undang pembatasan uang kartal di DPR," kata Tessa yang dikutip Rabu (30/10/2024).
"Informasi terakhir bahwa RUU tersebut belum menjadi prioritas oleh para wakil rakyat di Senayan," sambungnya.
Tessa menjelaskan, dengan pengesahan RUU Uang Kartal bisa mencegah suap dengan penyerahan uang secara tunai. "Bertujuan untuk bisa memitigasi risiko seperti yang sudah disampaikan tadi, ditemukannya suap dalam bentuk uang tunai baik itu rupiah maupun valuta asing," pungkasnya.