Kata Nusantara dan Jawa Sentris Dicetuskan Mahapatih Gajah Mada
NUSANTARA menjadi nama ibu kota baru negara Indonesia. Tapi siapa sangka kosakata Nusantara itu sudah ada sejak Kerajaan Majapahit, tepatnya ketika Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa ketika menjadi mahapatih di Majapahit.
Dari sanalah awal mula politik nusantara kembali menyeruak setelah masa Kertanagara sudah memulai politik tersebut. Sumpah Gajah Mada itu ingin menyatukan nusantara tercetus, agar penundukan daerah-daerah di luar Jawa untuk digabungkan dengan Kerajaan Majapahit.
Kebijakan politik itu dimunculkan Gajah Mada untuk memupuk keagungan Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit diidentifikasikan dengan kerajaan dari Pulau Jawa. Dikutip dari buku "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit" dari sejarawan Prof. Slamet Muljana, politik Nusantara dimaksudkan untuk mengagungkan kerajaan di Jawa.
Cara berpikir yang demikian adalah cara berpikir Jawa sentris. Maksudnya ialah cara berpikir dengan Jawa sebagai pangkal bertolak. Pemikiran yang demikian pada zaman Majapahit abad 14 mudah dipahami, karena para pembesar Majapahit di bawah pimpinan Patih Amangkubhumi Gajah Mada memang bermaksud untuk mengagungkan Kerajaan Majapahit, dengan menundukkan pulau-pulau di luar Jawa.
Majapahit terletak di Pulau Jawa, para pembesarnya adalah orang Jawa. Sedangkan orang-orang Jawa pada waktu itu berpikir Jawa-sentris, hal itu sudah logis. Namun pengertian sumpah Nusantara itu zaman sekarang ditafsirkan sebagai usaha untuk mempersatukan Kepulauan Nusantara.
Tafsiran yang demikian adalah tafsiran zaman sekarang; tafsiran yang disesuaikan dengan politik Indonesia-sentris, bukan tafsiran yang sesuai dengan alam pikiran Jawa pada abad 14.
Kata nusantara sendiri memang berarti: pulau lain. Maksudnya pulau lain di luar Jawa. Pengertian nusantara itu sendiri sudah menunjukkan pemikiran Jawa-sentris; artinya memisahkan Pulau Jawa dari pulau-pulau lainnya.
Sebabnya ialah karena Pulau Jawa dijadikan pusat pemerintahan. Semuanya bertolak dari Jawa. Telah disinggung di muka bahwa kata nusantara dengan arti pulau lain di luar Jawa.
Kosakata nusantara ini ditemukan pertama kali pada Prasasti Sarwadharma atau Prasasti Panampihan bertarikh 1269. Di situ dikatakan bahwa Pulau Madura adalah Nusantara Madura, karena Madura terletak di luar Pulau Jawa. Sang Ramapati adalah ahli politik Nusantara Madura.
Pada Nagarakretagama pupuh LXXX/3 juga menyebut Pulau Bali Nusantara Bali, artinya Pulau Bali, yang terletak di luar Pulau Jawa. Di situ dikatakan bahwa Pulau Bali dalam segala hal mengikuti Pulau Jawa. Sebelum tahun 1269 kata nusantara belum digunakan dalam sastra Jawa kuna.
Demikianlah kata nusantara dengan pengertian pulau lain di luar Jawa, mulai digunakan dalam bahasa Jawa kuna sejak tahun 1269. Memang benar bahwa kata nusantara berasal dari kata Sansekerta dengan arti pulau lain, tetapi pengertian yang dikandungnya masih bersifat netral.
Kata nusantara dengan pengertian pulau lain di luar Pulau Jawa bersifat Jawa-sentris, mulai digunakan pada zaman Singasari dan dilanjutkan pada zaman Majapahit. Pemakaian kata nusantara dalam bahasa Jawa kuna dikaitkan dengan makna politik nusantara yang dianut pada zaman Singasari dan zaman Majapahit.
Sri Kertanagara adalah raja Jawa Timur yang pertama kali menerapkan politik nusantara. Sebelumnya politik yang diterapkan oleh raja-raja Singasari, pendahulu Sri Kertanagara berkisar pada penyatuan Janggala dan Kediri, mengikuti jejak politik Erlangga.
Dengan timbulnya Sri Kertanagara politik Kerajaan Singasari berubah arah. Sri Kertanagara mulai mengarahkan pandangan politiknya ke pulau-pulau di luar Jawa. Melalui ekspedisi militer beberapa daerah di luar Jawa seperti Bali, Tanjungpura, Pahang dan Suwarnabhumi berhasil ditundukkan dan dipersatukan dengan Pulau Jawa di bawah kekuasaan Singasari.