Perlindungan Hukum Guru Dalam Mendidik di Sekolah
Anton Hariyadi SH.,MH. Advokat /Pemerhati Pendidikan
GURU adalah jembatan menuju masa depan, sebagaimana memaknai kalimat ini Guru seharusnya tidak dipandang sekadar salah satu profesi saja, namun juga sebagai pilar utama dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Profesi seorang Guru tidak hanya terbatas pada kegiatan proses belajar mengajar di mana diharapkan terjadinya Transfer of Knowledge atau perpindahan ilmu pengetahuan dari pengajar kepada yang diajar, namun lebih dari itu Guru juga berperan dalam aktifitas yang lebih penting yaitu Transfer of Character yang dapat dimaknai dengan proses perpindahan karakter-karakter tertentu dari seorang pengajar kepada yang diajar, sehingga dalam hal ini dapat dipastikan bahwa fungsi seorang Guru juga termasuk mendidik, membimbing, melatih, menilai, mengarahkan serta mengevaluasi peserta didiknya.
Dalam ketentuan hukum di Indonesia mengenai Guru diatur di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, di mana undang-undang ini menegaskan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhui kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menerangkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, Guru memiliki kewajiban untuk :
a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi pembelajaran.
b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran,
d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik Guru, serta nila-nilai agama dan etika, dan
e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa
Misteri Makam Raja Airlangga, Penganut Agama Wisnu yang Diarcakan di Kaki Gunung Penanggungan
Berdasarkan ketentuan didalam pasal tersebut, secara hukum profesi Guru di Indonesia memiliki beban yang besar, karena tuntutan itu tidak hanya sebatas memberikan pengajaran namun juga dituntut untuk selalu bisa menyesuaikan diri yang tidak hanya terbatas pada ilmu pengetahuan tapi juga dengan perkembangan teknologi dan seni yang begitu cepat berkembang di zaman ini.
Namun di samping itu, Guru juga mendapat jaminan hukum dalam hal memberikan penilaian dan mengevaluasi pembelajaran dalam proses pembelajaran bermutu yang diharapkan, sehingga dapat di yakini pula jika Guru juga memiliki kebebasan dalam memberikan sanksi sepanjang sanksi tersebut masih bagian dari proses pembelajaran dan tidak bertentangan dengan hukum, kode etik Guru serta nilai nilai yang berlaku baik itu nilai agama etika dan sosial dimasyarakat.
Namun sejauh ini, banyak kasus yang ditemui di indonesia terkait penindakan hukum yang terkesan berlebihan terhadap oknum Guru. Hal ini dipicu dari pemeberian sanksi yang diberikan oleh Guru terhadap siswanya ketika proses belajar mengajar berlangsung, dengan tidak mengenyampingkan hak seorang siswa sebagai anak yang diatur didalam Undang-undang Tentang Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014, hak Guru terhadap perlindungan hukum dalam menjalankan tanggung jawab profesinya haruslah tetap diutamakan.
Sebagaimana prinsip Transfer of Character yang diharapkan dalam proses pembelajaran, beberapa sanksi yang diberikan oleh Guru pada dasarnya memiliki tujuan untuk tetap menjaga kemurnian tujuan dan ketertiban dalam proses pembelajaran, sesuai dengan pernyataan “Kita Maju Karena dipukul Rotan Guru” oleh Wakil Presiden Indoensia ke 10 dan 12 Indonesia, Muhammad Jusuf Kalla dalam orasi kebangasaan di UMS.
Kalimat ini pada dasarnya bukanlah bentuk dukungan terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Guru, namun bentuk peranan penting Guru dalam pembentukan mental dan karakter seseorang. Adapun dalam Pasal 42 Undang-Undang Guru dan Dosen, menyebutkan perihal bantuan hukum dan perlindungan bagi profesi Guru merupakan kewenangan dari Organisasi Profesinya.
Dengan demikian alur terhadap perlindungan hukum Guru juga sudah turut serta dijamin didalam UU ini, namun dalam pelaksanaannnya masih ada penindakan hukum terhadap Guru yang dinilai terlalu berlebihan dan belum maksimalnya proses pemberian bantuan hukum, sehingga tidak jarang kita dengar ada Guru yang di penjara karena menegur atau memukul siswanya seperti kasus yang dihadapi Sambudi seorang Guru yang divonis tiga bulan penjara karena mencubit siswanya yang tidak mau disuruh menjalankan ibadah dan Supriyani seorang Guru Honorer di Konawe Selatan yang ditahan karena dituduh memukul muridnya yang merupakan anak seorang polisi.
Benar jika hal ini dilihat secara kasuistis terkait tindakan fisik akan menimbulkan dampak yang buruk bagi anak sebagai korban, namun dapat dipahami kembali bahwa beberapa tindakan yang dilakukan oleh beberapa Guru tersebut tujuan besarnya adalah penerapan Transfer of Character seorang Guru yang tujuannya pada penegasan akan nilai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh siswanya.
Sekali lagi, dengan mengedepankan perlindungan hukum terhadap Guru bukan berarti harus mengenyampingkan ketentuan hukum tentang perlindungan anak, namun dengan mengutamakan upaya Restorative Justice dalam penyelesaian kasus dan tetap mengedapankan asas Persumption of Innocence sehingga jaminan perlindungan terhadap profesi yang menjadi jembatan untuk masa depan ini tetap dapat dimaksimalkan dan jaminan terhadap perlindungan Anak di lingkungan sekolah juga tetap berjalan.