Sepak Terjang Amir Syarifuddin, Tokoh Pemberontakan PKI Madiun yang Berakhir Dieksekusi Mati

Sepak Terjang Amir Syarifuddin, Tokoh Pemberontakan PKI Madiun yang Berakhir Dieksekusi Mati

Nasional | okezone | Jum'at, 20 September 2024 - 07:15
share

PEMBERONTAKAN Madiun 1948 menjadi salah satu peristiwa bersejarah yang mempertunjukkan kebiadaban Partai Komunis Indonesia (PKI). Salah satu tokohnya, Amir Syarifuddin.

Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) itu dianggap paling bertanggung jawab terhadap meletusnya pemberontakan tersebut. Ia pun ditangkap dan ditembak mati. Amir bukan orang sembarangan, sepak terjangnya di politik terbilang tulen.

Amir pernah mengetuai delegasi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda di atas kapal Renville berakhir usai pemberontakan PKI Madiun 1948. Dia ditangkap pada 30 November 1948, yakni setelah meletus peristiwa Madiun.

Penangkapan Amir dilakukan di wilayah Kelambu, Purwodadi, Jawa Tengah bersama dua orang kolega politiknya, yakni Harjono (ketua SOBSI) dan Suripno (mantan menteri). Mereka dijebloskan ke dalam penjara Kudus, Jawa Tengah.

Sepak terjang Amir tercatat pada 7 September 1948 meninggalkan Yogyakarta bersama Musso dan Harjono, masih melakukan roadshow politik. Dia tercatat bukan lagi perdana menteri dan menteri pertahanan.

Presiden Soekarno secara resmi mengumumkan pengunduran diri pemerintahan Amir pada 22 Januari 1948, Kemudian, menunjuk Wakil Presiden Moh Hatta untuk membentuk pemerintah baru.

Amir terus bergerak dan pun memutuskan keluar dari ibu kota Yogyakarta. Mulai 7 September 1948, Amir selama sepekan menghadiri rapat-rapat umum yang berlangsung di sejumlah daerah.

Pada 7 September 1948, Amir hadir di kongres serikat buruh gula di Solo, Jawa Tengah. Kemudian, pada 8 September 1948 menghadiri kongres di Madiun, 10 dan 11 September 1948 hadir di Kediri, 13 September 1948 hadir di Jombang, 14 September 1948 di Bojonegoro, 15 September 1948 di Cepu dan 17 September 1948 di Purwodadi Jawa Tengah.

Dalam buku Mencari Kiri, Kaum Revolusioner Indonesia dan Revolusi Mereka (2011) disebutkan pria kelahiran Medan 27 April 1907 itu sempat bermalam di Purwodadi. Di malam yang sama, pergolakan panas telah terjadi di Madiun.

Soemarsono, Ketua Komite tetap Kongres Pemuda yang bertempat di Madiun melakukan gerakan yang menekan tentara. Semua kesatuan tentara yang dianggap mengganggu keamanan umum kota, ia lucuti.

Secara radikal, Soemarsono mengganti residen Sumadikun yang tidak di tempat dengan Wakil Wali Kota Supardi dari FDR. Suhu politik Madiun pun sontak panas. Pada 18-19 September 1948 malam, Amir beserta rombongan, yakni termasuk Musso bergerak ke Madiun.

Mereka datang untuk memenuhi permintaan pimpinan FDR setempat. Presiden Soekarno pada 19 September 1948 petang menyebut peristiwa Madiun sebagai kudeta. Bung Karno mengutuk kudeta PKI Musso dan Amir Syarifuddin di Madiun.

Bung Karno juga berseru kepada golongan loyalis untuk merebut Madiun. Pilih Soekarno-Hatta atau Musso dengan PKI nya, tegas Soekarno.

Tak tinggal diam, pada 23 September 1948, Amir berusaha membalas Soekarno dengan pidato tandingan yang menyatakan menolak tuduhan kudeta. Amir juga berusaha mendinginkan suasana politik.

Pidato Amir melalui radio Madiun menolak tuduhan kudeta kaum komunis di Madiun, dan berusaha meredakan suasana, ujarnya.

Pemerintahan Soekarno kukuh menganggap peristiwa Madiun yang berhasil dipadamkan sebagai upaya pemberontakan. Amir yang menjalani interview di penjara Kudus pada 2 Desember 1948, tetap menyangkal tuduhan kudeta yang direncanakannya.

Dua hari kemudian atau 4 Desember 1948, Amir bersama dua koleganya dipindah ke rumah tahanan di Benteng Yogyakarta. Sebelumnya, ia diarak keliling kota sebagai pesakitan politik.

Amir secara diam-diam dibawa ke Solo, Jawa Tengah masih di bulan Desember 1948. Ia diangkut dengan truk bersama sebelas orang tahanan politik lain. Pada tengah malam 19 Desember 1948, Amir, pesakitan pertama dieksekusi mati di wilayah Desa Ngalihan, dekat Solo.

Topik Menarik