Megawati: Putusan MK Final, bila Diingkari Melanggar Konstitusi

Megawati: Putusan MK Final, bila Diingkari Melanggar Konstitusi

Nasional | okezone | Kamis, 22 Agustus 2024 - 15:37
share

JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri , menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat. Bila diingkari berarti terjadi pelanggaran konstitusi.

Hal itu disampaikan Megawati saat memeberikan pidato pada acara pemberian dukungan calon kepala daerah di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024). Mulanya, Megawati menegaskan peran dan fungsi MK yang tercantum dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bahwa putusan MK bersifat final.

"Pasal 24C ayat 1 (UUD 1945), MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, final, Final. Kalau kerennya kan, final and binding. Keren toh," terang Megawati.

Ketentuan tersebut berlaku pada putusan MK yang menguji sebuah produk undang-undang (UU). "Berarti UU berada di bawahnya, terhadap UUD," terang Megawati.

Seandainya ada orang yang menyalahi UUD, Presiden ke-5 RI ini menyebutnya bukan orang Indonesia. Orang tersebut telah melanggar konstitusi.

"Kalau ada orang yang akan menantang apa yang berbunyi di pasal-pasal ini, maka dia bukan orang Indonesia. Saya enggak mau salah aturan. Jadi apa amanat ini? Tidak bisa ditafsirkan lain. Karena itulah mengingkari keputusan MK, sama saja artinya dengan pelanggaran konstitusi," ujarnya.

Sebagai informasi, MK telah mengabulkan permohoman untuk sebagian terhadap gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024, yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait syarat pencalonan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.

"Satu, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Hakim MK, Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Selasa (20/8/2024).

Dua, menyatakan pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 1 tahun 205 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali lota menjadi undang-undang (lembaran negara republik indonesia tahun 2016 nomor 130, tambahan lembaran negara republik Indonesia nomor 5859) bertentangan dengan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 (sepuluh persen) di provinsi tersebut.

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta jiwa) sampai dengan 6.000.000 (enam juta jiwa), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.00 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 di provinsi tersebut.

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 di provinsi tersebut.

Topik Menarik