Potret Hangat Kekerabatan Pendaki Jabodetabek, Saudara Walau Tidak Sedarah

Potret Hangat Kekerabatan Pendaki Jabodetabek, Saudara Walau Tidak Sedarah

Nasional | sindonews | Senin, 29 Juli 2024 - 11:35
share

AWAN tipis menyelimuti langit Panorama Pinus Pasiran Tengah, Cijeruk, Bogor, Jawa Barat, pagi itu. Dari kejauhan terlihat ratusan orang sibuk membongkar tenda dome yang bertebaran di hamparan rumput yang sekelilingnya dikepung pohon pinus, perbukitan, gunung, dan hijaunya hutan.

baca juga: Pesan Para Pendaki U-Forty, Bersama Merajut Harmoni dari Tanah Puyang

“Om Don, sudah lama kita tidak bertemu. Apa kabar, foto dululah kita,” teriak serombongan keluarga usai memberesi tenda berikut peralatan camping-nya. Sementara tanpa rasa canggung, pria yang disapa Om Don tadi, dengan ramahnya melayani satu persatu permintaan orang-orang yang mengajak berfoto.

“Ayo…ayo…sini…merapat. Semuanya harus masuk (dalam foto), jangan ada yang ketinggalan. Motretnya jangan sekali, ambil banyak-banyak. Biar fotonya banyak pilihan. Nanti, sebelum diposting ke medsos, fotonya pilih yang bagus-bagus ya,” seloroh om Don disambut senyum mengembang orang-orang yang berfoto.

Tidak hanya satu rombongan itu. Di tempat lainnya, serombongan keluarga dan teman-temannya juga nampak berebut berswafoto dengan seorang pria yang terlihat tertatih memegang tongkat. “Om Icin, sini om. Kapan lagi kita bisa foto bersama kayak ini. Kalo sudah pulang, kita kan sudah sibuk dengan urusan masing-masing,” celoteh seorang ibu sambil menyeret anak perempuannya dan suaminya.

Tenda-tenda peserta Silaturahmi 3 Forum Pendaki Jabodetabek, di Panorama Pinus Pasiran Tengah, Cijeruk, Bogor, Jawa Barat, pada 27-28 Juli 2024.

Rombongan orang-orang yang berebut foto dengan Om Don dan Om Icin tadi adalah para pendaki gunung yang mengikuti acara Silaturahmi 3 Forum Pendaki Jabodetabek, di Panorama Pinus Pasiran Tengah, Cijeruk, Bogor, Jawa Barat, pada 27-28 Juli 2024. Orang yang disapa Om Don tak lain Don Hasman, dan Om Icin adalah Syamsirwan Ichien.

Diketahui, Don Hasman adalah seorang fotografer yang memilih menekuni dunia etnofotografi. Jurnalis foto yang juga senior Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Universitas Indonesia (UI) ini telah berkecimpung dalam dunia fotografi selama 62 tahun, dimulai sejak tahun 1980-an.

Objek potretnya terkonsentrasi pada aspek-aspek antropologi mengenai daerah-daerah yang berada di pelosok Indonesia yang didapatkan melalui kunjungannya pada daerah-daerah tersebut. Ia pernah meraih penghargaan 100 Famous Photographers in The World dari Pemerintah Prancis pada tahun 2000.

baca juga: Senior Pecinta Alam, Bang Djajo Meninggal Dunia

Pada usia 70 tahun, Don Hasman pernah berjalan kaki dari Saint-Jean-Pied-de-Port, Prancis hingga Katredal Santiago de Compostela, Spanyol, menempuh seribu kilometer dengan tujuan mengabadikan semua yang dilihatnya dengan kamera selama perjalanan. Perjalanan ini ditempuhnya dalam waktu 35 hari. lebih dari 14.000 foto berhasil diperoleh dalam perjalanan ini.

Don Hasman yang kini berusia 84 tahun dan masih sangat bugar bahkan kerap berjalan kaki 30 km sehari, menyatakan alasan ketertarikannya pada fotografi, yaitu "memotret peristiwa kehidupan sehari-hari kita bisa menghentikan waktu dengan melihat hasil foto yang berbeda dengan kejadian setelah kita memotret.

Sementara itu, Syamsirwan Ichien adalah anggota kehormatan Mapala UI yang di masanya senang menjelajah daerah-daerah di Indonesia. Sebagai seorang fotografer, ia kerap mendokumentasikan banyak kegiatan ekspedisi dan aktivitas para petualang Indonesia, salah satunya legenda petualang Norman Edwin.

Pada 1988 silam, Syamsirwan Ichien sempat mendokumentasikan perjalanan seorang jurnalis sekaligus petualang Effendi Sulaiman yang berlayar dengan perahu kayu berukuran kecil. Ekspedisi yang diberi nama Cadik Nusantara ini dilakukan Effendi Sulaiman seorang diri dan sukses berlayar sampai ke Brunei Darussalam.

(Kiri kanan) Ketua Forum Pendaki Jabodetabek Nusron, owner Bumi Cantigi Uncle Ben, Fotografer senior Don Hasman, anggota Kehormatan Mapala UI Syamsirwan Ichien, dan jurnalis sekaligus aktivis pencinta alam Hendri T Asworo.

"Saya waktu itu sempat mendokumentasikan ekspedisi tersebut, memotret kapalnya dan sempat juga menjajal kapalnya walau cuma sebentar. Tapi sayang, banyak catatan dan berita di media tentang ekspedisi Cadik Nusantara tersebut, tapi belum juga dibukukan. Jadi generasi muda banyak yang tidak tahu ceritanya, terputus," ujar Ichien.

Selain dua pria hebat itu, acara camping ceria yang dihadiri sekitar 600 pendaki tersebut juga menghadirkan Uncle Ben, selaku owner Camping Ground Bumi Cantigi, Cidahu, Jawa Barat. Dalam kesempatan tersebut, pria yang akrab disapa Kang Iben ini berbagi ilmu dan pengalamannya kepada para pendaki tentang kiat-kiat berbisnis di bincang santai bertajuk “Bisnis Sukses Berbasis Hobi”.

“Saya lihat banyak emak-emak yang berjualan makanan dan berbagai perlengkapan pendakian. Ini sangat bagus, turut menghidupkan kegiatan UMKM. Tinggal ke depannya ditata lebih rapi dan di-manage. Kalau ada acara seperti ini lagi bisa disediakan stan-stan untuk yang berjualan. Produk yang dijual juga bisa lebih beragam,” kata Kang Iben.

Di sela ratusan pendaki yang asyik bercengkrama dan bersenda gurau, ternyata diam-diam juga hadir petualang Abdul Aziz, salah satu kru Ekspedisi Kapal Borobudur dan Ekpedisi Kapal Phoenicia Before Columbus. Kepada sejumlah pendaki yang penasaran dengan petualangannya, laki-laki pendiam yang ‘kurang suka’ keramaian ini sempat menceritakan sekelumit kisah perjalanan ekspedisinya.

“Tidak cukup waktu saya ceritakan semuanya. Cerita perjalanan itu bisa dibaca di media, salah satunya di SINDOnews.com. Dan sudah ada bukunya juga, Susuk Kapal Borubudur dan Di Atas Kapal Firaun,” ujar Aziz, yang pernah menjejakkan kakinya di duapuncak tertinggi dunia, gunung Elbrus dan Kilimanjaro.

baca juga: Gaya Asyik Kedai Kopi Bumi Citarik Menguliti Buku “Susuk Kapal Borobudur”

Cerita pengalaman diseling senda gurau sejumlah petualang Indonesia bersama para pendaki Jabodetabek berikut keluarga besarnya, layaknya potret akrab kekerabatan dan kehangatan orang-orang Indonesia pada umumnya. Tak kalah penting, ajang silaturahmi berbalut camping ceria seperti yang dilakukan para pendaki Jabodetabek ini, tentu makin menguatkan rajutan persaudaraan antar pendaki kendati tidak sedarah.

“Persaudaraan yang tidak tersekat status dan profesi, apalagi senior dan yunior. Kegiatan ini tak ubahnya wadah besar keluarga yang di dalamnya tumbuh rasa kebersamaan dan budaya egaliter (kesetaraan), namun tetap saling menghargai dan menghormati satu sama lain,” ujar Nusron, Ketua Forum Pendaki Jabodetabek sekaligus panitia acara.

Topik Menarik