Mantab! Indonesia Akan Produksi Kolagen Halal dari Kulit Kambing dan Membran Kerabang Telur
"Kolagen yang banyak beredar saat ini adalah kolagen impor dengan harga tidak murah dan tidak diketahui secara pasti kehalalannya," kata peneliti di PRTPP BRIN Rina Wahyuningsih dalam Webinar Tren Riset Produk Hewani: Tantangan dan Peluang yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Jumat (21/10).
Rina menuturkan saat ini Indonesia masih mengimpor kolagen dan belum bisa memproduksi kolagen sendiri padahal semakin hari permintaan kolagen semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pola pikir masyarakat untuk meningkatkan konsumsi pangan yang memiliki nilai tambah kesehatan.
Selain itu, masyarakat cenderung kembali untuk menggunakan bahan alami karena dinilai lebih aman dibandingkan dengan mengonsumsi obat-obatan yang berasal dari senyawa sintetik.
"Produk pangan yang diperkaya dengan kolagen memiliki nutrisi yang baik untuk kesehatan tubuh karena salah satu manfaat kolagen adalah mengencangkan kulit dan mencegah penuaan," katanya.
Rina mengatakan semakin bertambah umur, maka intensitas kolagen dalam tubuh semakin berkurang. Oleh karena itu, masyarakat perlu mendapatkan kolagen dengan mengonsumsi suplemen makanan yang mengandung kolagen.
"Salah satu produk pangan yang banyak dicari masyarakat pada akhir-akhir ini yaitu suplemen kesehatan, minuman kesehatan, kosmetik dengan komposisi kolagen yang dijamin kehalalannya," ujar dia.
Kolagen yang berasal dari membran kerabang telur tidak memiliki sifat risiko penyakit seperti auto imun dan reaksi alergi. Namun, pengembangan atau pemanfaatan membran kerabang telur untuk mendapatkan kolagen belum banyak dilakukan.
Oleh karena itu, pada 2022, Rina dan tim melakukan riset dan pengembangan untuk mendapatkan kolagen dari membran kerabang telur. Sementara, penelitian terkait ekstraksi kolagen dari kulit kambing sudah dilakukan pada 2016.
Sejumlah proses yang dilakukan untuk mengekstraksi kolagen dari kulit kambing antara lain kulit kambing direndam dulu dengan natrium hidroksida selama satu hari, kemudian diekstrak dengan menggunakan asam asetat selama dua hari.
Selanjutnya, dilakukan penyaringan dan presipitasi dengan natrium klorida atau garam. Setelah itu, dilanjutkan dengan sentrifugasi (centrifugation) dan pengeringan beku terhadap endapan.
Rina berharap ke depan dapat dilakukan hilirisasi dan komersialisasi hasil riset untuk membantu memenuhi kebutuhan kolagen halal di Indonesia dengan memanfaatkan sumber daya lokal. (ant/KoranJakarta)