6 Adab Ini Tegaskan Mengapa Muliakan Tamu Dikaitkan dengan Iman Seseorang

6 Adab Ini Tegaskan Mengapa Muliakan Tamu Dikaitkan dengan Iman Seseorang

Nasional | republika | Kamis, 10 Maret 2022 - 14:35
share

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Dalam relasi sosial, umat Islam dipatutkan menjaga adab sebagaimana ciri khas seorang Muslim. Termasuk di dalamnya adalah adab saat menjamu dan menghadiri tamu undangan.

Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam kitab Minhaj al-Muslim menjelaskan sejumlah adab seorang Muslim saat menjamu dan menghadiri tamu undangan.

Pertama , hendaknya tidak berlama-lama di rumah mereka agar tidak mengganggu. Dan jangan juga tergesa-gesa untuk datang, agar tidak membuat mereka kaget karena belum siap yang mana bisa saja mengganggu mereka.

Kedua, apabila memasuki ruangan majelis hendaknya tidak mengedepankan diri, akan tetapi hendaknya bersikap tawadhu (rendah hati). Lalu apabila tuan rumah mempersilakan duduk di suatu tempat, maka duduklah di situ dan jangan meninggalkannya.

Ketiga , hendaknya segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena segera menyuguhkan hidangan itu pertanda menghormatinya.

Rasulullah SAW telah memerintahkan kita untuk menghormati tamu. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

Man kaana yuminu billahi wal-yaumil-akhir fal-yukrim dhaifahu. Yang artinya: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir (Kiamat) maka hendaklah dia memuliakan tamunya,.

Keempat, hendaknya tidak segera mengangkat (menarik kembali) makanan sebelum mereka benar-benar tidak mengambilnya dan semua hadirin benar-benar selesai makan.

Kelima , hendaknya menghidangkan makanan diri, sedangkan berlebih-lebihan adalah sikap memaksakan diri dan ada unsur pamernya. Kedua sikap itu semuanya tercela.

Keenam, apabila seorang Muslim menginap sebagai tamu di rumah orang, hendaknya tidak lebih dari tiga hari. Kecuali jika yang ditamui memaksanya untuk tinggal di rumahnya lebih dari itu.

Topik Menarik