Marinus Yaung : KPU  Harus Minta  Maaf kepada Rakyat Papua

Marinus Yaung : KPU Harus Minta Maaf kepada Rakyat Papua

Terkini | jayapura.inews.id | Minggu, 26 Januari 2025 - 13:37
share

JAYAPURA, iNewsJayapura.id -Drama penggunaan dokumen persyaratan administrasi calon yang tidak sah dan diduga palsu berupa Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya dan Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana atau dikenal dengan Suket 539 dan 540 oleh Calon Wakil Gubernur dari Pasangan Nomor 1 (BTM-YB), akhirnya terjawab.  

Terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku, dijatuhi sanksi peringatan keras kepada TERADU I, II, III, IV dan V, demikian bunyi amar Putusan yang dibacakat Ketua DKPP Heddy Lugito Jumat (24/01/2025).

Menanggapi putusan DKPP ini, pengamat kepemiluan Marianus Yaung mengapresiasinya. Menurutnya, putusan ini bukan hanya menjadi pembelajaran bagi KPU Papua tapi sekaligus   pembelajaran bagi masyarakat Papua yang selama Ini disuguhi informasi dan pemahaman  yang  menyesatkan dengan narasi bahwa masalah ini sudah ditolak Bawaslu, PTUN  dan sebagainya.  

"Nah, sekarang apa yang menjadi perbincangan publik bahwa ada calon yang menggunakan dokumen persyaratan yang tidak benar, tidak sah atau diduga palsu tetapi diloloskan oleh KPU Papua, akhirnya  terjawab,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Minggu (26/01/2025).

Mantan komisioner KPU Kota Jayapura ini menambahkan, jika mengikuti putusan DKPP dengan cermat, terungkap fakta-fakta yang mencengangkan. Dirinya mencatat setidaknya ada empat fakta penting. Pertama, ternyata penggunaan dokumen persyaratan yang tidak sah atau diduga palsu ini sudah terjadi  sejak awal pendaftaran.

Kedua, dokumen persyaratan tersebut tidak pernah diperbaiki pada masa dan tahapan perbaikan persyaratan calon (6-8 September 2024)  dan ketiga, sebelum KPU Papua menetapkan pasangan calon pada 22 September 2024, Pengadilan Negeri Jayapura telah menyampaikan klarifikasi tertulis kepada KPU Papua yang menyatakan tidak pernah mengeluarkan Suket 539 dan Suket 540 kepada Yermias Bisai, SH dan kedua Suket tersebut terdaftar atas nama orang lain yaitu Semuel Fritsko Jenggu.  

“Keempat, KPU Papua melakukan pelanggaran perundang-undangan karena menerima dokumen persyaratan baru milik Yermias Bisai, SH di tanggal 20 September 2024  atau diluar dari tahapan dan jadwal yang diatur dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024.  Jadi ini clear sekali,  pelanggarannya sangat sempurna  dan terjadi di depan mata penyelenggara maupun pengawas”ungkapnya.

Sebagai mantan komisioner KPU, dirinya pun mengaku sulit membayangkan pelanggaran yang terjadi. Menurutnya, hal itu hanya bisa dilakukan oleh komisioner yang berani dan telah hilang rasionalitasnya.

“Kalau hanya sekedar salah prosedur, kurang cermat, tidak ada koordinasi,  salah ketik dan sebagainaya, saya kira biasalah dan sering terjadi dimana-mana. Tapi kalau seperti itu, tidak wajar," kata Marinus Yaung.

Namun, dirinya mengaku bersyukur lantaran komisioner KPU Papua tidak diberhentikan kendati tidak mengetahui pertimbangan apa yang digunakan oleh DKPP. Namun perlu diingat bahwa peringatan keras adalah sanksi yang levelnya satu tingkat di bawah pemberhentian.

Akademisi Uncen Jayapura yang dikenal cukup kritis ini juga menilai dalam perspektif moral, KPU Papua seharusnya meminta maaf kepada seluruh rakyat Papua lantaran telah menciptakan kegaduhan dan menciderai proses demokratisasi dalam kontestasi Pilkada yang pertama kali dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia dalam sejarah demokrasi.

“Ini yang patut disesali karen akibat putusan DKPP, nama baik lembaga KPU sudah pasti tercoreng. Disisi lain tanpa disadari, tindakan KPU Papua sangat merugikan BTM sebagai Calon Gubernur karena putusan DKPP akan menjadi novum atau bukti baru  yang bisa dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperkuat gugatan Pemohon,” jelasnya.

Dia juga mengingatkan, jika sampai putusan DKPP berakibat diskualifikasi di MK, yang paling bertanggungjawab adalah KPU Papua lantaran secara tidak langsung telah menyandera kepentingan hukum dan politik BTM di MK.

Topik Menarik