Cerita Warga Gunungkidul Konsumsi Belalang: Rasanya Kayak Udang, Harganya Rp190 Per Kg

Cerita Warga Gunungkidul Konsumsi Belalang: Rasanya Kayak Udang, Harganya Rp190 Per Kg

Infografis | sindonews | Selasa, 28 Januari 2025 - 18:14
share

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana mewacanakan bakal menjadikan serangga sebagai menu Makan Bergizi Gratisdi daerah tertentu. Alasannya, dia menganggap ada daerah yang sudah mengkonsumsinya sejak lama.

Dadan menyebut belalang sudah lazim dikonsumsi di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyarta (DIY). Pun demikian dengan ulat juga dimakan di daerah ini. Konon di Papua juga mengkonsumsi ulat sagu sebagai makanan sehari-hari.

Di Gunungkidul, belalang memang menjadi makanan yang sangat lazim dikonsumsi. Rasanya yang gurih layaknya udang terkadang membuat ketagihan. Di wilayah ini, belalang biasanya dimasak dengan cara digoreng biasa ataupun dimasak bumbu bacem baru kemudian digoreng.

Yuni, warga Kalurahan Gading, Kecamatan Playen, Gunungkidul mengaku sesekali membuat walang goreng untuk dimakan sendiri dan kadang disimpan untuk lauk. Paling sering dia menggoreng belalang di musim padi hendak dipanen.

"Saya seringnya memasak walang dami. Dami itu berasal dari kata damen (batang daun padi)," tuturnya.

Biasanya dia mendapatkan belalang Dami dari tetangganya yang sering berburu di sawah. Dia mendapatkan walang dami 1 botol air mineral ukuran 500 ml seharga Rp30.000-Rp50.000.

Sesekali dia juga turut berburu belalang dami ini ke sawah. Belalang dami hanya bisa didapatkan antara waktu maghrib hingga isya. Jika di luar jam tersebut, maka belalang Dami sangat sulit untuk didapatkan.

"Biasanya ada di balik daun. Harus jeli karena warnanya sama dengan daun," ujarnya.

Ketika sampai rumah, maka dia harus membersihkan terlebih dahulu kotoran belalang sampai bersih sebelum digoreng. Bumbu bacem menjadi favorit keluarganya untuk menikmati belalang goreng ini. Dengan nasi yang lembut dan panas ditambah sambel bawang, maka bakal terasa nikmat.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Trisna asal Putat, Kecamatan Patuk. Dia mengaku seringnya hanya menggoreng belalang dami karena memang harganya yang terjangkau. Jika belalang kayu yang biasa didapati di pusat oleh-oleh, harganya sudah sangat mahal.

"Rp160.000 per kilo kalau yang belum betetan (dibersihkan kotorannya). Kalau sudah bersih itu jadi Rp190 ribu per kilonya. Sudah kayak daging sapi kan harganya. Belum kalau mateng bisa setengah juta," katanya.

Menurutnya, wajar jika belalang kayu sangat mahal karena untuk mencarinya cukup sulit. Meski habitatnya sama di pepohonan atau rerumputan tetapi sekarang sangat sulit. Dan sekarang ternyata banyak didapat dari Purworejo ataupun kota lain karena di Gunungkidul langka.

Salah satu warga Putat, Patuk yang usianya sudah 90 tahun lebih, Samirah mengatakan tidak ada yang tahu sejak kapan belalang dikonsumsi. Karena sejak dirinya kecil, orangtuanya sudah biasa memberi dirinya lauk dari belalang. "Dulu kalau bapak pulang dari sawah itu bawa belalang kemudian dimasak oleh simbok," katanya.

Sumirah menambahkan tidak semua belalang bisa dikonsumsi. Karena ada belalang yang dikonsumsi bisa langsung menimbulkan gatal-gatal. Sementara untuk walang Sangit sudah jarang dikonsumsi kecuali pas jaman sulit makan tahun 60 yang lalu.

Dia menyebut belalang ada beberapa di antaranya adalah belalang kayu yang biasa hidup di pepohonan dan tamaman jagung. Kemudian belalang Dami yaitu belalang yang biasa menggerogoti daun padi. Kemudian belalang atau Walang kekek bisa dimakan tetapi tidak ada yang suka.

"Walang Gambuh tidak bisa dimakan karena menimbulkan rasa gatal dan walang Sangit karena baunya yang menyengat tidak dikonsumsi," katanya.

Tidak semua orang bisa mengkonsumsi belalang ini. Karena bagi yang alergi, maka bisa langsung gatal-gatal. Belalang bisa menimbulkan alergi karena memang mengandung protein yang cukup tinggi.

Topik Menarik