Serangan Balasan Pejuang Padri saat Serdadu Belanda Kuasai Kota Agam
Pasukan kompeni Belanda terus mengobarkan peperangan terhadap kaum Padri. Tapi, penyerangan itu dibalas pejuang Padri dengan frontal apalagi pascapendudukan daerah VI di Kota Agam oleh pasukan Belanda yang membuat kemarahan kaum Padri di Bonjol.
Kematian perwira Belanda Letnan Kolonel Raaff karena sakit pada 19 April 1824 merupakan kesempatan baik bagi kaum Padri untuk kembali mengobarkan perang. Naskah perjanjian perdamaian dikirimkan kembali kepada pihak Belanda dan mereka mulai mengadakan gerakan pasukan ke sebelah tenggara Tanah Datar.
Tawaran perdamaian dibalas dengan penyerangan kaum Padri terhadap pos Belanda di Saruaso. Serangan itu dibalas pasukan Hindia Belanda dengan kekuatan 120 serdadu pada 17 Juli 1824 seperti dikisahkan "Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia".
Pasukan Belanda itu dikirim ke Saruaso lalu membakar kampung tempat markas pejuang Padri. Namun, ketika penjajah Belanda akan kembali ke Saruaso di suatu lembah yang sempit telah diserang dengan tiba-tiba oleh pejuang Padri yang cukup kuat.
Pasukan Belanda akhirnya melakukan perlawanan dengan susah payah Belanda menelan korban jiwa 30 serdadu. Sisa pasukan akhirnya berhasil kembali ke Saruaso.
Kemunculan pertempuran tahun 1825 di Pulau Jawa oleh Pangeran Diponegoro membuat pemerintah Hindia Belanda dihadapkan kesulitan baru. Sementara, perlawanan pejuang Padri belum dapat dikalahkan. Kekuatan militernya sebagian harus dikerahkan untuk menghadapi perang baru itu.
Di Tanjung Alam, pejuang Padri aktif mengadakan operasi dan mengganggu pengikut kaum Adat yang memihak Belanda. Pada April 1825, mereka melakukan perlawanan terhadap pasukan Kapten Bauer yang mencoba mengusir mereka dari Tanjung Alam.
Demikian pula sejumlah 7.000 pejuang Padri telah terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Belanda di Agam dekat Bukittinggi.