Kisah Kelam Raja Jayanegara, Bertabiat Buruk hingga Dibenci Rakyat Majapahit

Kisah Kelam Raja Jayanegara, Bertabiat Buruk hingga Dibenci Rakyat Majapahit

Infografis | sindonews | Sabtu, 19 Oktober 2024 - 16:45
share

MAJAPAHIT sebagai kerajaan besar di Nusantara tidak lepas dari konflik internal keluarga yang mengguncangnya. Salah satu tokoh kontroversial dalam sejarah Majapahit adalah Raja Jayanegara, putra Raden Wijaya.

Meskipun ia menjadi raja kedua Majapahit setelah ayahnya, masa kepemimpinannya diwarnai dengan banyak permasalahan, termasuk pemberontakan dan kebencian dari rakyatnya sendiri.

Dalam Kitab Negarakertagama, nama raja ini tercatat sebagai Jayanegara. Namun, di Kitab Pararaton, ia dikenal dengan nama Kalagemet, yang berarti "lemah" atau "buruk".

Nama ini dianggap sebagai sindiran terhadap perilakunya yang kerap menyakiti hati rakyat Majapahit. Jayanegara merupakan putra hasil pernikahan Raden Wijaya dengan Dara Petak, seorang wanita dari Melayu.

Sayangnya, kepemimpinannya tidak secerah sang ayah, Raden Wijaya yang merupakan pendiri Kerajaan Majapahit.

Selama masa kekuasaannya (1309-1328), Majapahit dilanda banyak pergolakan dan pemberontakan. Salah satu faktor penyebabnya adalah ketidaksenangan sebagian pejabat dan rakyat Majapahit terhadap raja yang berdarah Melayu. Hal ini semakin memperburuk reputasi Jayanegara di mata rakyatnya.

Di balik kelemahan dan tabiat buruknya, Jayanegara memiliki seorang pengawal setia bernama Gajah Mada.

Sosok Gajah Mada ini kelak menjadi mahapatih legendaris yang membawa Majapahit ke puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Meski demikian, Jayanegara tetap tidak dapat menghindari berbagai pemberontakan.

Sejumlah pemberontakan besar mewarnai masa pemerintahannya. Pemberontakan pertama dipimpin oleh Ranggalawe pada tahun 1309, diikuti oleh Lembu Sora pada 1311.

Kedua tokoh ini dulunya adalah pengikut setia Raden Wijaya, namun mereka berbalik menentang Jayanegara karena merasa kecewa dengan kepemimpinan Jayanegara.

Pemberontakan terbesar datang dari Kuti pada tahun 1319, yang bahkan berhasil menduduki istana dan memaksa Jayanegara melarikan diri ke Desa Badamder. Namun, berkat kecerdikan dan keberanian Gajah Mada serta pasukan Bhayangkara, Kuti akhirnya berhasil dikalahkan.

Pembunuhan Jayanegara

Namun, kisah tragis Jayanegara tidak berhenti pada pemberontakan. Ia akhirnya tewas ditikam oleh Tanca, salah satu abdi dalem kerajaan yang istrinya diduga digoda oleh sang raja.

Dalam Kitab Pararaton, diceritakan bahwa saat itu Jayanegara sedang menderita bisul dan memanggil Tanca untuk mengobatinya. Saat menjalani pengobatan, Tanca malah menikam Jayanegara hingga tewas.

Misteri kematian Jayanegara masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan. Beberapa versi menyebutkan bahwa Gajah Mada lah yang sebenarnya menjadi dalang di balik pembunuhan tersebut, menggunakan Tanca sebagai alat untuk menyingkirkan raja yang dianggap tidak layak.

Hal ini diperkuat oleh berbagai tafsir sejarah, termasuk yang diungkap oleh Slamet Muljana dalam bukunya Tafsir Sejarah Nagara Kretagama dan Muhammad Yamin dalam Gajah Mada Pahlawan Persatuan Nusantara.

Candi Bajang Ratu

Setelah kematian Jayanegara pada tahun 1328, ia didharmakan di Candi Srenggapura di Kapopongan. Namun, hingga kini, Candi Bajang Ratu di Desa Temon, Trowulan, Mojokerto, kerap dianggap sebagai tempat penghormatan untuk Raja Jayanegara.

Mitos lokal menyebutkan bahwa Jayanegara adalah "raja yang gagal", dan para pejabat yang mengunjungi Candi Bajang Ratu harus memutar dari sisi kiri atau kanan, jika tidak ingin kehilangan jabatan.

Kisah Jayanegara yang tragis dan penuh kontroversi, mulai dari perilaku buruk hingga kematiannya yang misterius, meninggalkan jejak kelam dalam sejarah panjang Kerajaan Majapahit.

Di balik kemegahan Majapahit, cerita tentang seorang raja yang dibenci rakyatnya menjadi pengingat bahwa kekuasaan tanpa kebijaksanaan sering kali berakhir dengan kehancuran.

Topik Menarik