Kisah Arca Gayatri, Sebuah Warisan Abadi Kerajaan Majapahit

Kisah Arca Gayatri, Sebuah Warisan Abadi Kerajaan Majapahit

Infografis | sindonews | Kamis, 4 Juli 2024 - 06:05
share

Gayatri Rajapatni adalah salah satu putri Raja Kertanagara dari Kerajaan Singasari yang berjasa besar dalam kejayaan Kerajaan Majapahit. Untuk menghormati jasanya, dibuatlah arca Gayatri yang menjadi ikonik kerajaan.

Arca tersebut menggambarkan Gayatri duduk bersila, yang diyakini merupakan penampilan fisiknya sebelum menjadi biksuni atau tokoh agama. Pose arca tersebut sangat identik dengan Gayatri dan mengingatkan pada Arca Prajnaparamita.

Proses pembuatan arca Gayatri tidak bisa dilepaskan dari peran Gajah Mada dan dua putri Gayatri, yakni Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi Maharajasa. Mereka bersekongkol untuk membuat arca tanpa sepengetahuan Gayatri, menampilkan sosoknya sebagai perempuan yang masih hidup dan cantik, sebelum mencukur rambutnya dan menjadi bhiksuni.

Menurut buku "Gayatri Rajapatni: Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit" karya Earl Drake, kedua putri Gayatri ingin agar ibunya tetap dikenang oleh anak cucu mereka. Meski Gayatri tidak pernah berkuasa, ia memiliki kepribadian dan peran penting dalam setiap keputusan Kerajaan Majapahit.

Baca Juga: Kisah Gayatri Rajapatni, Perempuan Bijaksana Dibalik Penyusunan Kitab Hukum Majapahit

Untuk mengenang Gayatri, karya seni ini dibuat dengan menggabungkan keindahan fisik dan spiritual Gayatri. Kedua putrinya dan Gajah Mada merencanakan pembuatan arca ini dengan memerintahkan seniman terbaik di Majapahit untuk memahat arca seukuran tubuh Gayatri dari batu besar yang indah. Batu yang keras ini akan memperlambat proses pemahatan, tetapi akan menghasilkan monumen abadi.

Seniman tersebut tertantang dengan konsep berani ini, yang belum pernah dicoba sebelumnya. Dalam rancangan komposisinya, Ibu Suri digambarkan duduk bersila dengan anggun seperti dewi, dengan atribut tangan yang melambangkan roda hukum yang terus berputar, teratai melingkari lengan kiri, dan ayat tentang kebijaksanaan tertinggi terukir di atas bunga teratai itu.

Tantangan utama bagi seniman adalah membuat wajah dan mata Gayatri tampak dalam keadaan meditasi sublim, sementara bagi Gayatri sendiri tantangannya adalah menciptakan suasana tersebut. Gajah Mada menyadari bahwa konsep inovatif ini mungkin akan ditentang oleh para pendeta Buddhis yang lebih memilih representasi formal tanpa unsur manusiawi, karena tujuan utama Buddhis adalah melenyapkan sifat dan nafsu keduniawian.

Gajah Mada menawarkan agar proyek ini dimulai ketika seniman dan subjeknya memiliki waktu luang dan inspirasi penuh. Dia juga berjanji untuk berunding dengan para pendeta agar tidak terjadi pertentangan.

Setelah berminggu-minggu bekerja, arca Gayatri mulai terbentuk dengan tubuh, alas duduk teratai, dan sandaran serupa tahta yang tergambar jelas. Fokus sang seniman kemudian beralih ke detail wajah, sementara atribut fisik lainnya diabaikan sementara waktu.

Gayatri beberapa kali terlihat memeriksa progres pembuatan arca dirinya, meski ia sudah menjadi pendeta. Hal ini mungkin aneh, tetapi dukungan Gajah Mada dan niat kedua putrinya membuatnya kembali memikirkan sifat-sifat manusia.

Gayatri bahkan pernah duduk mengamati proses pemahatan dengan seksama, sementara sang seniman terpaku oleh pancaran jiwa dan raga Gayatri yang seolah memancarkan cahaya.

Dengan demikian, arca Gayatri bukan hanya sebuah monumen, tetapi juga simbol keindahan dan kebijaksanaan yang akan dikenang sepanjang masa, menggambarkan warisan abadi dari seorang tokoh penting dalam sejarah Majapahit.

Topik Menarik