Kisah Jenderal Kopassus Jalankan Tugas Rahasia Menyusup ke Perbatasan Timtim

Kisah Jenderal Kopassus Jalankan Tugas Rahasia Menyusup ke Perbatasan Timtim

Infografis | sindonews | Sabtu, 1 Juni 2024 - 14:00
share

Letjen TNI (Purn) Sutiyosomengabadikan perjuangannya saat mengemban tugas di medan operasi dalam buku “Sutiyoso The Field General, Totalitas Prajurit Para Komando”. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengisahkan ketika menjalankan tugas penting dan rahasia ke perbatasan Timor Portugis atau Timor-Timur (Timtim) yang saat ini disebut Timor Leste.

Kisah dramatis tersebut berawal ketika Sutiyoso yang kala itu berpangkat Kapten dipanggil Ketua G-1/Intelijen Hankam Mayjen TNI LB Moerdani untuk menjalankan tugas penting ke Timtim untuk memantau perkembangan situasi politik dan keamanan daerah tersebut yang semakin genting. Pada awal 1975, Sutiyoso ditugaskan secara klandestin atau rahasiapra Operasi Sandiyudha terbatas yang kemudian dikenal dengan sandi Operasi Flamboyan.

Sutiyoso menjadi orang pertama yang disusupkan oleh Benny Moerdani ke Timtim untuk mengumpulkan informasi. Bersamaan dengan itu, Satuan Tugas (Satgas) Intelijen Kopassus di bawah pimpinan Mayor Yunus Yosfiah yang beranggotakan 100 personel dipersiapkan.

Satgas dikembangkan dengan membagi menjadi tiga tim yang diberi sandi nama perempuan yakni, Susi, Tuti dan Umi. Setiap tim beranggotakan 100 personel sebagai bagian dari tim Operasi Flamboyan.

Baca juga; Kisah Soeharto Muda Ditampar Pendiri Kopassus

Tim Susi dipimpin Mayor Infanteri Yunus Yosfiah dengan Wakil Komandan Kapten Infanteri Sunarto. Sedangkan, Tim Tuti dipimpin Mayor Infanteri Tarub dengan wakilnya Kapten Infanteri Agus Salim Lubis. Sementara Tim Umi dipimpin Mayor Infanteri Sofian Effendi dengan Wakil Komandan Kapten Infanteri Sutiyoso.

Sebagai pasukan intelijen tempur terbatas Operasi Flamboyan, ketiga tim tersebut disusupkan dengan penyamaran. Setiap personel memiliki ciri-ciri berambut gondrong, berpakaian sipil, kemeja dan celana jeans. Dilengkapi dengan topi dan selendang khas Timor Portugis.

Di kemudian hari, ketiga tim ini dikenal dengan sebutan The Blue Jeans Soldiers yang melegenda. Semua anggota pun diberi nama samaran. Sebagai Kasi Intel Satgas, Sutiyoso memilih nama Manix. Nama tersebut terinspirasi dari film mata-mata. Hingga akhirnya Sutiyoso dikenal dengan panggilan Kapten Manix.

Tepat pada 27 Agustus 1975 Tim Umi yang dipimpin Mayor Infanteri Sofian Effendi dengan Wakil Komandan Kapten Infanteri Sutiyoso kemudian diterbangkan ke Kupang untuk selanjutnya ke Atambua, kota terdekat Indonesia ke Timor Portugis. Setibanya di Atambua, upaya penyusupan yang rencananya dilakukan melalui Kefamenanu untuk menguasai Ambeno dibatalkan.

Baca juga; Apa Saja Tugas Kopassus? Simak Penjelasannya

Tim ini diperintahkan melanjutkan perjalanan ke Motaain sebuah desa pantai di wilayah RI yang hanya berjarak 3 Km sebelah barat Kota Batugede, wilayah Timor Portugis. Situasi yang tidak memungkinkan, akhirnya Tim Umi diperintahkan untuk menyusup jauh ke daerah pedalaman pegunungan di selatan Viquque.

”Saya dan pasukan mungkin tidak dapat kembali setelah melakukan penyerangan Viquque yang terletak jauh dari basis. Tapi sebagai seorang prajurit, kita selalu siap melaksanakan tugas itu sebaik-baiknya apapun risikonya,” kenang Sutiyoso.

Karena keterbatasan pasukan, Tim Umi saat di Kotabot kemudian dibagi dua, Tim Umi di bawah Mayor Inf Sofian Effendi menyusup ke Tilomar. Sedangkan Tim Umi dipimpin Sutiyoso menyusup ke Suai. Inilah penyusupan terjauh saat Operasi Flamboyan.

Menjelang tengah malam, ketika mendekati Suai, pasukan kemudian dibagi dua mengingat ada dua sasaran yang menjadi target yakni markas polisi dan markas tentara. Sutiyoso menyasar markas tentara. Sedangkan, pasukan kecil dipimpin Letnan Bambang bergerak menuju markas polisi.

Baca juga; Apa Arti Baret Merah Kopassus? Ini Penjelasannya

Tepat pukul 01.00 waktu setempat, Sutiyoso memberi isyarat dengan melepas tembakan. Kedua tim kemudian secara serentak melakukan penyerangan ke markas polisi dan tentara. Terjadi perlawanan sengit. Setelah pertempuran selama 20 menit, Sutiyoso melepas tembakan sebagai isyarat untuk mundur sesuai strategi hit and run.

Saat itu, Sutiyoso mendapat laporan Sersan Parman yang bertugas sebagai penembak roket launcher tertembak di kakinya. Begitu pula pembantunya Sarwono tertembak sehingga satu jari tangannya putus. Termasuk empat anggota lainnya yang tertembak.

Pergerakan tim Sutiyoso untuk kembali ke Kotabot terhambat karena harus bertempur dan membopong empat anggotanya yang tertembak. Di tengah kejaran pasukan musuh, pertempuran sengit terus terjadi.

Sutiyoso dengan tiga anggota kemudian membopong mereka yang terluka sambil memanggul senjata. Bahkan, anggota yang dipapah Sutiyoso meminta suapaya dia ditinggal dan dibekali granat. Tapi Sutiyoso tidak tega.

Baca juga; Wapres: Kopassus Torehkan Tinta Emas dalam Sejarah Bangsa

Mereka terus bergerak. Sutiyoso bersama timnya belum makan. Rasa lapar dan haus mulai menyerang. Hingga di suatu tempat yang cukup aman, Sutiyoso kemudian membuka radio dan meminta dikirim bantuan helikopter.

Namun karena terbang terlalu tinggi sehingga isyarat kepulan asap yang dibuat Sutiyoso tidak terlihat. Tapi Sutiyoso tidak mau menyerah, Kolonel Dading kembali dihubungi untuk mengirim helikopter lagi.

Namun lagi-lagi helikopter tidak dapat melihat titik kepul asap yang dibuat pasukan Sutiyoso. Akhirnya, Sutiyoso menembakkan pistol dengan tembakan isyarat warna hijau. Meski upaya tersebut berhasil. Namun hal itu juga membuat pasukan Fretilin mengetahui keberadaan pasukan Sutiyoso.

Di tengah serangan pasukan Fretilin, Sutiyoso meletakkan senjata dan ransel untuk membopong anggotanya yang terluka naik ke helikopter. Setelah berjuang keras, keempat anggota yang tertembak berhasil dievakuasi menggunakan helikopter.

Baca juga; Sangar! Ini Penampakan Seragam Baru Hantu Rimba Kopassus

Sutiyoso dan pasukannya kembali bergerak mencari jalan menuju perbatasan. Namun karena Fretilin sudah menyebar dimana-mana sehingga perjalanan yang semula direncanakan selama 10 hari harus ditempuh dalam waktu 15 hari.

Selama 5 hari mereka sudah kehabisan logistik. Makanan tidak ada, begitu juga air minum. Di tengah keletihan, rasa lapar dan haus yang luar biasa itu, Sutiyoso tidak mau mengendorkan kewaspadaan.

Dalam upaya melepaskan diri dari kejaran Fretilin, Sutiyoso juga melarang anggotanya untuk melepaskan tembakan kecuali sangat diperlukan untuk mempertahankan diri karena peluru mereka masing-masing tinggal 20 butir dari semula 250 butir.

Sutiyoso bersama pasukannya bergerak menyusuri jalur pantai mengingat beberapa jalur telah di sekat oleh Fretilin. Satu per satu pasukannya bergerak pada malam hari. Akhirnya mereka selamat sampai di perbatasan dan masuk wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Semua anggota pasukan selamat meski kondisinya terlihat amat kurus tak terkecuali Sutiyoso karena selama lima hari tidak makan.

Topik Menarik