Kisah Kerajaan Panai, Wilayah Kekuasaan Majapahit di Sumatera Utara yang Kaya akan Emas

Kisah Kerajaan Panai, Wilayah Kekuasaan Majapahit di Sumatera Utara yang Kaya akan Emas

Infografis | sindonews | Selasa, 28 Mei 2024 - 06:24
share

Kerajaan Panai yang merupakan wilayah bawahan Majapahit di masa pemerintahan Hayam Wuruk dikenal sangat kaya. Kerajaan ini konon memiliki penghasilan alam berupa emas dan hasil hutan, yang mampu membuatnya menjadi kerajaan berdikari awalnya, hingga akhirnya dikuasai Majapahit.

Kerajaan ini berlokasi di utara Pulau Sumatera, yang konon saat ini masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kerajaan Panai, Pannai, atau Pane adalah kerajaan bercorak Buddha yang pernah berdiri pada abad ke-11 hingga abad ke-14 di pesisir timur Sumatera Utara.

Kerajaan ini tepatnya berada di lembah Sungai Panai dan Barumun yang mengalir di Kabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Tapanuli Selatan sekarang. Meski sejumlah kerajaan lain telah mencatat keberadaannya, namun kerajaan ini tampak kurang dikenal oleh masyarakat luas. Hal ini bisa jadi diakibatkan oleh minimnya sumber sejarah, yang masih tersisa, sedikitnya prasasti yang menyebutkan kerajaan ini.

"Sebagai kerajaan kecil, Kerajaan Panai dimungkinkan sebagai kerajaan bawahan dari Kerajaan Sriwijaya kemudian berada di bawah Dharmasraya," demikian dikutip dari "Sejarah Kerajaan Bawahan Majapahit di Luar Jawa dan Luar Negeri".

Keberadaan kerajaan ini pertama kali diketahui melalui Prasasti Tanjore, yang berbahasa Tamil dan bertarikh tahun 1025 dan 1030 Saka yang dibuat Raja Rajendracola I, di India Selatan. Di dalam candi itu disebutkan tentang penyerangannya ke Sriwijaya. Prasasti ini juga menyebutkan Kerajaan Panai dengan kolam airnya merupakan salah satu taklukan Rajendracola I dari Colamandala India.

Selain Panai, penyerbuan Cola ini juga disebutkan telah menaklukkan Malaiyur, Ilangasogam, Madamalingam, Ilamuridesam, dan Kadaram. Disebutkannya Kerajaan Panai sebagai salah satu negeri taklukan dalam penyerbuan ke Sriwijaya ini menimbulkan dugaan bahwa Kerajaan Panai adalah salah satu negeri anggota mandala Sriwijaya.

Tiga abad kemudian nama kerajaan ini kembali disebutkan dalam kitab Nagarakretagama, naskah kuno Kerajaan Majapahit tulisan Mpu Prapanca berangka tahun 1365 Saka. Dalam pupuh ke-13 disebutkan Pane sebagai bagian dari negeri-negeri di Sumatera yang di bawah pengaruh mandala Majapahit.

Lalu, ketika Dharmasraya berada di bawah kekuasaan Majapahit, Panai pun secara otomatis menjadi bagian dari kekuasaan Majapahit. Meskipun kurang dikenal, kerajaan Buddha beraliran Tantrayana ini meninggalkan sejumlah candi Buddha yang tersebar di kawasan Percandian Padanglawas. Jumlah candi yang ditinggalkan Kerajaan Panai kurang lebih 16 bangunan yang salah satunya adalah Candi Bahal.

Beberapa pakar arkeolog menyebut, dugaan kekayaan alam Kerajaan Panai yang memungkinkan membangun 16 bangunan candi tersebut. Kemungkinan ini disangkutkan dengan pembiayaan candi dan topografi kerajaan, yang memungkinkan wilayahnya lebih subur dibandingkan saat ini.

Konon katanya, Kerajaan Panai sangat kaya akan hasil hutannya, khususnya kapur barus dan ternak. Belum lagi hasil perut buminya, yakni emas. Bahkan konon ada beberapa bukti sejarah adanya pelabuhan di pantai timur dan barat, yang menjadi arus keluar masuk kekayaan alam Kerajaan Panai.

Kedua pelabuhan itu konon saling membelakangi. Letaknya satu garis yang memisahkan sumbu Sumatera secara tegak lurus. Daerah yang paling kaya dengan kamper terletak di antara keduanya, di Bukit Barisan, sebuah pegunungan memanjang yang membentang di Pulau Sumatera.

Panai juga konon berhubungan dengan daerah-daerah yang terletak di perbatasan bagian hulu Sungai Barumun, di Padanglawas. Sungai ini mengalir ke utara hingga ke pantai timur Sumatera dan bermuara di Selat Malaka.

Topik Menarik