Mahfud soal MK Hapus Presidential Threshold 20: Bagus, Sesuai Aspirasi Rakyat

Mahfud soal MK Hapus Presidential Threshold 20: Bagus, Sesuai Aspirasi Rakyat

Terkini | inews | Kamis, 2 Januari 2025 - 21:50
share

JAKARTA, iNews.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD merespons putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen. Dia mengapresiasi MK karena putusan ini dapat menjadi landmark decision.

"Ini bagus karena MK telah melakukan judicial activism untuk membangun keseimbangan baru dalam ketatanegaraan kita," ujar Mahfud melalui akun Instagram @mohmahfudmd, Kamis (2/1/2025).

Dia mengakui sempat memandang urusan threshold sebagai open legal policy yang menjadi wewenang lembaga legislatif dan tak boleh dibatalkan atau ditentukan MK. Namun, kata dia, putusan MK ini mengubah pandangan lamanya tersebut karena dua alasan.

Alasan pertama, menurut dia, adanya dalil bahwa putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht mengakhiri konflik dan harus dilaksanakan.

"Kedua, karena adanya threshold selama ini sering digunakan untuk merampas hak rakyat maupun parpol untuk dipilih maupun memilih," tutur dia.

Dia menjelaskan, permohonan penghapusan threshold selalu ditolak MK karena alasan open legal policy. Akan tetapi setelah banyak hak konstitusional terampas akibat threshold, kata dia, MK membuat pandangan baru yang mengikat dan harus dilaksanakan. 

"Saya salut kepada MK yang berani melakukan judicial activism yang sesuai dengan aspirasi rakyat," kata Mahfud.

Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan perkara nomor 62/PUU-XXI/2024. Permohonan ini diajukan mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Enika Maya Oktavia dkk.

MK menilai ambang batas pencalonan presiden 20 persen sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat. Ketentuan itu juga dinilai melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang.

Topik Menarik