PPN Jadi 12 Persen, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan: Utamakan Prinsip Keadilan

PPN Jadi 12 Persen, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan: Utamakan Prinsip Keadilan

Ekonomi | inews | Senin, 23 Desember 2024 - 13:42
share

JAKARTA, iNews.id -  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sudah dipastikan mengalami kenaikan dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. Hal tersebut sudah dipastikan oleh Pemerintah Indonesia dan sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada 2022. Perlu diketahui, kenaikan PPN ini telah diatur dengan memperhitungkan sisi keadilan dan keberpihakan terhadap masyarakat. 

Pajak merupakan salah satu elemen penting bagi pembangunan, meningkatkan penerimaan negara, bahkan mendukung stabilitas ekonomi nasional. 

Dalam siaran program iNews Sore pada Kamis (19/12/2024), Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan bahwa pemungutan pajak dilakukan dengan menomorsatukan prinsip keadilan, keberpihakan, dan gotong royong. Tidak hanya itu, penerapan kebijakan PPN 12 persen juga bersifat selektif untuk kesejahteraan masyarakat dan perekonomian.

“Kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang. Sedangkan kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Disinilah prinsip negara hadir,” ujarnya.

Untuk diketahui, pada April 2022 Indonesia juga pernah mengalami kenaikan tarif PPN, yakni dari 10 persen menjadi 11 persen. Dilakukannya peningkatan tarif PPN merupakan strategi pemerintah untuk mengurangi defisit anggaran, serta memperkuat fundamental ekonomi nasional. Melalui UU HPP, pemerintah memperoleh dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan peningkatan tarif PPN menjadi 12 persen.

Daftar Barang yang Dikenakan PPN 12 Persen

Barang yang akan dikenakan PPN 12 persen adalah barang dan jasa yang bersifat premium, diantaranya ikan dan daging premium, pelayanan kesehatan medis premium, jasa pendidikan premium dan listrik pelanggan rumah tangga sebesar 3.500 VA - 6.600 VA. 

Lalu, barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah barang kebutuhan pokok, kebutuhan industri, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan lain-lain. 

Yon menjelaskan, kenaikan PPN ini fokus berpihak terhadap masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan pembebasan PPN (PPN 0 persen) untuk barang dan jasa yang banyak dibutuhkan masyarakat, yaitu kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, hingga jasa angkutan umum.

Kemudian, barang yang seharusnya dikenakan PPN 12 persen, seperti tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyak Kita (dulu minyak curah), kenaikan pajaknya (1 persen) akan Ditanggung Pemerintah (DTP).

Pemerintah berharap, melalui penyesuaian tarif PPN 12 persen, pihaknya dapat menjaga daya beli masyarakat. Guna meringankan beban masyarakat dari harga barang dan jasa yang akan meningkat, Pemerintah akan memberikan paket insentif. Jumlah PPN yang dibebaskan untuk insentif diprediksi sebesar Rp265,6 triliun.

Tetapi, jumlah nilai tersebut di luar pembebasan PPN untuk barang yang dibutuhkan masyarakat umum, seperti beras, ikan, telur, sayur, gula konsumsi, susu segar, serta daging. 

Dalam bidang jasa, seperti jasa angkutan umum, jasa keuangan, jasa tenaga kerja, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa asuransi, vaksin polio, buku, rusunami, rumah sederhana dan sangat sederhana, pemakaian listrik serta air minum.

Yon Arsal mengungkapkan, Pemerintah begitu banyak memberikan pengecualian PPN kepada masyarakat, dibandingkan dengan di beberapa negara.

“Kita memberikan insentif PPN sebesar Rp265,6 triliun pada 2025 lebih banyak dari negara lain. Kita sangat transparan kita punya Laporan Belanja Perpajakan,” tutur Yon. 

Penerima Insentif

Lebih lanjut, Yon menjelaskan bahwa penerima insentif adalah golongan rumah tangga yang berpendapatan rendah. Pemerintah memberikan stimulus berbentuk PPN DTP sebesar satu persen dari total PPN 12 persen untuk untuk barang kebutuhan pokok dan barang penting (Bapokting) berupa tepung terigu, minyak goreng, dan gula industri.

Selain itu, Pemerintah juga akan memberikan bantuan berupa 10 kilogram beras per bulan untuk masyarakat kelompok desil satu dan dua dengan total 16 juta penerima selama Januari dan Februari 2025.

Kemudian, diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk daya 2.200 VA pada Januari dan Februari 2025.

Tidak hanya untuk golongan berpendapatan rendah, pemerintah juga memberikan insentif pada kelas menengah. Insentif tersebut berupa melanjutkan PPN DTP properti dengan harga rumah hingga Rp5 miliar dengan pengenaan pajak dasar hingga Rp2 miliar.

Selanjutnya, PPN DTP juga diterapkan pada kendaraan listrik berbasis baterai (KBLBB) atau kendaraan listrik (EV). Selain itu, Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) juga diberikan untuk kendaraan bermotor yang menggunakan mesin hybrid.

Selain itu, insentif Pajak Penghasilan (PPh) diberikan kepada pekerja di sektor padat karya yang memiliki gaji hingga Rp10 juta per bulan, dengan upaya untuk mengoptimalkan jaminan kehilangan pekerjaan melalui BPJS Ketenagakerjaan. Terdapat juga potongan 50 persen pada pembayaran Jaminan Kesehatan Kerja (JKK) untuk pekerja di sektor padat karya lainnya. 

Sementara itu, untuk sektor usaha, Pemerintah memberikan insentif berupa perpanjangan masa berlaku PPh final 0,5 persen hingga 2025 bagi wajib pajak orang pribadi (WP OP) usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang telah memanfaatkan insentif ini selama tujuh tahun dan berakhir pada 2024. 

Lalu, UMKM dengan pendapatan tahunan di bawah Rp500 juta akan dibebaskan dari kewajiban pajak tersebut.

Pemerintah juga menyediakan subsidi lima persen untuk mendanai revitalisasi alat atau mesin pada industri padat karya. Sebagian besar insentif perpajakan pada 2025 akan diperuntukkan bagi rumah tangga, serta untuk mendukung dunia usaha dan UMKM melalui pemberian insentif perpajakan.

Topik Menarik