Pemberontak Gulingkan Presiden Bashar Al Assad, KBRI Imbau WNI di Suriah Tak Keluar Rumah
DAMASKUS, iNews.id - Pemberontak mengumumkan rezim pemerintahan Presiden Suriah Bashar Al Assad telah berakhir. Mengenai hal tersebut, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Damaskus mengimbau warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Suriah untuk tidak keluar dari rumah.
Imbauan ini disampaikan KBRI Damaskus melalui akun Instagram resminya pada, Minggu (8/12/2024).
KBRI Damaskus mengimbau kepada seluruh WNI di Suriah agar tetap tenang, diam di rumah masing-masing, dan tetap terhubung dengan KBRI Damaskus, bunyi imbauan tersebut.
Dalam keterangan tersebut, dijelaskan pula seluruh WNI yang berada di Suriah dalam keadaan aman.
Hingga imbauan ini dibuat, dilaporkan bahwa seluruh WNI di Suriah dalam keadaan aman, katanya.
Selain itu, KBRI juga mengimbau kepada seluruh WNI jika membutuhkan bantuan mendesak bisa menghubungi nomor hotline Kedutaan Besar Republik Indonesia di Damaskus (+963) 954-444-810, (+963) 983-493-426, dan (+963) 983-480-264.
Kawal Distribusi Logistik Pilkada ke Pelosok, Kapolres Pasangkayu Terabas Hutan dan Sungai
Sebelumnya, Oposisi atau pemberontak Suriah pada, Minggu (8/12/2024) mengumumkan rezim pemerintahan Presiden Bashar Al Assad telah berakhir. Ini menandai kegagalan Rusia dan Iran dalam menyokong sekutu mereka.
"Saya mengumumkan kepada Anda tentang jatuhnya rezim Bashar al-Assad," ucap Kepala Koalisi Nasional Revolusi dan Pasukan Oposisi Suriah Hadi Al Bahra kepada Al Arabiya.
Situasinya aman, dan tidak ada ruang untuk balas dendam atau pembalasan. Sebuah babak kelam dalam sejarah Suriah telah berakhir, ucapnya.
Menurutnya, lembaga-lembaga pemerintah akan melanjutkan operasi dalam waktu dua hari. Pengalihan kekuasaan akan dilakukan dengan bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, kata Al Bahra.
Al Bahra juga mengatakan bahwa militer Suriah akan direstrukturisasi.
Assad, yang memerintah negara Timur Tengah itu selama hampir seperempat abad, dilaporkan Reuters telah terbang keluar dari Damaskus pada Sabtu malam untuk tujuan yang tidak diketahui. Laporan ini mengutip dua perwira senior militer rezim Suriah.
Pemberontak Suriah telah membuat kemajuan pesat di wilayah utara negara tersebut, merebut dua kota besar: Aleppo, kota terbesar kedua, dan Hamakota penting yang strategis yang terletak di jalur pasokan vital, sebelum akhirnya merebut ibu kota; Damaskus.
Para pemberontak mengatakan mereka akan maju lebih jauh ke selatan menuju Homs, hanya sekitar 100 mil dari Ibu Kota Suriah, Damaskus.
Ketika kita berbicara tentang tujuan, tujuan revolusi tetaplah menggulingkan rezim ini. Merupakan hak kita untuk menggunakan semua cara yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut, kata Abu Mohammad al-Jolani, mantan milisi al-Qaeda yang kini memimpin pemberontakan.
Bagi Rusia, jatuhnya rezim Suriah dapat berarti kehilangan sekutu terdekatnya di Timur Tengah dan melemahkan kemampuannya untuk memproyeksikan kekuatan saat berperang di Ukraina.
Bagi Iran, hal itu dapat menghancurkan apa yang disebut Poros Perlawanan, yang terdiri dari negara-negara sekutu dan milisi. Rusia dan Iran belum berkomentar secara resmi atas laporan tumbangnya rezim Suriah.
Iran selama ini telah menggunakan Suriah untuk memperluas pengaruh regionalnya melalui kelompok-kelompok proksi yang ditempatkan di negara tersebut.