Jaksa ICC Minta Jenderal Myanmar Min Aung Hlaing Ditangkap atas Kekerasan terhadap Muslim Rohingya
DEN HAAG, iNews.id - Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Rabu (27/11/2024), mengajukan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing. Tokoh di balik kudeta pemerintahan sipil Myanmar pada 2021 itu dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya.
Panel yang terdiri atas tiga hakim akan memutuskan apakah menyetujui permintaan dari jaksa tersebut atau menolaknya. Hakim akan menyetujui permintaan tersebut jika ada alasan yang masuk akal untuk meyakini Min Aung Hlaing bertanggung jawab atas pengusiran serta tindakan kekerasan terhadap Mulim Rohingya di Myanmar dan Bangladesh.
Meski demikian tak ada batasan waktu bagi hakim ICC untuk membuat keputusan. Namun biasanya putusan akan keluar sekitar 3 bulan, apakah menerbitkan surat perintah penangkapan atau tidak.
Sejauh ini belum ada komentar dari pemerintahan junta militer Myanmar terkait pengajuan surat perintah penangkapan tersebut.
Jaksa ICC menjelaskan, pengajuan surat perintah tersebut dilakukan setelah melalui penyelidikan yang ekstensif dan independen atau tidak memihak. ICC telah menyelidiki kejahatan terhadap etnis Rohingya selama hampir 5 tahun. Penyelidikan terhambat akibat kurangnya akses ke negara tersebut serta kekacauan sejak junta militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 2021.
Bahkan setelah ini, masih ada lagi beberapa pengajuan surat perintah penangkapan yang mengincar para petinggi militer Myanmar lainnya.
"Ini adalah permohonan pertama untuk surat perintah penangkapan terhadap pejabat tinggi pemerintah Myanmar yang diajukan kantor kami. Ada lebih banyak lagi akan menyusul," bunyi pernyataan jaksa penuntut.
Lebih dari 730.000 Muslim Rohingya terusir dari kampung halaman mereka di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari penganiayaan, pemerkosaan, hingga pembunuhan. Penyelidik PBB mengungkap ada motivasi genosida di balik perlakuan pemerintahan Myanmar terhadap etnis Rohingya.
Namun Myanmar membantah tuduhan genosida seraya menegaskan tidak menargetkan warga sipil. Mereka berdalih melakukan operasi militer terhadap kelompok separatis.
Myanmar bukan anggota ICC yang ikut meneken Statuta Roma. Namun dalam putusannya pada 2018 dan 2019, hakim ICC mengatakan pihaknya memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan lintas batas yang sebagian terjadi di negara tetangga, Bangladesh, anggota ICC. Oleh karena itu jaksa ICC bisa melakukan penyelidikan formal.