Kisah Prajurit Kopassus Mampu Baca Jejak OPM, Berani Masuk ke Markas Musuh untuk Bebaskan Sandera

Kisah Prajurit Kopassus Mampu Baca Jejak OPM, Berani Masuk ke Markas Musuh untuk Bebaskan Sandera

Terkini | inews | Rabu, 6 November 2024 - 05:30
share

JAKARTA, iNews.id - Jenderal (Purn) Prabowo Subianto pernah berhasil menyelamatkan para sandera 26 warga negara asing (WNA) di Mapenduma, Papua pada 8 Januari 1996. Saat itu Prabowo menjabat Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus. 

Para WNA yang disandera yang merupakan peneliti Ekspedisi Lorentz 95. Mereka disandera anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Kabupaten Jayawijaya.

Dalam buku 'Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto', dia membentuk tim inti pembaca jejak yang diberi nama Kasuari. Tim ini terdiri atas pasukan Kopassus dan Kodam Cenderawasih. 

Mereka semua putra daerah. Tugasnya menembus ke daerah paling sulit. Prajurit Kopassus Serka

Danjen Kopassus Brigjen TNI Prabowo Subianto di Papua saat Operasi Mapenduma pada 1996. Salah satu prajuritnya ketika itu, Serka Bayani, anggota Kopassus yang merupakan putra asli Papua. (Foto: Instagram/Prabowo Subianto).

, putra asli Papua yang memimpin tim Kasuari. 

Prabowo mengagumi kehebatan Serka Bayani dalam membaca jejak. Serka Bayani bisa masuk ke kamp musuh karena mengira bagian dari mereka. 

"Dia terkenal di Kopassus. Orangnya tenang, berani, memiliki kemampuan luar biasa dalam menembak dan memiliki kemampuan membaca jejak, dalam operasi di Papua Bayani biasanya tidak menggunakan sepatu. Dia juga memilih menggunakan celana pendek," kata Prabowo.

Menurut Prabowo, dalam sekali operasi, Serka Bayani berhasil menewaskan beberapa musuh dan merebut tiga-empat pucuk senjata. 

"Secara keseluruhan beliau berhasil merebut lebih dari 100 puncuk senjata dari tangan musuh," ujar Prabowo.

Dalam Operasi Mapenduma, Prabowo membentuk tim inti pembaca jejak yang terdiri atas pasukan Kopassus dan Kodam Cenderawasih. Mereka semua putra daerah.

Tim pembaca jejak ini kemudian diberi nama tim Kasuari yang dipimpin langsung Serka Bayani. Tugasnya menembus ke daerah paling sulit.

Menurut Prabowo, Operasi Mapenduma sangat sulit karena lokasi penyanderaan di tengah hutan. Apalagi pada 1996, TNI belum memiliki satelit, drone dan pesawat pengintai yang baik sehingga sangat sulit mendapatkan data intelijen yang mutakhir. 

Bahkan, TNI juga tidak memiliki peta topografis skala 1:50.000. Yang ada hanya peta bagan yang terbuat dari tangan. Peta inilah yang akhirnya diperbanyak. 

"Menjelang waktu akhir harus mengambil keputusan untuk menentukan sasaran, saya bertanya kepada tim intelijen di mana posisi komandan pasukan GPK Kelly Kwalik dan para sandera. Saat kita menentukan sasaran tidak ada alat bantu sama sekali. Analisis intelijen sangat menentukan sekali," kata Prabowo. 

Prabowo Subianto saat masih menjabat Danjen Kopassus. (Foto: IG/Prabowo).

Tim intelijen meyakini penyandera dan sandera berada di dalam salah satu dari enam titik dalam 2-3 hari. Karena tidak ada exact location, Prabowo kemudian memutuskan enam titik sesuai yang diberikan tim intelijen sebagai sasaran operasi. Penyerbuan dilakukan dengan menggunakan enam helikopter serbu.

Menjelang operasi dimulai, Prabowo diberi tahu oleh tim peninjau dari luar negeri yakni Inggris. Mereka menyampaikan telah berhasil menyelundupkan satu alat (beacon) pada saat mereka menitip obat-obatan, makanan dan pakaian kepada Palang Merah Internasional kepada para sandera. Alat itu bisa memberi sinyal dan menentukan exact location.

Mereka kemudian menggunakan helikopter untuk mencari sinyal beacon tersebut. Mereka lalu kembali dan memberikan titik koordinat exact location sasaran. Setelah dicek, titik sasaran berada di suatu gunung yang tinggi. 

Namun, titik itu berada di luar enam sasaran yang diberikan oleh tim intelijen sebelumnya. Dihadapkan pada dua pilihan, insting Prabowo mengarahkannya untuk bertanya kepada orang yang berpengalaman dan menguasai wilayah itu. 

Saat itu, Prabowo memanggil Serka Bayani dan menjelaskan titik koordinat yang disebutkan oleh pakar dari Inggris.

Sera Bayani menepisnya. Bahkan, Prabowo menjelaskan jika pakar dari Inggris itu menggunakan teknologi canggih untuk menentukan exact location. Lagi-lagi Bayani tetap menampiknya. 

Dengan logat khas Papua, Bayani memberikan penjelasan, "Bapak, jangankan Kelly Kwalik, monyet pun tidak mau tinggal di situ. Tidak ada air di situ. Bapak, bagaimana sekian puluh orang berada di atas (gunung) tanpa air," ucap Serka Bayani seperti dikisahkan Prabowo.

Prabowo menyebut penjelasan Serka Bayani tidak akan dilupakannya meski setelah sekian puluh tahun. Tidak hanya itu, penjelasan Serka Bayani menjadi dasar bagi Prabowo untuk menentukan langkah selanjutnya. 

"Inilah kecerdasan dari seorang pribumi, putra daerah. Dia lebih tahu kondisi setempat dibandingkan dengan orang asing yang datang dari jauh walaupun membawa alat yang canggih. Saya memilih untuk percaya kepada anak buah sendiri yang punya pengalaman nyata," kata Prabowo.

Prabowo kemudian memutuskan untuk menyerang enam titik sesuai hasil kajian tim intelijen. Operasi Mapenduma itu akhirnya berhasil membebaskan sandera. Kendati tak semuanya dalam keadaan selamat. Tiga orang sandera meninggal dunia dibunuh penyandera. Sedangkan sisanya berhasil diselamatkan.

Topik Menarik