Karier Jenderal TNI Ini Melejit gegara Mirip Anak Soeharto, Sempat Dagang Asongan

Karier Jenderal TNI Ini Melejit gegara Mirip Anak Soeharto, Sempat Dagang Asongan

Berita Utama | inews | Senin, 14 Oktober 2024 - 05:10
share

JAKARTA, iNews.id - Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, yang dikenal sebagai Wakil Presiden (Wapres) ke-6 Republik Indonesia, adalah seorang tokoh militer yang dihormati dan disegani di Tanah Air. Lahir pada 15 November 1935 di Surabaya, Jawa Timur, Try Sutrisno memiliki karier yang cemerlang di matra angkatan darat.

Selama perjalanan kariernya, dia menempati berbagai posisi penting, termasuk sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Jabatan-jabatan strategis yang pernah dia pegang mencakup Kasdam XVI/Udayana, Pangdam IV/Sriwijaya, Pangdam Jaya/Jayakarta, serta Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).

Try Sutrisno adalah anak ketiga dari enam bersaudara dan kariernya di dunia militer dapat dianggap sangat sukses. Dia dikenal mampu menangani berbagai tantangan dan konflik, seperti kerusuhan di Tanjung Priok dan situasi di Timor-Timor.

Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari dedikasi dan komitmennya terhadap tugas-tugas yang diemban. Selain itu, ada elemen menarik dalam perjalanan kariernya, yaitu kemiripannya dengan Tommy Soeharto, putra dari Presiden kedua RI, Soeharto.

Dalam biografi berjudul Jenderal TNI Try Sutrisno Sosok Arek Suroboyo yang diterbitkan Dinas Sejarah Angkatan Darat, diceritakan saat itu Soeharto sedang mencari seorang ajudan baru untuk menggantikan Kolonel Suharso. Soeharto meminta stafnya untuk menemukan seseorang yang wajahnya mirip dengan Tommy. Setelah melalui proses seleksi, Try Sutrisno muncul sebagai kandidat yang tepat.

Sementara itu, mantan Wakasad Letjen TNI (Purn) Sayidiman Surjohadiprodjo mengaku merekomendasikan Try Sutrisno untuk menjadi ajudan Soeharto. Dalam catatan B Wiwoho di bukunya Memori Jenderal Yoga, terdapat cerita tentang Kolonel Prasetyo Sudarto, seorang senior Try di Akademi Teknik Angkatan Darat, yang merasa berat untuk menerima tugas tersebut dan kemudian merekomendasikan Try Sutrisno sebagai penggantinya.

Akhirnya, Try Sutrisno secara resmi diangkat sebagai ajudan Soeharto. Dia merasa terkejut dengan penunjukan itu.

Sebab, dia menyadari menjadi ajudan presiden adalah tugas yang sangat penting dan membutuhkan kesiapan yang tinggi. Dalam perannya sebagai ajudan, dia tidak hanya mendampingi presiden dalam berbagai kunjungan domestik dan internasional, tetapi juga menjaga kerahasiaan setiap kegiatan yang dihadiri oleh Presiden.

Hanya sedikit orang, termasuk Jenderal TNI Benny Moerdani, yang diberi akses untuk mengetahui aktivitas presiden.

Karier Try Soetrisno Terus Bersinar

Setelah menjabat sebagai ajudan selama empat tahun, karier Try Sutrisno terus bersinar ketika ditunjuk sebagai Kasdam IX/Udayana. Tugas ini meliputi pengawasan terhadap empat provinsi yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Timor Timur.

Dalam waktu kurang dari satu tahun, dia kemudian diangkat menjadi Pangdam IV/Sriwijaya, diikuti dengan promosi sebagai Pangdam Jaya. Selama kepemimpinannya di Kodam Jaya, dia menghadapi beberapa insiden besar, termasuk ledakan di Cilandak dan kerusuhan di Tanjung Priok.

Setelah dua tahun lebih sebagai Pangdam Jaya, Try Sutrisno dipromosikan menjadi Wakasad mendampingi Jenderal TNI Rudini. Dalam waktu sepuluh bulan, tepatnya pada 7 Juni 1986, dia dilantik sebagai KSAD yang ke-15. Puncak kariernya terjadi ketika dia diangkat sebagai Panglima ABRI, menggantikan Jenderal TNI LB Moerdani.

Rela Berdagang Asongan

Try Sutrisno lahir dari pasangan Soebandi, seorang sopir ambulans, dan Mardiyah. Masa kecilnya dilalui di tengah kesulitan akibat Revolusi Kemerdekaan, dan ia pernah mengungsi ke Mojokerto saat Belanda melakukan invasi.

Untuk membantu keluarganya, dia rela berdagang asongan dengan menjual air mineral dan koran. Pada 1948, Try mulai bekerja sebagai Tobang di markas tentara dan berperan sebagai penyidik dalam memberikan informasi kepada pejuang di Surabaya.

Setelah perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB), kehidupannya semakin baik dan dia kembali ke Surabaya bersama keluarganya. Usai menyelesaikan pendidikan di SMA, dia mendaftar ke Akademi Teknik Angkatan Darat tetapi gagal dalam pemeriksaan fisik.

Namun, Mayor Jenderal GPH Djatikusumo yang melihat potensinya, memanggilnya kembali dan memfasilitasi pendaftaran ulang di Bandung. Dia pun akhirnya diterima.

Karier Try Sutrisno di militer dan peranannya dalam pemerintahan menjadi teladan bagi banyak orang, mencerminkan semangat dedikasi, kerja keras dan komitmennya terhadap bangsa.

Topik Menarik