Kenapa Kucing Suka Mengeong pada Manusia Dibanding ke Sesamanya?

Kenapa Kucing Suka Mengeong pada Manusia Dibanding ke Sesamanya?

Terkini | inews | Senin, 30 September 2024 - 09:47
share

JAKARTA, iNews.id - Kucing dikenal suka mengeong. Namun, tahukah Anda dikehidupan dulunya, anak bulu (anabul) ini justru jarang mengeong satu sama lainnya?

Pada awalnya, kucing merupakan makhluk yang suka menyendiri. Mereka lebih suka hidup dan berburu sendiri dibanding berkelompok.

Sebagian besar perilaku sosial mereka terbatas pada interaksi induk-anak kucing. Di luar hubungan ini, kucing jarang mengeong satu sama lain. 

Namun, saat ini kucing mulai hidup berdampingan dengan manusia, vokalisasi ini memiliki makna baru. Dalam banyak hal, saat kucing mengeong kepada kita, seolah mereka melihat manusia sebagai induknya. 

Kucing mungkin pertama kali bertemu manusia sekitar 10.000 tahun lalu. Pemukiman manusia menarik perhatian hewan pengerat, sehingga menarik perhatian kucing mencari mangsa. 

Kucing yang tidak terlalu takut dan lebih mudah beradaptasi berkembang biak karena mendapatkan pasokan manakan yang konsisten. Seiring berjalannya waktu, kucing mengembangkan ikatan lebih dekat dengan manusia. 

Berbeda dengan anjing, kucing pada dasarnya menjinakkan dirinya sendiri. Kucing yang dapat menoleransi dan berkomunikasi dengan manusia memiliki keunggulan dalam bertahan hidup, sehingga menghasilkan populasi yang cocok hidup berdampingan dengan manusia. 

Untuk memahami proses ini, ada eksperimen rubah yang diternakkan di Rusia. Dimulai pada 1950an, ilmuwan  Soviet Dmitry Belyaev dan timnya secara selektif membiakkan rubah perak, mengawinkan rubah yang tak terlalu takut dan agresif terhadap manusia. 

Dari generasi ke generasi, rubah-rubah ini menjadi lebih jinak dan ramah, mengembangkan ciri-ciri fisik yang mirip dengan anjing peliharaan, seperti telinga yang terkulai dan ekor yang keriting. Vokalisasi mereka juga berubah, bergeser dari "batuk" dan "dengusan" yang agresif menjadi "tertawa" dan "terengah-engah" yang lebih ramah, yang mengingatkan pada tawa manusia.

Percobaan ini menunjukkan pembiakan selektif untuk kejinakan dapat menyebabkan berbagai perubahan perilaku dan fisik pada hewan, yang dalam beberapa dekade dapat mencapai apa yang biasanya memakan waktu ribuan tahun. 

Kucing juga telah berubah sejak zaman mereka sebagai hewan liar Afrika. Mereka sekarang memiliki otak yang lebih kecil dan warna bulu yang lebih bervariasi, ciri-ciri yang umum di antara banyak spesies peliharaan, sebagaimana dikutip dari Science Alert,  Senin (30/9/2024).

Adaptasi Vokal Perak

Seperti rubah perak, kucing telah mengadaptasi vokalisasi mereka, meskipun dalam jangka waktu yang jauh lebih lama. Bayi manusia bersifat altricial saat lahir, artinya mereka sepenuhnya bergantung pada orang tua mereka. 

Ketergantungan ini telah membuat manusia sangat peka terhadap panggilan bahaya. Kucing telah mengubah vokalisasi mereka untuk memanfaatkan kepekaan ini. 

Sebuah studi 2009 oleh peneliti perilaku hewan Karen McComb dan timnya memberikan bukti adaptasi ini. Peserta dalam studi tersebut mendengarkan dua jenis dengkuran. 

Satu jenis terekam saat kucing mencari makanan (dengkur permintaan) dan jenis lainnya terekam saat mereka tidak mencari makanan (dengkur non-permintaan). 

Analisis akustik mengungkap adanya komponen nada tinggi dalam dengkuran permintaan ini, yang menyerupai tangisan. Tangisan tersembunyi ini memanfaatkan kepekaan bawaan kita terhadap suara-suara yang mengganggu, sehingga hampir mustahil bagi manusia untuk mengabaikannya.

Namun, bukan hanya kucing yang telah mengadaptasi vokalisasi mereka, tapi juga manusia. Manusia telah memperluas gaya komunikasi ke interaksi dengan hewan peliharaan.

Penelitian terkini menunjukkan kucing menanggapi bentuk komunikasi ini. Sebuah studi 2022 oleh peneliti perilaku hewan Charlotte de Mouzon dan rekan-rekannya menemukan kucing dapat membedakan anta…

Topik Menarik