Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Marak, Ketua DPR Ingatkan Sistem Penanganan Harus Diperbaiki

Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Marak, Ketua DPR Ingatkan Sistem Penanganan Harus Diperbaiki

Terkini | inews | Minggu, 15 September 2024 - 02:00
share

JAKARTA, iNews.id - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti masih banyak kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, termasuk perguruan tinggi. Dia pun meminta pihak kampus lebih meningkatkan kesadaran saat menangani kasus kekerasan seksual.

“Kampus seharusnya menjadi tempat yang mendukung kebebasan akademis dan memberikan rasa aman bagi seluruh mahasiswa, tanpa terkecuali. Rasa aman itu termasuk memastikan lingkungan perguruan tinggi bebas dari segala bentuk kekerasan, baik fisik, mental, maupun kekerasan seksual,” kata Puan, Sabtu (14/9/2024).

Survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menyatakan, kekerasan seksual terbanyak terjadi di perguruan tinggi. Berdasarkan catatan survei Kemendikbud per Juli 2023, terjadi 65 kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi. 

Sementara itu selama periode 2015-2021, Komnas Perempuan menerima 67 laporan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Dari seluruh laporan tersebut, mayoritasnya atau 35 berasal dari kampus atau perguruan tinggi.

Menurut pihak Kemendikbud Ristek, data kekerasan yang ditampilkan baik dari media massa dan lembaga survei sudah masuk dalam kategori membahayakan. Puan menyebut pentingnya komitmen perguruan tinggi untuk serius menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi.

“Banyaknya kasus kekerasan yang terjadi selama ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran dan mekanisme penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi,” ungkapnya.

Beberapa waktu terakhir, kasus dugaan kekerasan seksual di sebuah kampus di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tengah menjadi perhatian publik. Total 17 mahasiswi dan alumni yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oknum dosen kampus tersebut.

Hal yang menjadi sorotan pihak kampus belum memberikan aksi nyata dalam menyelesaikan kasus tersebut. Padahal akibat tindakan pelecehan yang dilakukan oknum dosennya, terdapat mahasiswi yang trauma hingga berhenti kuliah.

“Kita sangat sesalkan apabila kampus melakukan pembiaran terhadap adanya kasus kekerasan seksual. Sebagai pencetak sumber daya manusia unggul, perguruan tinggi seharusnya dapat berkomitmen menunjukkan integritas dan kredibelitasnya terhadap hal-hal yang bertentangan dengan hukum, moral, dan etika,” ucap Puan.

Puan mengatakan, kekerasan seksual yang terjadi di ruang akademis menunjukkan bahwa sistem perlindungan belum cukup efektif dalam mencegah maupun menanggapi kasus-kasus kekerasan seksual.

“Ini adalah bagian dari serangkaian masalah kekerasan seksual yang dihadapi perempuan di berbagai ruang publik, termasuk di lingkungan akademis,” katanya.

Kepada perguruan tinggi, Puan kembali mengingatkan untuk memainkan perannya yang tak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai penjaga moral dan etika. Menurutnya, institusi pendidikan memiliki tanggung jawab besar untuk memperkuat kebijakan perlindungan perempuan di lingkungan kampus. 

“Sistem penanganan kasus kekerasan seksual harus diperbaiki agar lebih inklusif, dengan melibatkan partisipasi mahasiswa, dosen, serta aktivis hak asasi perempuan. Kebijakan ini harus menjamin akses korban terhadap keadilan, tanpa adanya ancaman atau stigma tambahan,” tutup Puan.

Topik Menarik