Kisah Kertanagara Raja Singasari yang Punya Visi Menyatukan Nusantara, Kematiannya Tragis
MALANG, iNews.id - Kertanagara merupakan raja besar dan raja terakhir Kerajaan Singasari. Sosoknya begitu disegani karena punya visi menyatukan nusantara sebelum era Gajah Mada dengan ekspedisi Pamalayu.
Kertanagara lahir dari Waning Hyun (Jayawardhani) dan pernah menjabat sebagai yuwaraja di Kediri pada tahun 1254 M. Dia merupakan putra dari Ranggawuni, raja Singasari sebelumnya.
Kertanagara bergelar Sri Maharaja Sri Lokawijaya Purusottama Wira Asta Basudewadhipa Aniwariwiryanindita Parakrama Murddhaja Namottunggadewa sebagaimana tercantum dalam Prasasti Mula Malurung.
Gelarnya yang lain yakni Sri Maharajadhiraja Kertanagara Wikrama Dharmamottunggadewa, tercantum dalam Prasasti Padang Roco 1286 M atau Sri Jnaneswarabajra pada Prasasti Tumpang dan memerintah pada tahun 1254-1292 M.
"Semasa pemerintahannya, Kertanagara didampingi seorang permaisuri bernama Sri Bajradewi," demikian dikutip dari '13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa', Selasa (7/5/2024).
Dari hasil pernikahannya, Kertanagara memiliki beberapa orang putri yang kemudian dinikahkan dengan Raden Wijaya atau Dyah Wijaya. Raden Wijaya yang akhirnya nanti mendirikan Kerajaan Majapahit dari putra Mahisa Campaka versi Pararaton, atau Rakryan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal versi Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara), Ardaraja (putra Jayakatong/Jayakatwang dan Terukbali) dari Dhaha (Gelang- gelang).
Selama menjabat sebagai raja di Singhasari, Kertanagara telah menyatukan agama Hindu aliran Siwa dengan agama Buddha aliran Tantrayana. Sebab itu dalam Pararton, Kertanagara dikenal dengan nama Bhatara Siwa Buddha.
Sementara dalam Nagarakretagama, Kertanagara yang menyatukan kedua agama itu mendapatkan gelar Sri Jnanabajreswara. Berdasarkan kisah tertulis pada naskah-naskah kidung, Kertanagara mentasbihkan dirinya sebagai manusia terbebas dari segala dosa. Dia juga sering melaksanakan ritual agama dengan berpesta minuman keras.
Sayang ritualnya itulah yang akhirnya membuat Kertanagara harus tewas secara tragis. Ketika itu muncul pemberontakan dari Jayakatwang dari Gelang-gelang. Kertanagara tewas dibunuh dalam serangan tersebut ketika sedang pesta minuman keras (miras) saat ritual bersama pejabat-pejabat Singasari lainya, mulai dari Patih Mpu Raganata, Patih Kebo Anengah, Panji Aragani dan Wirakreti. Sementara itu, Dyah Wijaya melarikan diri ke Sumenep.
Satu-satunya bukti sejarah yang menunjukkan keberadaan Kertanagara dalam konteks penyatuan agama Siwa-Buddha yakni patung Jina Mahakshobhya (Buddha) yang terdapat di Taman Apsari, Surabaya.