Anehnya Kebijakan AS, Cabut Sayembara Rp162 Miliar Bos HTS tapi Statusnya Masih Teroris

Anehnya Kebijakan AS, Cabut Sayembara Rp162 Miliar Bos HTS tapi Statusnya Masih Teroris

Global | sindonews | Minggu, 22 Desember 2024 - 08:16
share

Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah mencabut tawaran hadiah USD10 juta (lebih dari Rp162 miliar) untuk informasi yang mengarah pada penangkapan pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Ahmed Hussein al-Sharaa alias Abu Mohammad al-Julani.

Keputusan itu diambil Washington karena bos HTS tersebut menjadi pemimpin baru Suriah setelah menggulingkan rezim pemerintah Presiden Bashar al-Assad.

Langkah ini aneh, karena AS masih menetapan HTS sebagai organisasi teroris asing dan sanksi yang berasal dari penetapan ini masih berlaku.

Sayembara berhadiah itu dibatalkan menyusul pertemuan delegasi Washington dengan pimpinan HTS di Damaskus pada hari Jumat.

Awal bulan ini, pasukan oposisi Suriah yang dipimpin oleh HTS melancarkan serangan mendadak di seluruh negeri Suriah dan menggulingkan rezim Assad. Presiden terguling itu kemudian melarkan diri ke Rusia.

Barbara Leaf, Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Timur Dekat, memimpin delegasi ke Suriah pada hari Jumat, di mana mereka bertemu al-Sharaa. Itu menandai kunjungan pertama diplomat Amerika ke negara itu sejak 2012, ketika Kedutaan Besar AS di Damaskus ditutup.

Leaf mengeklaim mereka membahas perlunya mencegah kelompok teroris beroperasi di Suriah dan untuk memastikan perlindungan hak-hak minoritas dan perempuan.

“Kami juga membahas kebutuhan penting untuk memastikan bahwa kelompok teroris tidak dapat menimbulkan ancaman di dalam Suriah atau di luar negeri, termasuk bagi AS dan mitra kami di kawasan itu,” kata Leaf dalam sambungan telepon dari Yordania.

“Berdasarkan diskusi kami, saya memberi tahu dia bahwa kami tidak akan melanjutkan tawaran Hadiah untuk Keadilan yang telah berlaku selama beberapa tahun,” paparnya, merujuk pada sayembara penangkapan bos HTS.

Leaf menekankan bahwa keputusan untuk menarik hadiah tersebut mencerminkan perubahan kebijakan yang bertujuan untuk melegitimasi keterlibatan dengan kelompok tersebut.

"Jika saya duduk bersama pemimpin HTS dan berdiskusi panjang lebar dan terperinci, agak tidak masuk akal untuk memberikan hadiah untuk kepalanya," kata Leaf.

"Jika tidak, saya harus meminta FBI untuk datang dan menangkapnya atau semacamnya,” katanya lagi, seperti dikutip dari Russia Today, Minggu (22/12/2024).

Delegasi AS juga termasuk Roger Carstens, Utusan Khusus Presiden untuk Urusan Penyanderaan, dan Daniel Rubinstein, penasihat senior yang menangani hubungan dengan pasukan Suriah yang baru.

Mereka membahas nasib jurnalis Amerika yang hilang Austin Tice—yang menghilang di Suriah pada tahun 2012—di antara isu-isu lainnya.

Minggu ini, militer AS mengungkapkan telah menggandakan pasukannya di Suriah menjadi sekitar 2.000 tentara sebelum rezim Assad jatuh, untuk mencegah teroris ISIS memanfaatkan pergolakan tersebut.

Pentagon melakukan serangan udara di timur laut negara itu pada hari Kamis, yang diduga menewaskan salah satu pemimpin kelompok teroris ISIS.

Meskipun pembukaan kembali Kedutaan AS di Damaskus tidak direncanakan, Leaf mengindikasikan bahwa pengakuan diplomatik di masa mendatang akan bergantung pada tindakan otoritas Suriah yang baru.

Topik Menarik