Proyek China di Pakistan dan Tajikistan Terancam oleh Meningkatnya Gelombang Kekerasan
Proyek infrastruktur dan pembangunan yang didanai China di Asia Selatan dan Tengah, khususnya di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), telah lama menjanjikan pertumbuhan ekonomi dan konektivitas. Namun, lonjakan kekerasan baru-baru ini yang menargetkan warga negara China di Pakistan dan Tajikistan mengungkap meningkatnya risiko terkait investasi tersebut.
Menurut jurnalis Pakistan Kadeem Baloch, dalam analisis yang dimuat di situs Afghan Diaspora Network (ADN), Minggu (8/12/2024), kelompok ekstremis di kawasan tersebut telah mengintensifkan kampanye mereka, yang mencerminkan keluhan dan penentangan mendalam terhadap kehadiran China.
Kadeem mengatakan sejarah kekerasan yang menargetkan warga negara China di Pakistan sudah ada sejak dua dekade lalu, tetapi meningkat tajam dalam jumlah dan tingkat keparahan insiden dalam beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 2024 saja, setidaknya tujuh pekerja China tewas dalam serangan yang memang ditargetkan kepada mereka di Pakistan. Ini termasuk bom bunuh diri, penyergapan, dan penembakan, yang sering diklaim oleh kelompok separatis atau militan.
Salah satu insiden paling mematikan tahun ini terjadi di dekat Bandara Internasional Jinnah Karachi, di mana seorang pengebom bunuh diri menewaskan dua insinyur China yang bekerja pada proyek pembangkit listrik tenaga batu bara. Serangan tersebut, yang diklaim oleh Tentara Pembebasan Baloch (BLA), tidak hanya menunjukkan kemampuan operasional kelompok tersebut, tetapi juga menggarisbawahi meningkatnya permusuhan terhadap investasi China di Pakistan.
Awal tahun ini, di daerah Besham di Khyber Pakhtunkhwa, bom bunuh diri menargetkan konvoi insinyur China yang melakukan perjalanan ke Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Dasu. Serangan ini, meski tidak diklaim, dikaitkan dengan Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP)—yang disebut Kadeem semakin memperumit lanskap keamanan bagi pekerja China.
“BLA telah muncul sebagai pemain kunci dalam gelombang kekerasan terhadap warga negara China. Selama bertahun-tahun, BLA telah menyesuaikan taktiknya, beralih dari serangan konvensional ke metode canggih, termasuk bom bunuh diri dan penggunaan operator perempuan,” tutur Kadeem.
Stabilitas Ekonomi dan Politik Pakistan
Pada April 2022, BLA melakukan serangan bom bunuh diri di luar Institut Konfusius di Universitas Karachi, menewaskan tiga guru China dan seorang pengemudi Pakistan. Serangan ini menandai penggunaan pertama seorang pengebom bunuh diri perempuan dari kelompok tersebut, yang melambangkan keberanian dan inovasi taktisnya yang semakin meningkat.BLA memandang Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC) sebagai ancaman eksistensial terhadap perjuangan Baloch, dengan alasan bahwa inisiatif tersebut mengeksploitasi sumber daya provinsi dan mengesampingkan rakyatnya. Dengan menargetkan warga negara dan proyek China, BLA bertujuan mengganggu investasi ini dan memperburuk hubungan Pakistan-China.
Sementara BLA telah menjadi yang terdepan dalam serangan, kelompok lain juga telah menargetkan kepentingan China. TTP, yang dikenal karena ideologi Islamisnya, terkadang bergabung dengan kelompok separatis seperti BLA, membentuk aliansi tidak resmi melawan Beijing. Kolaborasi ini menimbulkan kekhawatiran serius, karena menyatukan keahlian operasional dan sumber daya dari dua organisasi yang kuat.
Kelompok Islamis seperti Islamic State-Khorasan (ISIS-K) dan cabang lokal al-Qaeda juga telah menargetkan warga negara China, yang dimotivasi oleh penentangan mereka terhadap pengaruh asing dan permusuhan ideologis atas perlakuan China terhadap populasi minoritas Muslimnya.
Menurut Kadeem, meningkatnya frekuensi serangan telah berdampak besar pada stabilitas ekonomi dan politik Pakistan. Investasi China, khususnya di bawah CPEC, dipandang sebagai penyelamat bagi ekonomi Pakistan yang sedang berjuang.
Namun, meningkatnya kekerasan telah membayangi proyek-proyek ini, dengan Beijing semakin menyuarakan rasa frustrasi atas ketidakmampuan Islamabad untuk memastikan keamanan.
Memang, ada tanda-tanda bahwa investor China mempertimbangkan kembali komitmen mereka. Keterlambatan dalam pelaksanaan proyek, meningkatnya biaya karena langkah-langkah keamanan yang ditingkatkan, dan hilangnya personel yang terampil telah menjadikan CPEC sebagai isu kontroversial.
Inti dari isu ini adalah keluhan yang belum terselesaikan di wilayah-wilayah seperti Balochistan dan Sindh, tempat banyak proyek CPEC terkonsentrasi. Masyarakat lokal sering kali memandang inisiatif-inisiatif ini sebagai eksploitatif, yang menguntungkan pemangku kepentingan eksternal dan membuat mereka tetap miskin.
Misalnya, Balochistan, walau kaya akan sumber daya alam, tetap menjadi salah satu wilayah Pakistan yang paling terbelakang. Warga menuduh pemerintah dan investor asing mengeksploitasi sumber daya mereka tanpa memperhatikan kebutuhan lokal.
Seperti yang diungkapkan seorang penduduk desa: "Kami melihat tanah kami diambil dan sumber daya kami dikuras, tetapi kami tidak memiliki apa pun untuk ditunjukkan—tidak ada sekolah, tidak ada rumah sakit, tidak ada pekerjaan."
Proyek China di Tajikistan
Serangan baru-baru ini juga menyoroti tren mengkhawatirkan dari meningkatnya ketepatan dan perencanaan. Kelompok-kelompok seperti BLA dan TTP memiliki akses ke persenjataan canggih, yang sering diperoleh melalui penyelundupan atau penjarahan.Penggunaan bahan peledak modern dan koordinasi dalam serangan menunjukkan adanya pendanaan dan pelatihan eksternal, yang menimbulkan pertanyaan tentang dinamika geopolitik yang lebih luas yang memengaruhi kekerasan. Perekrutan perempuan dan individu muda ke dalam barisan militan semakin mempersulit upaya kontraterorisme.
Perkembangan ini menunjukkan adanya pergeseran dalam strategi operasional kelompok-kelompok tersebut, yang membuat mereka lebih sulit diprediksi dan dilawan. Pakistan dengan meningkatnya radikalisasi di kalangan pemuda telah menjadi lahan subur bagi kelompok-kelompok ekstrem untuk merekrut kader mereka.
Di Tajikistan, pembunuhan seorang pekerja China di Ngarai Zarbuzi menandai serangan pertama yang tercatat dari tipe semacam itu. Meski secara spesifik masih belum jelas, insiden tersebut menggarisbawahi risiko keamanan yang lebih luas di Tajikistan.
Perbatasan selatan Tajikistan, yang dilanda ekstremisme dan kegiatan kriminal seperti perdagangan narkoba, telah menjadi semakin tidak stabil. Kehadiran kelompok-kelompok seperti ISIS-K dan Jamaat Ansarullah menambah lapisan kompleksitas lainnya.
Organisasi-organisasi tersebut, ditambah dengan kebencian lokal atas eksploitasi asing yang dirasakan, menimbulkan tantangan signifikan terhadap keamanan proyek-proyek China.
Tajikistan telah menjadi fokus strategis bagi China, dengan Beijing berinvestasi besar-besaran dalam pembangunan infrastruktur dan energi sembari mendukung pasukan keamanan lokal.
Seorang analis regional mengatakan: "Serangan di Tajikistan mencerminkan tren permusuhan yang meningkat terhadap aktor-aktor eksternal, yang didorong gabungan faktor-faktor ideologis dan ekonomi." Insiden tersebut telah mendorong seruan untuk kerja sama regional yang lebih kuat guna mengatasi ancaman keamanan bersama.
Meningkatnya serangan telah membayangi proyek-proyek BRI, landasan strategi ekonomi global China. Risiko keamanan tidak hanya membahayakan nyawa, tetapi juga mengancam kelangsungan proyek-proyek jangka panjang di wilayah-wilayah yang secara politik tidak stabil.
Sebagai tanggapan terhadap berbagai tantangan ini, China telah mengambil sejumlah langkah untuk meningkatkan keamanan, termasuk latihan kontraterorisme bersama dengan Pakistan.
Namun, menurut Kadeem, langkah-langkah seperti ini hanya mengatasi gejala-gejala ketimbang akar masalahnya.
“Keterlibatan lokal, strategi pembangunan inklusif, dan upaya penyelesaian konflik sangat penting untuk memastikan keberlanjutan proyek-proyek kerja sama kedua negara tersebut,” pungkas Kadeem.